Selasa, 03 Januari 2012

Aku Biarkan Istriku Diperkosa

Ini emang aneh, tapi saya suka sekali kalau melihat istriku yang digauli oleh beberapa orang lelaki. Kalau dalam video bokep dan film bokep 3gp ini lebih pada unsur sadisme. Ya karena saya yang suka liat video bokep ngentot rame-rame ya gapapa lah istriku dientot dan digangbang rame-rame. Yang penting sensasi seksku terpuaskan. Okelah kita nikmati saja gimana cerita dewasa aku biarkan istriku diperkosa rame-rame dientot oleh orang-orang bejat dan biadab berikut ini ;) .
Dulu, ia jadi buruan banyak lelaki, termasuk aku. Reni namanya, umur 27 tahun, lima tahun lebih muda dariku, kulitnya putih mulus, rambut panjang agak bergelombang dan mata yang bulat indah. Ia seorang wanita yang terkenal alim sejak dulu, santun dalam tingkah laku, selera berpakaiannya pun tinggi, ia tidak suka mengumbar kemulusan tubuhnya walau dikaruniai body yang aduhai dengan payudara yang montok.
Dari sekian banyak lelaki, akhirnya akulah yang beruntung mendapatkannya sebagai istri. Aku tahu, banyak lelaki lain yang pernah menidurinya dalam mimpi atau menjadikannya objek masturbasi mereka. Tetapi, aku bukan hanya bermimpi. Aku bahkan betul-betul menidurinya kapanpun aku mau. Ia juga membantuku masturbasi saat ia datang bulan. Cintaku padanya belum berubah, yang berubah hanya caraku memandangnya. Tiba-tiba, entah kapan dan bagaimana awalnya, aku selalu membayangkan Reni dalam dekapan lelaki lain.
Entah aku sudah gila atau bagaimana, rasanya benar-benar excited membayangkan payudara dan vaginanya dalam genggaman telapak tangan pria lain, terutama yang bertampang kasar dan status sosialnya di bawahnya. Reni istri yang setia, jadi tentu saja, dalam imajinasiku itu, Reni tidak sedang berselingkuh. Aku mungkin gila membayangkannya menderita lantaran diperkosa! Dan kini imajinasiku itu menjadi kenyataan.
Di depanku, seorang lelaki tengah memeluknya dari belakang. Sebelah tangan lelaki itu meremas-remas payudaranya. Sebelah lagi dengan kasar melakukan hal yang sama pada pangkal pahanya. Tiga lelaki sedang bersiap-siap memperkosa Reni, seorang istri setia yang alim. Itu semua terjadi di depan suaminya sendiri dan atas perintahnya. Tentu saja, Reni tak tahu hal itu terjadi atas rancangan aku, suaminya. Itu sebabnya, kedua matanya kini terikat. Tiga lelaki itu adalah orang yang kupilih untuk mewujudkan fantasi gilaku.
Setelah melalui beberapa pertimbangan dan pembicaraan-pembicaraan santai yang makin mengarah ke serius, akhirnya kudapatkan juga tiga orang yang kurasa pas untuk mewujudkan kegilaanku. Orang pertama, Aldo, adalah office boy di kantor tempatku bekerja. Orangnya masih berumur 23 tahun, berperawakan kurus tinggi dengan kumis tipis. Dia sering membantuku dan tugas-tugas yang pernah kupercayakan padanya pun selalu rapi. Pada jam istirahat atau lembur kami sering ngobrol dan merokok bersama, dan dalam suatu obrolan lah aku mengungkapkan ide gilaku padanya. Sifatnya agak pemalu dan pendiam sehingga tidak banyak teman.Menurut pengakuannya, ia belum pernah berpacaran apalagi main perempuan.

“Ya boleh juga lah Bos, sapa tau seperti kata Bos, bisa bikin saya lebih berani ke cewek hehehe” katanya menanggapi permintaanku.
Orang kedua Bob, seorang temanku di perusahaan tempatku bekerja dulu, seorang pria berusia 40 tahun lebih. Aku berpikir dia pas untuk tugas gila ini begitu melihatnya terutama perutnya yang gendut. Aku memang kadang mengkhayalkan wajah Reni yang lembut dikangkangi seorang lelaki gendut. Bob mengaku tertarik dengan tawaranku lantaran ia punya seorang karyawati cantik yang belum berhasil ditaklukannya. Ia memperlihatkan foto gadis itu kepada kami yang memang harus diakui cantik. Kata Bob, ia sudah berulangkali mencoba merayu gadis itu untuk melayaninya, tetapi gadis itu selalu menolaknya.
“Setelah bermain-main dengan Reni, aku ingin kalian membantuku memperkosa si Lia ini” katanya.
Orang ketiga bernama Jaelani yang direkomendasikan oleh Bob. Ia adalah sopir perusahaan di tempat kerja Bob, tubuhnya kekar, kulitnya hitam, kumis di atas bibirnya menambah sangar wajahnya yang memang sudah seram itu. Melihatnya, aku langsung membayangkan Reni menjerit-jerit lantaran vaginanya disodok penis pria seperkasa Jaelanni ini.
“Saya udah lima tahun cerai, selama ini mainnya sama perek kampung aja kalau lagi sange, kalau ngeliat yang cantik kaya istri Abang ini wah siapa ga kepengen Bang” sahutnya antusias ketika kuperlihatkan foto Reni di HP-ku.
“OK deh, minggu depan kita beraksi. Silakan kalian puaskan diri dengan istriku. Nanti hari H min satu kita atur lagi lebih dalam rencananya! kataku mengakhiri pertemuan.
Sehari sebelum hari yang direncanakan tiba, kami berempat berkumpul lagi di rumah kontrakan Jaelani untuk membahas apa yang harus dilakukan. Akhirnya, ide Bob yang kami pakai. Idenya adalah menculik istriku dan membawanya ke villa Bob yang besar dan terletak di luar kota. Bob menjamin, teriakan sekeras apapun tak akan terdengar keluar villanya itu, selain itu suasananya pun jauh dari keramaian kota sehingga aman untuk melakukannya. Kami semua sepakat dan mulai membagi tugas. Aku tak sabar menunggu saatnya mendengar jeritan kesakitan Reni diperkosa ketiga pria ini.
Hari yang disepakati pun tiba. Aku tahu, pagi itu Reni akan ke rumah temannya. Aku tahu kebiasaannya. Setelah aku berangkat kantor, ia akan mandi. Hari itu ia memakai gaun terusan krem bermotif bunga-bunga. Sebenarnya aku tidak ke kantor, tetapi ke rumah Bob. Di sana, tiga temanku sudah siap. Kamipun meluncur ke rumahku dengan mobil van milik Bob. Sekitar sepuluh menit lagi sampai, kutelepon Reni.
“Sudah mandi, sayang ?” kataku.
“Barusan selesai kok” sahutnya.
“Sekarang lagi apa?”
“Lagi mau pake baju, hi hi…” katanya manja.
“Wah, kamu lagi telanjang ya ?”
“Hi hi… iya,”
“Cepat pake baju, ntar ada yang ngintip lho !” kataku.
“Iya sayang, ini lagi pake BH,” sahutnya lagi.
“Ya udah, aku kerja dulu ya, cup mmuaachh…” kataku menutup telepon.
Tepat saat itu mobil Bob berhenti di samping rumahku yang tak ada jendelanya. Jadi, Reni tak akan bisa mengintip siapa yang datang. Bob, Aldo dan Jaelani turun, langsung ke belakang rumah. Kuberitahu mereka tentang pintu belakang yang tak terkunci. Aku tak perlu menunggu terlalu lama. Kulihat Aldo sudah kembali dan mengacungkan jempolnya. Cepat kuparkir mobil Bob di garasiku sendiri.
“Matanya sudah ditutup Do?” kataku.
“Sudah bos. Mbak Reni sudah diikat dan mulutnya disumpel. Tinggal angkut” katanya.
Memang, kulihat Bob dan Jaelani sedang menggotong Reni yang tengah meronta-ronta. Istriku yang malang itu kini terikat tak berdaya. Kedua tangannya terikat ke belakang. Aku siap di belakang kemudi. Kulirik ke belakang, tiga lelaki itu memangku Reni yang terbaring di jok tengah.
“Ha ha… step one, success!” kata Bob.
Aku menelan liurku ketika rok Reni disingkap sampai ke pinggang. Tangan mereka saling berebut menjamah pahanya yang putih mulus. Bob bahkan telah menurunkan bagian dada Reni yang agak rendah sehingga sebelah payudaranya yang masih terbungkus bra hitam menyembul keluar. Lalu, ia menurunkan cup bra itu. Mata ketiganya seolah mau copot melihat payudara 34B Reni yang bulat montok dengan puting coklat itu. Bob bahkan langsung melumat bongkahan kenyal itu dengna bernafsu embuat Reni merintih-rintih. Gilanya, aku malah sangat menikmati pemandangan itu.
“Udah Bang, sekarang berangkat aja dulu” kata Jaelani sambil jarinya mulai merambahi selangkangan Reni dan mengelusi vaginanya dari luar celana dalamnya.
Setelah empat puluh menit perjalanan tibalah kami di villa Bob yang besar. Kami mengikat Reni di ranjang dengan tangan terentang ke atas. Si sopir, Jaelani, tengah memeluknya dari belakang, meremas payudara dan pangkal pahanya.
“Pak Bob merokok kan? Reni benci sekali lelaki perokok. Saya pingin ngelihat dia dicium lelaki yang sedang merokok. Saya juga pengen Pak Bob meniupkan asap rokok ke dalam memeknya,” bisikku kepada Bob.
Bob mengangguk sambil menyeringai. Aku lalu mengambil posisi yang tak terlihat Reni, tapi aku leluasa melihatnya. Kulihat Bob sudah menyulut rokoknya dan kini berdiri di hadapan Reni. Dilepasnya penutup mata Reni. Mata sendunya berkerjap-kerjap dan tiba-tiba melotot. Rontaan Reni makin menjadi ketika Bob menjilati pipinya yang halus. Apalagi, kulihat tangan Jaelani tengah mengobok-obok vaginanya. Pinggul Reni menggeliat-geliat menahan nikmat.
“Bang nggak bosen-bosen mainin memek Mbak Reni,” tanya Aldo yang duduk di sebelahku sambil memainkan penisnya.
“Lho, kok kamu di sini. Ayo direkam sana!” kataku menepuk punggungnya.
“Oh iya. Lupa!” kata Aldo sambil cengengesan.
Bob menarik lepas celana dalam Reni yang menyumbat mulutnya.
“Lepaskaaaan…. mau apa kalian… lepaskaaaan!” langsung terdengar jerit histeris Reni yang marah bercampur takut.
“Tenang Mbak Reni, kita cuma mau main-main sebentar kok,” kata Bob sambil menghembuskan asap rokok ke wajah cantiknya.
Kulihat Reni melengos dengan kening berkerut.
“Ya nggak sebentar banget, Mbak. Pokoknya sampe kita semua puas deh!” kata Aldo.
Ia berjongkok di hadapan Reni. Diarahkannya kamera ke bagian bawah tubuh Reni, ia mengclose-up jari tengah Ben yang sedang mengobok-obok vagina istriku.
“Memek Mbak rapet sih. betah nih saya maenan ini seharian,” timpal Jaelani.
“Aaakhhh… binatang…lepaskaaann…nngghhhh! ” Reni meronta-ronta dan menangis
Telunjuk Aldo ikut-ikutan menusuk ke dalam vaginanya. Kulihat Bob menghisap rokok Jie Sam Soe-nya dalam-dalam. Tangan kirinya meremas-remas payudara kanan Reni yang telah terbuka
“Lepaskaaaan… jangaaann….setaan….mmmfff…..mm mmfffff….mmmpppfff… .” jeritan Reni langsung terbungkam begitu Bob melumat bibirnya dengan buas.
Mata Reni mendelik. Kulihat asap mengepul di antara kedua bibir yang berpagut itu. Al
mengclose-up ciuman dahsyat itu. Ketika Bob akhirnya melepaskan kuluman bibirnya, bibir Reni terbuka lebar. Asap tampak mengepul dari situ. Lalu Reni terbatuk-batuk.
“Ciuman yang hebat, Jeng Reni. Sekarang aku mau mencium memekmu,” kata Bob.
Reni masih terbatuk-batuk. Wajahnya yang putih mulus jadi tampak makin pucat. Bob berlutut di hadapan Reni. Jaelani dan Aldo membantunya membentangkan kedua kaki Reni lebih lebar.
“Wow, memek yang hebat,” kata Bob sambil mendekatkan ujung rokok yang menyala ke rambut kemaluan Reni yang tak berapa lebat.
Sekejap saja bau rambut terbakar menyebar di ruangan ini. Bob lalu menyelipkan bagian filter batang rokoknya ke dalam vagina Reni. Istriku masih terbatuk-batuk sehingga terlihat batang rokok itu kadang seperti tersedot ke dalam. Tanpa disuruh, Aldo meng-close-upnya dengan handycam. Bob lalu melepas rokok itu dari jepitan vagina Reni. Dihisapnya dalam-dalam. Lalu, dikuakkannya vagina Reni lebar-lebar. Mulutnya langsung merapat ke vagina Reni yang terbuka.
“Uhug…uhug…aaaakkhhh… aaaaakkhhh….aaaaakkkhhhh…” Reni menjerit-jerit histeris. Bob tentu sudah mengembuskan asap rokoknya ke dalam vagina istriku.
“Aaakhhhh… panaaassss….adududuhhhh….” Reni terus menjerit dan meronta-ronta. Kulihat Bob melepaskan mulutnya dari vagina istriku.
Sementara Aldo mengclose up asap yang mengepul dari vagina Reni. Reni semakin menangis ketakutan.
Bob bangkit dan menjilati sekujur wajahnya. Lalu dengan gerak tiba-tiba ia mengoyak bagian dada istriku. Reni memekik ketika Bob merenggut putus bra-nya yang telah tersingkap. Ia terus menangis saat Bob mulai menjilati dan mengulum putingnya. Kulihat Jaelani kini berdiri di belakang istriku. Penisnya yang besar itu telah mengacung dan siap beraksi. Ia menoleh ke arahku, seolah minta persetujuan. Aku mengacungkan ibu jari, tanda persetujuan. Tak sabar aku melihat istriku merintih-rintih dalam persetubuhan dengan lelaki lain. Kuberi kode kepada Aldo, si office boy, agar mendekat.
“Tolong tutup lagi matanya. Gua pengen ingin dia menelan sperma gua soalnya selama ini dia belum pernah” kataku
Al mengangguk dan segera melakukan perintahku. Setelah yakin Reni tak bisa melihatku, aku pun mendekat.
“Aaakkhhh….aaakkkhhh….. jangaaaannn….!” Reni menjerit lagi, kali ini lantaran penis Jaelani yang besar mulai menusuk vaginanya.
Kulihat baru masuk setengah saja, tapi vagina Reni tampak menggelembung seperti tak mampu menampung penis itu. Kulepaskan ikatan tangan Reni tapi kini kedua tangannya kuikat ke belakang tubuhnya. Penis si sopir masih menancap di vaginanya. Jaelani kini kuberi isyarat agar duduk di lantai. Berat tubuh Reni membuat penis Jaelani makin dalam menusuk vaginanya. Akibatnya Reni menjerit histeris lagi. Tampaknya kali ini ia betul-betul kesakitan. Aku sudah membuka celanaku. Penisku mengacung ke hadapan wajah istriku yang cantik ini. Reni bukannya tak pernah mengulum penisku. Tapi, selalu
saja ia menolak kalau kuminta spermaku tertumpah di dalam mulutnya.
“Jijik ah, Mas,” katanya berkilah.
Tetapi kini ia akan kupaksa menelan spermaku. Kutekan kepalanya ke bawah agar penis si sopir masuk lebih jauh lagi sehingga Reni makin histeris. Saat mulutnya terbuka lebar itulah kumasukkan penisku, jeritannya pun langsung terbungkam. Aku berharap Reni tak mengenali suaminya dari bau penisnya. Ughhhh… rasanya jauh lebih nikmat dibanding saat ia mengoral penisku dengan sukarela. Kupegangi bagian belakang kepalanya sambil kugerakkan maju mundur pinggulku. Sementara Jaelani juga sudah semakin ganas menyentak-nyentak penisnya pada vagina istriku. Reni mengerang-erang, dari sela kain penutup matanya kulihat air matanya mengalir deras. Aku tak bisa bertahan lebih lama lagi. Kutahan kepalanya ketika akhirnya spermaku menyembur deras ke dalam rongga mulut istriku yang kucintai. Kutarik keluar penisku, tetapi langsung kucengkeram dagunya yang lancip. Di bawah, Bob dan Aldo menarik kedua puting istriku.
“Ayo, telan, banyak proteinnya nih Mbak, sehat loh” kata Bob.
Akhirnya memang spermaku tertelan, meski sebagian meleleh keluar di antara celah bibirnya. Nafas Reni terengah-engah di antara rintihan dan isak tangisnya. Ben masih pula menggerakkan pinggangnya naik turun.
Aku duduk bersila menyaksikan istriku tengah dikerjai tiga pria bertampang jelek. Penis Jaelani masih menancap di dalam vagina Reni. Kini Bob mendorong dada Reni hingga ia rebah di atas tubuh tegap sopir itu. Ia kini langsung mengangkangi wajah Reni. Ini dia yang sering kubayangkan. Wajah cantik Reni terjepit pangkal paha lelaki gendut itu. Kuambilalih handycam dari tangan Aldo, lalu kuclose up wajah Reni yang menderita. Reni menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menjerit-jerit. Tetapi, jeritannya langsung terbungkam penis Bob. Kedua tangan kekar Jaelani menggenggam payudara Reni. Meremas-remasnya dengan kasar dan berkali-kali menjepit kedua putingnya. Dari depan kulihat, tiap kali puting Reni dijepit keras, vaginanya tampak berkerut seperti hendak menarik penis Ben makin jauh ke dalam. Aldo tak mau ketinggalan. Ia kini mencari klitoris Reni. Begitu ketemu, ditekannya dengan jarinya dengan gerakan memutar. Sesekali, bahkan dijepitnya dengan dua jari. Terdengar Reni mengerang-erang, tubuhnya mengejang seperti menahan sakit.
“Boleh aku gigit klitorisnya?” tanya Aldo padaku sambil berbisik.
“Boleh, asal jangan sampai luka,” sahutku sambil mengarahkan handycam ke vagina istriku.
Office boy pemalu ini betul-betul melakukannya. Mula-mula dijilatinya bagian sensitif itu. Lalu, kulihat klitoris istriku terjepit di antara gigi-gigi Aldo yang tidak rata. Ditariknya menjauh seperti hendak melepasnya. Kali ini terdengar jerit histeris Reni.
“Aaaaakkhhhh….saakkkkiiiittt…” rupanya Bob saat itu menarik lepas penisnya lantaran Jaelani ingin berganti posisi. Jaelani memang kemudian berdiri sambil mengangkat tubuh Reni pada kedua pahanya. Penisnya yang besar masih menancap di vagina istriku. Terus terang aku iri melihat penisnya yang besar itu. Reni terus menjerit-jerit dalam gendongan Jaelani yang ternyata membawanya ke atas meja. Diturunkannya Reni hingga kini posisinya tertelungkup di atas meja. Kedua kakinya menjuntai ke bawah dan kedua payudaranya tepat di tepi meja.
“Kita teruskan lagi, ya Mbak. Memek Mbak kering sekali, jadi lama selesainya,” kata si sopir
Ia menusukkan dua jari ke vagina Reni sehingga tubuh istriku itu menggeliat.
“Sudaaahh…. hentikaaan…kalian…bangsat!” teriaknya di sela isak tangisnya.
“Iya Mbak, maafkan kami yang jahat ini ya?” sahut Jaelani sambil kembali memperkosa istriku.
Suara Reni sampai serak ketika ia menjerit histeris lagi. Tapi tak lama, Bob sudah menyumpal mulutnya lagi dengan penisnya. Dalam posisi seperti itu, si sopir betul-betul mampu mengerahkan kekuatannya. Tubuh Reni sampai terguncang-guncang. Kedua payudaranya berayun ke muka tiap kali Ben mendorong penisnya masuk. Lalu, kedua gumpalan daging kenyal itu berayun balik membentur tepi meja. Payudara Reni yang putih mulus kini tampak memerah. Jaelani terlihat betul-betul kasar, mungkin Reni adalah wanita tercantik yang pernah disetubuhinya sehingga tak heran ia begitu bernafsu. Saat ia terlihat hampir sampai puncak, Bob berseru kepadanya,
“Buang ke mulutnya dulu. Nanti putaran kedua baru kita buang ke memeknya,” kata Bob.
Jaelani mengangguk lalu ia bergerak ke depan Reni. Vagina Reni tampak menganga lebar, tetapi sejenak saja kembali merapat. Bob dengan cepat menggantikan posisi Jaelani. Penisnya kini menyumpal mulut Reni. Ia menggeram keras sambil menahan kepala Reni.
“Ayo, telen spermaku ini… Uuughhhh….yah…. telaaannn…..” si sopir meracau.
Jaelani baru melepaskan penisnya setelah yakin Reni benar-benar menelan habis spermanya. Reni terbatuk-batuk, sopir itu mengusapkan penisnya yang berlumur spermanya sendiri ke hidung Reni yang mancung.
“Uuggghhh….nggghhhhhh…..” Reni merintih.
Tak menunggu lama, kini giliran Bob menyetubuhi Reni. Reni tampaknya tak kesakitan seperti saat diperkosa si sopir. Mungkin karena penis Bob lebih kecil.
“Aiaiaiaiiiii…. jangaaan…. aduhhhh…. sakiiit….” tiba-tiba Reni mendongak dan menjerit kesakitan.
“Anusmu masih perawan ya ? Nanti aku ambil ya ?” katanya.
Ternyata, sambil menancapkan penisnya ke vagina Reni, Bob menusukkan telunjuknya ke anus Reni.
Kudekati Bob seraya berkata,
“Jangan sekarang, pak Bob. Aku juga ingin merasakan menyodominya. Aku belum pernah memasukkan kontolku ke situ,” bisikku.
“Oke, setelah suaminya, siapapun boleh kan?” sahutnya juga dengan berbisik.
Aku mengangguk. Bob tak mau kalah dengan Jaelani. Ia juga menancapkan penisnya dengan kasar, cepat dan gerakannya tak beraturan. Bahkan, sesekali ia mengangkat sebelah kaki Reni dan memasukkan penisnya menyamping. Saat bersetubuh denganku, biasanya posisi menyamping itu bisa membuat Reni melolong-lolong dalam orgasme.
Tapi, kali ini yang terdengar adalah rintihan dan jerit kesakitan. Saat aku mulai merasa kasihan padanya, jeritan itu berhenti. Aldo kini membungkam mulutnya dengan penisnya. Peluh membasahi sekujur tubuh Reni. Bob sudah menumpahkan sperma ke dalam mulutnya. Tubuh Reni terkulai lemas karena kelelahan, keringat bercucuran di tubuhnya yang mulus. Tetapi, kulihat ia masih sadar. Aldo membopongnya ke kasur busa yang tergeletak di lantai. Reni diam saja ketika ikatan tangannya dilepas.
“Sebentar ya Mbak. Bajunya dilepas aja semua biar lebih enak ngentotnya” katanya sambil melucuti seluruh pakaian yang masih tersangkut di tubuh Reni. Reni kini berbaring terlentang di kasur busa tanpa sehelai benang pun di tubuhnya. Hanya arloji Fossil, kalung dan cincin kawin yang masih tersisa di tubuhnya. Ia tampak terisak-isak. Aldo kemudian mengikat kembali kedua tangan Reni menjadi satu ke kaki meja. Aku tertarik melihat Aldo yang sikapnya lembut dan agak malu-malu kepada Reni.
“Aduh kasihan, tetek Mbak sampai merah begini,” katanya sambil membelai-belai lembut kedua payudara istriku.
Dipilin-pilinnya juga kedua puting Reni dengan ujung jarinya. Reni menggeliat merasakan rangsangan menjalar ke seluruh tubuhya dari wilayah sensitif itu.
“Siapa yang menggigit ini tadi ?” tanya Aldo.
“Alaaaa, sudahlah, banyak cingcong amat kau ini…cepat masukkan kontol kau tuh ke memek cewek ini,” terdengar Bob berseru.
“Ah, jangan kasar begitu. Perempuan cantik gini harus diperlakukan lembut. Ya, Mbak Reni?” Al terus membelai-belai vagina Reni yang ditutupi bulu-bulu hitam lebat.
Kali ini ia menyentil-nyentil puting Reni dengan lidahnya, sesekali dikecupnya. Biasanya, Reni bakal terangsang hebat kalau kuperlakukan seperti itu dan tampaknya ia juga mulai terpengaruh oleh kelembutan Aldo setelah sebelumnya menerima perlakuan kasar.
“Unngghhh…. lepaskan saya, tolong. Jangan siksa saya seperti ini,” mohonnya.
Aldo tak berhenti, kini ia malah menjilati sekujur permukaan payudara istriku. Lidahnya juga terus bergerak ke ketiak Reni yang mulus tanpa rambut sehelaipun. Reni menggigit bibirnya menahan geli dan rangsangan yang mulai mengganggunya. Aldo mencium lembut pipinya dan sudut bibirnya. Aku sempat heran, katanya dia belum pernah menyentuh wanita, tapi kok mainnya sudah ahli begini, apakah kebanyakan nonton bokep? pikirku
“Jangan khawatir Mbak. Bersama saya, Mbak akan merasakan nikmat. Kalau Mbak sulit menikmatinya, bayangkan saja wajah suami Mbak,” kata Aldo sambil melanjutkan mengulum puting Reni. Kali ini dengan kuluman yang lebar hingga separuh payudara Reni terhisap masuk.
“MMmfff….. ouhhhhh….tidaaakk… saya tidak bisa… ” sahut Reni dengan isak tertahan. “Bisa, Mbak… Ini suami Mbak sedang mencumbu Mbak. Nikmati saja… ” Aldo terus
menyerang Reni secara psikologis.
Jilatannya sudah turun ke perut Reni yang rata. Dikorek-koreknya pusar Reni dengan lidahnya. Reni menggeliat dan mengerang lemah.
“Vaginamu indah sekali, istriku…” kata Aldo sambil mulai menjilati bibir vagina istriku. Reni mengerang lagi. Kali ini makin mirip dengan desahannya saat bercumbu denganku. Pinggulnya kulihat mulai bergerak-gerak, seperti menyambut sapuan lidah office boy itu pada vaginanya. Ia terlihat seperti kecewa ketika Aldo berhenti menjilat. Tetapi, tubuhnya bergetar hebat lagi saat pemuda itu dengan pandainya menjilat bagian dalam pahanya. Aku acungkan ibu jari pada Aldo, itu memang titik sensitifnya. Aldo menjilati bagian dalam kedua paha Reni, dari sekitar lutut ke arah pangkal paha. Pada jilatan ketiga, Reni merapatkan pahanya mengempit kepala si office boy dengan desahan yang menggairahkan.
“Iya Reni, nikmati cinta suamimu ini,”
Aldo terus meracau, direnggangkannya kembali kedua paha Reni. Kini lidahnya langsung menyerang ke pusat kenikmatan Reni. Dijilatinya celah vagina Reni dari bawah, menyusurinya dengan lembut sampai bertemu klitoris.
“Ooouhhhhhh…. aahhhh…. am…phuuunnn….” Reni merintih menahan nikmat. Apalagi, Aldo kemudian menguakkan vaginanya dan menusukkan lidahnya ke dalam sejauh-jauhnya.
Reni makin tak karuan. Kepalanya menggeleng-geleng. Giginya menggigit bibirnya, tapi ia tak kuasa menahan keluarnya desahan kenikmatan. Apalagi Aldo kemudian dengan intens menjilati klitorisnya.
“Ayo Mbak Reni, nikmati…. nikmati… jangan malu untuk orgasme…” kata Aldo, lalu tiba-tiba ia menghisap klitoris Reni. Akibatnya luar biasa. Tubuh Reni mengejang, dari bibirnya keluar rintihan seperti suara anak kucing. Tubuh istriku terguncang-guncang ketika ledakan orgasme melanda tubuhnya.
“Bagus Mbak, puaskan dirimu,” kata Al, kali ini sambil menusukkan dua jarinya ke dalam vagina istriku, keluar masuk dengan cepat.
“Aaakkhhhh….aaauuunnghhhhhh…” Reni melolong, lalu ia menangis merasa terhina karena menikmati perkosaan atas dirinya.
Aldo memperlihatkan dua jarinya yang basah oleh cairan dari vagina istriku. Lalu ia mendekatkan wajahnya ke wajah istriku. Dijilatnya pipi istriku.
“Oke Mbak, kamu diperkosa kok bisa orgasme ya ? Nih, kamu harus merasakan cairan memekmu” katanya sambil memaksa Reni mengulum kedua jarinya.
Reni hanya bisa menangis. Ia tak bisa menolak kedua jari Aldo ke dalam mulutnya. Dua jarikupun masuk ke dalam vagina Reni dan memang betul-betul basah. Kucubit klitorisnya dengan gemas.
“Nah, sekarang aku mau bikin kamu menderita lagi,” kata Aldo yang lalu menempatkan dirinya di hadapan pangkal paha Reni.
Penisnya langsung menusuk jauh. Reni menjerit kesakitan. Apalagi Aldo memperkosanya kali ini dengan brutal. Sambil menyetubuhinya, Aldo tak henti mencengkeram kedua payudara Reni. Kadang ditariknya kedua putting Reni hingga istriku menjerit-jerit minta ampun. Seperti yang lain, Aldo juga membuang spermanya ke dalam mulut istriku. Kali ini, Reni pingsan saat baru sebagian sperma office boy itu ditelannya. Aldo dengan gemas melepas penutup mata Reni, lalu disemburkannya sisa spermanya ke wajah cantik istriku.
Reni sudah satu jam pingsan, aku menghampiri tubuhnya yang terkulai lemas dan sudah berlumuran keringat dan sperma itu.
“Biar dia istirahat dulu. Nanti suruh dia mandi. Kasih makan. Terus lanjutkan lagi kalau kalian masih mau,” kataku sambil menghisap sebatang rokok.
“Ya masih dong, bos. Baru juga sekali,” sahut Jaelani sambil tangannya meremas-remas payudara Reni.
“Iya, gua kan belum nyoba bo’olnya” timpal Bob sambil jarinya menyentuh anus Reni. “Oke, terserah kalian. Tapi jam dua siang dia harus segera dipulangkan,” kataku.
Tiba-tiba Reni menggeliat. Cepat aku pindah ke tempat tersembunyi. Apa jadinya kalau dia melihat suaminya berada di antara para pemerkosanya? Kulihat Reni beringsut menjauh dari tiga temanku yang hanya memandanginya. Rambut panjangnya yang indah sudah agak berantakan, ia menyilangkan tangan menutupi tubuh telanjangnya. Tentu itu tak cukup untuk menutupinya malah membuat ketiga pria itu semakin bergairah padanya. Jaelani berdiri mendekatinya, lalu mencengkeram lengannya dan menariknya berdiri.
“Jangan… saya nggak sanggup lagi. Apa kalian belum puas?!” Reni memaki-maki.
“Belum ! Tapi sekarang Mbak harus mandi dulu supaya memeknya ini bersih!” bentak sopir itu sambil tangan satunya mencengkeram vagina Reni.
Reni menjerit-jerit waktu pria itu menyeretnya ke halaman belakang. Ternyata mereka akan memandikannya di ruang terbuka. Kulihat Jaelani menarik selang panjang dan langsung menyemprotkannya ke tubuh telanjang Reni. Reni menjerit-jerit, berusaha menutupi payudara dan vaginanya dengan kedua tangannya. Bob lalu mendekat, menyerahkan sepotong sabun kepada Reni.
“Kamu sabunan sendiri apa aku yang nyabunin?” tanyanya.
Reni tampak ragu.
“Cepat, sabunan Mbak, kan dingin” seru Aldo.
Semprotan air deras diarahkannya tepat mengenai pangkal paha Reni. Reni perlahan mulai menyabuni tubuhnya. Ia terpaksa menuruti perintah mereka untuk juga menyabuni payudara dan vaginanya.
Tak tahan hanya menonton saja, Bob akhirnya mendekati istriku.
“Begini caranya nyabunin memek!” katanya sambil dengan kasar menggosok-gosok
vagina Reni.
Reni menjerit kecil ketika Bob mendekap tubuhnya dan tangannya mulai menggerayangi tubuhnya yang licin oleh sabun. Mulut pria gemuk itu juga menciumi pundak dan leher istriku. Tak lama kemudian, acara mandi akhirnya selesai. Mereka menyerahkan sehelai handuk kepada Reni. Reni segera menggunakannya untuk menutupi tubuhnya.
“Hey, itu bukan untuk nutupin badanmu. Itu untuk mengeringkan badan,” bentak Jaelani.
“Kalau sudah bersih, kita terusin lagi ya Mbak, enak sih!” kata Aldo
“Aiiihhh…” Reni memekik karena Aldo sempat-sempatnya mencomot putingnya.
“Kalau sudah handukan, susul kami ke meja makan. Kamu harus makan biar kuat,” lanjut Bob sambil meremas bokong Reni yang bundar!
Kulihat Reni telah selesai mengeringkan tubuhnya. Ia mematuhi perintah mereka, tanpa mengenakan apapun ia melangkahkan kakinya ke ruang makan. Betul-betul menegangkan melihat istriku berjalan di halaman terbuka dengan tanpa mengenakan apapun. Sensasinya makin luar biasa karena dalam keadaan seperti itu ia kini berjalan ke arah tiga lelaki yang tengah duduk mengitari meja makan. Mereka betul-betul sudah menguasai istriku. Kulihat Reni menurut saja ketika diminta duduk di atas meja dan kakinya mengangkang di hadapan mereka. Posisiku di belakang teman-temanku, jadi akupun dapat melihat vagina dan payudara Reni yang terbuka bebas. Bob mendekatkan wajahnya ke pangkal paha Reni. Kulihat ia menciumnya.
“Nah, sekarang memekmu sudah wangi lagi,” katanya.
Reni menggigit bibirnya dan memejamkan mata.
“Teteknya juga wangi,” kata Aldo yang menggenggam sebelah payudara Reni dan mengulum putingnya.
“Ngghhh… kenapa kalian lakukan ini pada saya,” rintih Reni.
“Mau tahu kenapa ?” tanya Bob, jarinya terus saja bergerak sepanjang alur vagina Reni.
Aku tegang. Jangan-jangan mereka akan membongkar rahasiaku.
“Sebetulnya, yang punya ide semua ini adalah Mr X,” kata Bob.
Aku lega mendengarnya.
“Siapa itu Mr X ?” tanya Reni.
“Kamu kenal dia. Dia pernah disakiti suamimu. Jadi, dia membalasnya pada istrinya,” jelas Bob.
“Tapi Mr X tak mau kamu mengetahui siapa dia. Itu sebabnya tiap dia muncul, matamu ditutup.” lanjut Bob.
“Sudah, Bos, biar Mbak Reni makan dulu. Dia pasti lapar habis kerja keras,” sela Ben.
“Maaf ya Mbak Reni. Kami nggak punya nasi. Yang ada cuma ini,” kata Ben sambil menyodorkan piring berisi beberapa potong sosis dan pisang ambon. Ben lalu mengambilkan sepotong sosis.
“Makan Mbak, dijilat dan dikulum dulu, seperti tadi Mbak mengulum kontol saya,” katanya.
Tangan Reni terlihat gemetar ketika menerima sepotong sosis itu. Dengan ragu-ragu ia menjilatinya, mengulumnya lalu mulai memakannya sepotong demi sepotong. Habis sepotong, Aldo mengupaskan pisang Ambon lalu didekatkannya dengan penisnya yang mengacung.
“Pilih pisang yang mana, Mbak ?” goda Aldo, “ayo ambil,” lanjutnya.
Reni menggerakan tangannya hendak mengambil pisang namun Aldo menangkap pergelangannya dan memaksa Reni menggenggam penisnya.
“Biar saya suap, Mbak pegang pisang saya saja,” katanya.
“Tangannya lembut banget nih” kata Aldo.
Jaelani tak mau kalah, ia menarik sebelah tangan Reni dan memaksanya menggenggam penisnya yang besar. Sementara Reni menghabiskan sedikit demi sedikit pisang yang disuapkan Aldo. Sepotong pisang itu akhirnya habis juga. Bibir Reni tampak belepotan. Bob yang sedang merokok kemudian mencium bibir Reni dengan bernafsu. Reni mengerang-erang dan akhirnya terbatuk-batuk saat Bob melepaskan ciumannya.
“Sudah…uhukkk… sudah cukup,” kata Reni dengan nafas terengah-engah.
“Eee ini masih banyak. Sekarang kita haus nih, Mbak harus temenin kita minum,” kata Bob.
“Tapi gelasnya kurang ya?” sahut Jaelani sambil merenggangkan paha Reni.
Reni meronta-ronta tetapi Aldo dan Bob memeganginya. Jaelani membuka sebotol bir lalu menumpahkan seluruh isinya ke tubuh telanjang Reni hingga basah.
“Hmmm…ini baru maknyus namanya!” kata Bob sambil mendorong tubuh Reni hingga terbaring telentang di meja.
Reni terisak-isak, ia merasakan dinginnya bir itu di sekujur tubuhnya, juga jilatan-jilatan lidah dan tangan-tangan para pria itu yang merangsang setiap titik di tubuhnya. Bob menyeruput bir yang tertumpah di vagina gadis itu hingga terdengar bunyi sruput yang rakus.
“Cara baru minum bir, suegerr!!!” sahut Jaelani yang asyik menyeruput bir pada payudara istriku.
Adegan selanjutnya tak urung membuatku kasihan pada Reni. Mereka membawanya ke halaman belakang dan memperkosanya di atas rumput secara beramai-ramai. Sperma mereka bercipratan bukan saja di dalam vagina Reni, tapi juga di tubuhnya. Begitu usai, mereka membaringkan Reni yang sudah tak sadarkan diri di atas sofa. Kulihat kondisi Reni sudah betul-betul berantakan, bekas-bekas cupangan terlihat di kulitnya yang putih terutama di payudara, leher dan pundaknya, sperma berceceran di hampir seluruh tubuhnya mulai dari vagina hingga wajahnya, rambut panjangnya pun tidak luput dari cipratan cairan kental itu. Kami mengangkut tubuh telanjang Reni ke kamar mandi dan membersihkannya dengan shower lalu memakaikan kembali pakaiannya. Reni masih belum sadar akibat perkosaan brutal tadi. Kami menaikkannya ke mobil dan kembali ke ibukota. Sampai di Jakarta, Reni mulai bangun, terdengar suara melenguh dari mulutnya. Matanya masih dalam keadaan tertutup karena aku tidak ingin dia melihatku. Bob mengancamnya agar tidak menceritakan kejadian hari ini pada siapapun kalau tidak ingin rekaman perkosaan tadi bocor dan mempermalukan dirinya dan keluarganya. Reni hanya bisa mengangguk dengan terisak-isak. Kami menurunkannya di depan rumah lalu aku segera tancap gas menjauhi rumahku.
Aku tiba di rumah dan setelah memarkirkan mobil di garasi aku masuk ke rumah dan memanggil nama istriku, berpura-pura seolah tidak terjadi apapun.
“Ren…Renn!!” aku mengeraskan suaraku karena tidak ada yang keluar ataupun membalas sahutanku
“Renn…lu dimana!” panggilku lagi
‘Cklik!” tiba-tiba kamar mandi lantai satu di sebelahku membuka, Reni keluar dari sana.
“Iya Mas, sori saya sakit perut” katanya, “O ya mas, hari ini gak sempat masak, tadi di jalan pulang macet banget, jadi beli makanan di luar, saya panasin sekarang ya Mas”
Kulihat matanya sembab, tapi ia berusaha tersenyum di depanku. Ketika makan malam ia lebih diam dari biasanya namun berusaha menanggapi obrolanku. Kupeluk pinggangnya yang ramping ketika ia sedang mencuci piring sehabis makan dan kubisikkan kata-kata mesra di telinganya. Biasanya aksi ini berlanjut hingga ke hubungan intim baik kilat maupun long time. Namun kali ini ia menepisnya.
“Jangan Mas, jangan hari ini, saya cape, tolong ya…please!” katanya dengan tatapan memohon.
Akupun mengerti karena tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kupeluk dia dengan mesra dan kucium keningnya
“I love you honey!” ucapku dekat telinganya
“Sori banget Ren, lu emang istri yang baik, ga mau orang lain ikut cemas dan susah, gua janji ini ga akan terjadi lagi” kataku dalam hati sambil mempererat pelukanku.

Pesta Seks Gadis Perawan Dewasa

Singkat cerita, setelah beberapa kali mengajar, aku tahu bahwa memang si Rina kurang bisa konsentrasi. Konsentrasinya selalu pecah. Ada saja alasannya. Berbeda dengan Sari. Bahkan kadang-kadang matanya menggoda nakal memandangku. Mungkin kalau tidak ada Sari, sudah kuterkam dia. Pakaiannya pun kadang-kadang mengundang nafsuku. Celananya pendek sekali dengan kaos oblong tanpa BH. Berbeda sekali dengan Sari. Sari memang pendiam. Kalau tidak ditanya, dia diam saja. Jadi kalau tidak tahu, dia malu bertanya. Tetapi dari pengalamanku, aku tahu kalau Sari ini mempunyai nafsu yang besar yang terpendam.
Suatu saat aku datang mengajar ke rumah Rina. Seperti biasa kalau jam belajar, pintu depannya tidak dikunci, jadi aku bisa langsung masuk. Kok sepi..? Pada kemana..? Aku kebingungan, lihat sana dan sini mencari orang di rumah itu. Aku langsung ke dapur, tidak ada siapa-siapa. Aku memang biasa dan sudah diizinkan berkeliling rumahnya. Mau masuk kamarnya, aku takut karena belum pernah. Lalu aku duduk di ruang tamu, sambil buka-buka buku mempersiapkan pelajaran.
Samar-samar aku mendengar suara mendesah-desah. Aku jadi tidak konsentrasi. Kucari arah suara itu. Ternyata dari kamarnya Rina. Kutempelkan telingaku ke pintu. Setelah yakin itu suara Rina, kucoba memutar pegangan pintunya, ternyata tidak dikunci. Kubuka sedikit dan kuintip. Ternyata dia sedang masturbasi di tempat tidurnya. Tangan kirinya meremas-remas susunya, tangan kanannya masuk ke dalam roknya. Wajah dan suara desahannya membuatku terangsang. Aku masuk pelan-pelan, dia kaget sekali melihatku. Tangannya langsung menarik kaosnya menutupi susunya. Wajahnya merah padam karena malu.

“Ehh.. ee.. Masss.. suss.., ssuuddaaahh laammaaa..?” tanyanya terbata-bata.
Karena aku sudah terangsang dan sudah yakin sekali kalau dia pun mau, langsung kulumat bibirnya. Mulanya dia kaget, tetapi tidak lama dia pun balik membalas ciumanku dengan ganasnya. Tanganku pun langsung masuk ke dalam kaosnya, mencari bukit kembarnya. Kuraba-raba, kuremas-remas kedua bukitnya bergantian. Tidak sekenyal dan sekeras punyanya Sara atau Ketty.
“Aaahhh.., Masss.., mmm.., aaahhh..!” desahnya.
Karena cukup mengganggu, kuangkat lepas kaosnya. Terpampanglah kedua bukit kembarnya. Putih bersih dengan puttingnya merah muda yang menonjol indah. Kurebahkan dia, kuciumi kedua bukit kembarnya bergantian.
“Ahhh.., Mass..! Teruuuss Masss..! Aahhh.., ooohhh… Hissaaappp.., Masss..!”
Langsung kukulum-kulum dan kuhisap-hisap puting susu kanannya, sedang yang kiri kuremas-remas.
“Aaahhh.., ooohhh.., Mass eenaaakkkk.., Mass yang keeraasss..!”
Tangannya sekarang tidak mau diam, mulai memegang batang kejantananku yang sudah tegang dari luar celanaku. Tanganku pun mulai masuk ke dalam roknya. Astaga. Dia tidak memakai celana dalam. Kucari-cari kaitan roknya, resletingnya, lalu kuplorotkan roknya. Terpampanglah tubuh indah putih di hadapanku. Kucium perutnya, naik lagi ke susunya begitu berulang-ulang. Kepalanya bergolek ke kiri dan ke kanan.
“Auwww.., Maasss..! Aaaddduuuhhh.., ooohhh..!” dia menikmati sensasi yang kuberikan.
Kira-kira tiga menit, tiba-tiba dia bangkit. Melepas kaosku, menurunkan celana serta celana dalamku sekalian. Aku didorongnya. Batang kejantananku yang sudah menegang langsung berdiri di hadapannya.
“Kamu nakal yaa.., berdiri tanpa izin..!” katanya kepada kemaluanku.
Langsung dikocok-kocok, diurut, dipijat oleh tangannya.
“Aaahhh… Riiinnn.. Dari tadi keekk..!” kataku protes.
Lalu dia mulai mengulum senjataku. Lalu kakinya memutar mengangkangi wajahku. Aku tahu maksudnya. Sekarang, ada bibir kemaluan indah di hadapanku. Langsung kulahap. Kujilati seluruh permukaan liang keperawanannya.
“Sudah basah sekali ini orang..!” pikirku.
Setiap aku menyentuh kelentitnya, dia berhenti menyedot batang keperkasaanku.
Lalu dia melepaskan penisku, berdiri, lalu jongkok tepat di atas alat vitalku.
“Bukan main..! Masih kelas 2 SMP kok sudah begini hebat permainannya..!” batinku, “Umurnya paling-paling sebaya Sara, 13 tahunan.”
Dia pegang senjataku, dipaskan ke lubangnya, lalu dengan sangat perlahan dia berjongkok.
“Aaahhh..!” desisku saat kepala kemaluanku ditelan liang kenikmatannya.
Masih sempit. Sangat perlahan dia menurunkan pantatnya. Penetrasi ini sungguh indah. Matanya terpejam, tangannya menekan dadaku. Dia menikmati sekali setiap gesekan demi gesekan.
“Aaahhh.., ssshhhssshhh..!” desahnya.
Setelah seluruh batang kemaluanku masuk, terasa olehku kepala kejantananku menyentuh rahimnya. Didiamkan sebentar sambil dikedut-kedutkan urat kemaluannya.
“Aaahhh.., Riiinnn… eeennnaaakkk sseeekkkaallliii..!”
Lalu perlahan-lahan dia mulai menaik-turunkan pantatnya. Susunya bergoyang-goyang indah. Kuremas-remas keduanya.
“Aa.., ah.., ahh.., ooohhh.., sshshshsh.., shhh..!”
Lama-lama semakin cepat. Tidak lama kemudian dia menjepitkan kakinya ke pantatku sambil tangannya meremas dadaku dan menekan pantatnya agar masuk lebih dalam.
“Massss.., aakkkuuu.. uuuddddaaahhh… aaahhh..!” desahnya tidak menentu.
“Syurrrr… ssyyuurrr…” cairan hangat menyelimuti kepala batang kejantananku.
Dia rebah ke atas tubuhku. Aku yang belum sampai, langsung membalikkan badannya. Langsung kegenjot dia secepat mungkin. Karena liang senggamanya sudah basah, maka daya cengkramnya menurun. Sehingga aku harus lama memompanya.
“Maasss.., uuuddaaahhh..! Aaakkkuuu eenggaaakkk taahhhaannn..!Adduuuhhh.. Mmass..! Geeellii..!” teriaknya.
Dia berkelojotan, susunya bergoyang-goyang. Kuremas-remas keduanya dengan kedua tanganku. Aku tidak peduli, terus saja kugenjot.
Sampai akhirnya, “Aaahhh.., Rriiinnn.. Maasss… ssaammmpeee… aaahhh..!” desahku yang diikuti dengan, “Croottt.., croottt.., croottt..,” empat kelompok cairan spermaku memuncrat di liang senggamanya.
Aku langsung ambruk ke dadanya. Setelah reda nafasku, kupeluk dia sambil berguling ke sebelahnya. Kucium keningnya. Kudekap dia lebih rapat. Batang keperkasaanku masih tertancap di liang kenikmatannya.
“Terima kasih ya Riinnn..!”
“Sama-sama Maasss..!”
“Riinnn.., maaf ya..? Mas mau tanya.., Tapi Rina jangan marah yaaa..?”
“Rina tau apa yang Mas mau tanya. Memang Rina udah sering beginian sama pacar Rina. Tapi sudah 2 bulan ini putus, jadi Rina sering masturbasi seperti yang Mas liat tadi.” jawabnya enteng sekali.
“Oooo..”
“Mas adalah orang kedua yang meniduri Rina setelah pacar Rina.”
Mass.., Rina khan belajarnya sama Sara. Sara banyak cerita ke Rina tentang hubungan Sara sama Mas… Kata Sara, Mas hebat.., Rina jadi kepengiiiinn banget hubungan sama Mas..!”
“Kapan Rina pertama kali hubungan dengan pacar Rina..?”
“Udah lama Mas.., kira-kira waktu Rina kelas satu dulu. Rina kecolongan Mass.., tapi setelah tau enaknya, Rina jadi ketagihan.”
“Ooo.”
“Si Sari kok enggak dateng..?”
“Tadi siang Aku bilang ke Dia, hari ini enggak belajar, karena Aku pengiinn banget ngentot sama Maass.. Habis.. gatel sssiiiihh..!” katanya sambil mengedut-ngedutkan liang kewanitaannya.
Penisku serasa dipijat-pijat. Kucabut, lalu keluarlah cairan kental putih dari liang senggamanya. Lubang kenikmatannya kubersihkan dengan kaosnya, lalu batang kejantananku pun kulap.
“Sekarang mau belajar..?” tanyaku.
“Kayaknya enggak deh Mas. Kasian khan Sari ketinggalan.”
“Ok deh. Mas sebetulnya juga ada perlu di rumah. Mau bantuin bapak betulin mobil orang. Besok mau diambil.”
“Iya deh Mass.. Terima kasih ya..!”
Lalu kucium pipinya. Aku bangkit ke kamar mandi dengan telanjang bulat sambil menenteng pakaianku. Kamar mandinya ada di ruang tengah.”Massss…” panggilnya saat aku akan keluar kamarnya.”Apa..?””Besok lagi. Datangnya jam tigaan aja Mass. Si Sari datangnya paling jam 4 kurang, jadi kita bisa puas-puasin dulu..!”
“Iyaaa deeehhh.., tenang aja.” kataku sambil keluar kamar.
Begitulah setiap sebelum mengajar, aku menggarap Rina sepuasku. Begitu pula dengan Rina. Dia nafsunya sangat besar. Tetapi kemaluannya tidak begitu menjepit. Sebenarnya itu bukanlah masalah buatku. Sejak aku tidak bisa berhubungan dengan Sara lagi, aku cukup puas berhubungan dengan Ketty dan Rina.
Suatu saat, ketika melihat perubahan atas sikap Sari kepadaku. Dia sering mencuri pandang ke arahku. Aku tidak tahu sebabnya, tetapi setelah selesai belajar, saat kujalan bersama dengan Sari, Sari bercerita kepadaku.
“Mas.. Sari tahu lhooo.. Hubungan Rina sama Mas…”
“Lho.., Sari tahu dari mana..? Apa Rina cerita..?” tanyaku kaget.
“Enggak. Waktu Sari datang lebih awal, kira-kira jam tiga seperempat, Sari masuk rumah Rina, Sari denger Rina teriak-teriak di kamar, kupikir Rina khan udah putus sama pacarnya..? Lalu Rina sama siapa..? Terus Sari intip. Eeehhh enggak taunya sama Mas Pri..!”
“Terus..?”
“Terus.., ya Sari keluar aja, takut ketahuan. Terus Sari nongkrong di tukang bakso depan. Kira-kira jam empat kurang, Sari masuk lagi.”
“Terus..?”
“Yaa.., udah gitu aja..!”
Hening sesaat waktu itu, kami sibuk dengan pikiran kami masing-masing.
“Sari pernah enggak yaa..?” batinku.
“Tanya, enggak, tanya, enggak. Kalo kutanya, Dia marah enggak ya.. Ah bodo, yang penting tanya dulu aja…”
“Eng.., Sari pernah enggak..?”
“Pernah apa Mas..?”
“Ya.., seperti Sara atau Rina..?”
“Belummm Mmassss..!” jawabnya malu-malu dan wajahnya merah padam.
Ternyata dia tidkak marah. Benar dugaanku, nafsunya besar juga.
“Sari mau..?”
Dia diam saja sambil menunduk. Pasti mau lah.
“Sari udah punya pacar..?”
“Beluumm Mass.., abis dilarang sama Bapak Ibu.”
“Yaa.., jangan sampe ketahuan doonng..!”
Lalu kami berpisah. Karena Sari harus naik bis ke Blok A. Sedangkan aku naik bis arah Pondok Labu. Di bis aku berpikir, gimana caranya mendapatkan Sari.
“Aku harus memanfaatkan Rina..!” pikirku.
Besoknya sebelum belajar bersama, saat aku bercumbu dengan Rina, kubilang ke Rina kalau Sari sudah tahu hubungan kita. Aku minta bantuannya untuk memancing nafsu si Sari. Tadinya aku pikir Rina akan menolak, ternyata jalan pikiran Rina sudah sangat moderat. Dia menyanggupinya. Karena Sari sudah tahu, untuk apa ditutup-tutupi katanya.
etika sedang belajar bersama, aku coba pancing nafsu Sari dengan cara kududuk di sebelah Rina. Aku rangkul Rina, kucium pipinya, bibirnya dan kuraba dadanya. Rina saat itu memakai kaos tanpa BH. Rina membalasnya. Lalu kudorong dia agar tiduran di karpet. Kami saling bergumul. Melihat hal itu, Sari kaget juga. Dia menutupi wajahnya. Karena selama ini kami berhubungan diam-diam. Tidak pernah secara terang-terangan. Kali itu kami berbuat seolah-olah tidak ada orang lain selain kami berdua, untuk memancing nafsu Sari.
Perbuatan kami semakin memanas. Karena Rina sudah telanjang dada. Lalu Rina menurunkan celana pendeknya. Dia langsung bugil karena tidak memakai celana dalam. Aku pun tidak tinggal diam, kulepas semua pakaianku. Kugeluti dia. Lalu kami mengambil posisi 69. Rina di atas. Kami saling menghisap.
“Aaahhh.., Mmasss.., sshshshs… Masss.. enaaakkk Mass.., ooohh..!” desah Rina dibesar-besarkan.
“Ohhh.. Riiinnn… hisap yang kuaattt Riinnnn..!” desahku juga.
Kulihat Sari sudah tidak menutupi wajahnya lagi.
Kira-kira lima menit saling menghisap, Rina berdiri memegang batang kemaluanku dan mengarahkan ke liang senggamanya yang sudah tidak perawan lagi. Menurunkan pantatnya dengan perlahan.
“Bless..!” langsung masuk seluruhnya.
“Aaahhhh… Maasss.., aaahhh.., ssshhh.., aaahhh..!” desahnya.
Lalu dengan perlahan dinaik-turunkan pantatnya. Pertama-tama perlahan. Makin lama semakin cepat.
“Aahh.. ooohhh.., sh.. sh.. ooohhh… Iiihhh..!” erangnya.
Kulirik Sari, dia memandangi ekspresi Rina. Sepertinya dia sudah terangsang berat. Karena wajahnya merah padam, nafasnya memburu. Tangannya memegang dadanya. Gerakan Rina semakin tidak terkendali. Pantatnya berputar-putar sambil naik turun. Kira-kira 10 menit, aku rasakan liang kewanitaan Rina sudah berkedut-kedut. Dia mau sampai klimakasnya. Dan akhirnya pantatnya menghujam batang keperkasaanku dalam sekali.
“Aaahhh.. Masss… Akuuu… sammmpppeee.. Maasss..!”
“Syuuurr… syurrr..” kehangatan menyelimuti kepala senjataku.
Mass.., Rina khan belajarnya sama Sara. Sara banyak cerita ke Rina tentang hubungan Sara sama Mas… Kata Sara, Mas hebat.., Rina jadi kepengiiiinn banget hubungan sama Mas..!”
“Kapan Rina pertama kali hubungan dengan pacar Rina..?”
“Udah lama Mas.., kira-kira waktu Rina kelas satu dulu. Rina kecolongan Mass.., tapi setelah tau enaknya, Rina jadi ketagihan.”
“Ooo.”
“Si Sari kok enggak dateng..?”
“Tadi siang Aku bilang ke Dia, hari ini enggak belajar, karena Aku pengiinn banget ngentot sama Maass.. Habis.. gatel sssiiiihh..!” katanya sambil mengedut-ngedutkan liang kewanitaannya.
Penisku serasa dipijat-pijat. Kucabut, lalu keluarlah cairan kental putih dari liang senggamanya. Lubang kenikmatannya kubersihkan dengan kaosnya, lalu batang kejantananku pun kulap.
“Sekarang mau belajar..?” tanyaku.
“Kayaknya enggak deh Mas. Kasian khan Sari ketinggalan.”
“Ok deh. Mas sebetulnya juga ada perlu di rumah. Mau bantuin bapak betulin mobil orang. Besok mau diambil.”
“Iya deh Mass.. Terima kasih ya..!”
Lalu kucium pipinya. Aku bangkit ke kamar mandi dengan telanjang bulat sambil menenteng pakaianku. Kamar mandinya ada di ruang tengah.”Massss…” panggilnya saat aku akan keluar kamarnya.”Apa..?””Besok lagi. Datangnya jam tigaan aja Mass. Si Sari datangnya paling jam 4 kurang, jadi kita bisa puas-puasin dulu..!”
“Iyaaa deeehhh.., tenang aja.” kataku sambil keluar kamar.
Begitulah setiap sebelum mengajar, aku menggarap Rina sepuasku. Begitu pula dengan Rina. Dia nafsunya sangat besar. Tetapi kemaluannya tidak begitu menjepit. Sebenarnya itu bukanlah masalah buatku. Sejak aku tidak bisa berhubungan dengan Sara lagi, aku cukup puas berhubungan dengan Ketty dan Rina.
Suatu saat, ketika melihat perubahan atas sikap Sari kepadaku. Dia sering mencuri pandang ke arahku. Aku tidak tahu sebabnya, tetapi setelah selesai belajar, saat kujalan bersama dengan Sari, Sari bercerita kepadaku.
“Mas.. Sari tahu lhooo.. Hubungan Rina sama Mas…”
“Lho.., Sari tahu dari mana..? Apa Rina cerita..?” tanyaku kaget.
“Enggak. Waktu Sari datang lebih awal, kira-kira jam tiga seperempat, Sari masuk rumah Rina, Sari denger Rina teriak-teriak di kamar, kupikir Rina khan udah putus sama pacarnya..? Lalu Rina sama siapa..? Terus Sari intip. Eeehhh enggak taunya sama Mas Pri..!”
“Terus..?”
“Terus.., ya Sari keluar aja, takut ketahuan. Terus Sari nongkrong di tukang bakso depan. Kira-kira jam empat kurang, Sari masuk lagi.”
“Terus..?”
“Yaa.., udah gitu aja..!”
Hening sesaat waktu itu, kami sibuk dengan pikiran kami masing-masing.
“Sari pernah enggak yaa..?” batinku.
“Tanya, enggak, tanya, enggak. Kalo kutanya, Dia marah enggak ya.. Ah bodo, yang penting tanya dulu aja…”
“Eng.., Sari pernah enggak..?”
“Pernah apa Mas..?”
“Ya.., seperti Sara atau Rina..?”
“Belummm Mmassss..!” jawabnya malu-malu dan wajahnya merah padam.
Ternyata dia tidkak marah. Benar dugaanku, nafsunya besar juga.
“Sari mau..?”
Dia diam saja sambil menunduk. Pasti mau lah.
“Sari udah punya pacar..?”
“Beluumm Mass.., abis dilarang sama Bapak Ibu.”
“Yaa.., jangan sampe ketahuan doonng..!”
Lalu kami berpisah. Karena Sari harus naik bis ke Blok A. Sedangkan aku naik bis arah Pondok Labu. Di bis aku berpikir, gimana caranya mendapatkan Sari.
“Aku harus memanfaatkan Rina..!” pikirku.
Besoknya sebelum belajar bersama, saat aku bercumbu dengan Rina, kubilang ke Rina kalau Sari sudah tahu hubungan kita. Aku minta bantuannya untuk memancing nafsu si Sari. Tadinya aku pikir Rina akan menolak, ternyata jalan pikiran Rina sudah sangat moderat. Dia menyanggupinya. Karena Sari sudah tahu, untuk apa ditutup-tutupi katanya.
etika sedang belajar bersama, aku coba pancing nafsu Sari dengan cara kududuk di sebelah Rina. Aku rangkul Rina, kucium pipinya, bibirnya dan kuraba dadanya. Rina saat itu memakai kaos tanpa BH. Rina membalasnya. Lalu kudorong dia agar tiduran di karpet. Kami saling bergumul. Melihat hal itu, Sari kaget juga. Dia menutupi wajahnya. Karena selama ini kami berhubungan diam-diam. Tidak pernah secara terang-terangan. Kali itu kami berbuat seolah-olah tidak ada orang lain selain kami berdua, untuk memancing nafsu Sari.
Perbuatan kami semakin memanas. Karena Rina sudah telanjang dada. Lalu Rina menurunkan celana pendeknya. Dia langsung bugil karena tidak memakai celana dalam. Aku pun tidak tinggal diam, kulepas semua pakaianku. Kugeluti dia. Lalu kami mengambil posisi 69. Rina di atas. Kami saling menghisap.
“Aaahhh.., Mmasss.., sshshshs… Masss.. enaaakkk Mass.., ooohh..!” desah Rina dibesar-besarkan.
“Ohhh.. Riiinnn… hisap yang kuaattt Riinnnn..!” desahku juga.
Kulihat Sari sudah tidak menutupi wajahnya lagi.
Kira-kira lima menit saling menghisap, Rina berdiri memegang batang kemaluanku dan mengarahkan ke liang senggamanya yang sudah tidak perawan lagi. Menurunkan pantatnya dengan perlahan.
“Bless..!” langsung masuk seluruhnya.
“Aaahhhh… Maasss.., aaahhh.., ssshhh.., aaahhh..!” desahnya.
Lalu dengan perlahan dinaik-turunkan pantatnya. Pertama-tama perlahan. Makin lama semakin cepat.
“Aahh.. ooohhh.., sh.. sh.. ooohhh… Iiihhh..!” erangnya.
Kulirik Sari, dia memandangi ekspresi Rina. Sepertinya dia sudah terangsang berat. Karena wajahnya merah padam, nafasnya memburu. Tangannya memegang dadanya. Gerakan Rina semakin tidak terkendali. Pantatnya berputar-putar sambil naik turun. Kira-kira 10 menit, aku rasakan liang kewanitaan Rina sudah berkedut-kedut. Dia mau sampai klimakasnya. Dan akhirnya pantatnya menghujam batang keperkasaanku dalam sekali.
“Aaahhh.. Masss… Akuuu… sammmpppeee.. Maasss..!”
“Syuuurr… syurrr..” kehangatan menyelimuti kepala senjataku.
Dia langsung terguling ke sebelahku. Senjataku tercabut dari liang kenikmatannya dan berhamburanlah cairan dari liang senggamanya ke karpet. Aku memang tidak begitu menghayati permainan ini, karena pikiranku selalu ke Sari. Jadi pertahananku masih kuat. Aku bangkit dengan telanjang bulat. Kuhampiri Sari. Sari kaget karena aku menghampirinya masih dengan bertelanjang bulat. Langsung kupeluk dia. Kuciumi seluruh wajahnya. Tidak ada penolakan darinya, tetapi juga tidak ada reaksi apa-apa. Benar-benar masih polos.
Lama-lama tangannya mulai memelukku. Dia mulai menikmatinya. Membalas ciumanku, walau lidahnya belum bereaksi. Kuusahan semesra mungkin aku mencumbunya. Dan akhirnya mulutnya membuka sedikit berbarengan dengan desahannya.
“Aaahhh.. Maasss..!” nafasnya mulai memburu.
Kumasukkan lidahku ke mulutnya. Kubelit lidahnya perlahan-lahan. Dia pun membalasnya. Tanganku mulai meraba dadanya. Terasa putingnya sudah mengeras di bukit kembarnya yang kecil. Kuremas-remas keduanya bergantian.
“Maaasss.. oooohhhh.. Mmmasss.. shshhshshs…” desahnya.
Kulepas ciumanku. Kupandangi wajahnya sambil tanganku mengangkat kaosnya. Dia diam saja. Lepas sudah kaosnya, sekarang tinggal BH mininya. Kulepaskan juga pengaitnya. Dia masih diam saja. Akhirnya terpampanglah bukit kembarnya yang kecil lucu. Seperti biasa, untuk menaklukan seorang perawan, tidak bisa terburu-buru. Harus sabar dan dengan kata-kata yang tepat.
“Bukan maaiinnn. Susumu bagus sekali Sar..!” kataku sambil memandangi bukit kembarnya.
Warnanya tidak seputih Rina, agak coklat seperti warna kulitnya. Aku elus perlahan-lahan sekali. Kusentuh-sentuh putingnya yang sudah menonjol. Setiap kusentuh putingnya, dia menggelinjang.
Kutidurkan dia ke karpet. Lalu kuciumi dada kanannya, yang kiri kuremas-remas.
“Aaahhh.., ssshhh.., Maaasss.., aaaddduuuhhh… aaa..!”
Bergantian kiri kanan. Kadang ciumanku turun ke arah perutnya, lalu naik lagi. Tangan kananku sudah mengelus-ngelus pahanya. Dia masih memakai celana panjang katun. Kadang-kadang kuelus-elus selangkangannya. Dia mulai membuka pahanya. Sementara itu Rina sudah pergi ke kamar mandi. Karena kudengar suara guyuran air.
Setelah aku yakin dia sudah di puncak nafsunya, kupandangi wajahnya lagi. Wajahnya sudah memerahkarena nafsunya. Ini saatnya. Lalu tanganku mulai membuka pengait celananya, retsletingnya, dan menurunkan celana panjangnya sekalian dengan celana dalamnya. Tidak ada penolakan. Bahkan dia membantunya dengan mengangkat pantatnya. Dia memandangiku sayu.
Bukit kemaluannya kecil tidak berbulu. Hampir sama dengan kepunyaan Titin dulu. Mungkin karena sama-sama orang Sunda. Kupandangi bibir kemaluannya. Dia menutupinya dengan kedua tangannya. Kutarik tangannya perlahan sambil kudekatkan wajahku. Mulanya tangannya menutup agak keras, tetapi lama-lama mulai melemah. Kucium bibir kewanitaannya. Aaahhh.., segar sekali harumnya. Kuulangi beberapa kali. Setiap kucium, pantatnya dinaikkan ke atas sambil mendesah.
“Aaahhh… Masss.., mmm.. sshshshs…”
Batang kejantananku yang tadi sudah agak lemas, mulai mengeras lagi.
Lalu kubuka bibir kewanitaannya dengan jariku. Sudah basah. Kutelusuri seluruh liangnya dengan jariku, lalu lidahku. Dia semakin menggelinjang. Lidahku menari-nari mencari kedele-nya. Setelah dapat, kujilat-jilat dengan cepat sambil agak kutekan-tekan. Reaksinya, gelinjangnya makin hebat, pantatnya bergoyang ke kiri dan ke kanan.
“Adduuuhhh… Maasss… aaahhh.. ssshhh.. aaahhh..!”
Kuangkat kedua kakinya, kutumpangkan ke pundakku, sehingga liang kewanitaannya semakin membuka. Kupandangi belahan kewanitaannya. Betapa indah liangnya. Hangat dan berkedut-kedut.
“Saarr.., memekmu bagus betul.. Wangi lagi…”
Kembali kuhisap-hisap. Dia semakin keras mendesah.
Kira-kira 5 menit kemudian, pahanya menjepit leherku keras sekali. Lubang keperawanannya berdenyut-denyut cepat sekali.
Dan, “Syurrr… syurrr…” menyemburlah cairan kenikmatannya.
Kuhirup semuanya. Manis, asin, gurih menjadi satu. Aaasshhh… segarnya. Kakinya sudah melemas.Kuturunkan kakinya, kukangkangkan pahanya. Kuarahkan batang keperkasaanku ke liangnya sambil kupandangi wajahnya.
“Boleh Sarr..?” tanyaku memohon persetujuannya.
Matanya memandangku sayu, tidak bertenaga. Dia hanya mengangguk.
“Pelan-pelan yaa Mass..!”
Kuoles-oleskan kepala kemaluanku dengan cairan pelumas yang keluar dari liang senggamanya. Lalu kugesek-gesekkan kepala kejantananku ke bibir kenikmatannya. Kuputar-putar sambil menekan perlahan.
Dia langsung terguling ke sebelahku. Senjataku tercabut dari liang kenikmatannya dan berhamburanlah cairan dari liang senggamanya ke karpet. Aku memang tidak begitu menghayati permainan ini, karena pikiranku selalu ke Sari. Jadi pertahananku masih kuat. Aku bangkit dengan telanjang bulat. Kuhampiri Sari. Sari kaget karena aku menghampirinya masih dengan bertelanjang bulat. Langsung kupeluk dia. Kuciumi seluruh wajahnya. Tidak ada penolakan darinya, tetapi juga tidak ada reaksi apa-apa. Benar-benar masih polos.
Lama-lama tangannya mulai memelukku. Dia mulai menikmatinya. Membalas ciumanku, walau lidahnya belum bereaksi. Kuusahan semesra mungkin aku mencumbunya. Dan akhirnya mulutnya membuka sedikit berbarengan dengan desahannya.
“Aaahhh.. Maasss..!” nafasnya mulai memburu.
Kumasukkan lidahku ke mulutnya. Kubelit lidahnya perlahan-lahan. Dia pun membalasnya. Tanganku mulai meraba dadanya. Terasa putingnya sudah mengeras di bukit kembarnya yang kecil. Kuremas-remas keduanya bergantian.
“Maaasss.. oooohhhh.. Mmmasss.. shshhshshs…” desahnya.
Kulepas ciumanku. Kupandangi wajahnya sambil tanganku mengangkat kaosnya. Dia diam saja. Lepas sudah kaosnya, sekarang tinggal BH mininya. Kulepaskan juga pengaitnya. Dia masih diam saja. Akhirnya terpampanglah bukit kembarnya yang kecil lucu. Seperti biasa, untuk menaklukan seorang perawan, tidak bisa terburu-buru. Harus sabar dan dengan kata-kata yang tepat.
“Bukan maaiinnn. Susumu bagus sekali Sar..!” kataku sambil memandangi bukit kembarnya.
Warnanya tidak seputih Rina, agak coklat seperti warna kulitnya. Aku elus perlahan-lahan sekali. Kusentuh-sentuh putingnya yang sudah menonjol. Setiap kusentuh putingnya, dia menggelinjang.
Kutidurkan dia ke karpet. Lalu kuciumi dada kanannya, yang kiri kuremas-remas.
“Aaahhh.., ssshhh.., Maaasss.., aaaddduuuhhh… aaa..!”
Bergantian kiri kanan. Kadang ciumanku turun ke arah perutnya, lalu naik lagi. Tangan kananku sudah mengelus-ngelus pahanya. Dia masih memakai celana panjang katun. Kadang-kadang kuelus-elus selangkangannya. Dia mulai membuka pahanya. Sementara itu Rina sudah pergi ke kamar mandi. Karena kudengar suara guyuran air.
Setelah aku yakin dia sudah di puncak nafsunya, kupandangi wajahnya lagi. Wajahnya sudah memerahkarena nafsunya. Ini saatnya. Lalu tanganku mulai membuka pengait celananya, retsletingnya, dan menurunkan celana panjangnya sekalian dengan celana dalamnya. Tidak ada penolakan. Bahkan dia membantunya dengan mengangkat pantatnya. Dia memandangiku sayu.
Bukit kemaluannya kecil tidak berbulu. Hampir sama dengan kepunyaan Titin dulu. Mungkin karena sama-sama orang Sunda. Kupandangi bibir kemaluannya. Dia menutupinya dengan kedua tangannya. Kutarik tangannya perlahan sambil kudekatkan wajahku. Mulanya tangannya menutup agak keras, tetapi lama-lama mulai melemah. Kucium bibir kewanitaannya. Aaahhh.., segar sekali harumnya. Kuulangi beberapa kali. Setiap kucium, pantatnya dinaikkan ke atas sambil mendesah.
“Aaahhh… Masss.., mmm.. sshshshs…”
Batang kejantananku yang tadi sudah agak lemas, mulai mengeras lagi.
Lalu kubuka bibir kewanitaannya dengan jariku. Sudah basah. Kutelusuri seluruh liangnya dengan jariku, lalu lidahku. Dia semakin menggelinjang. Lidahku menari-nari mencari kedele-nya. Setelah dapat, kujilat-jilat dengan cepat sambil agak kutekan-tekan. Reaksinya, gelinjangnya makin hebat, pantatnya bergoyang ke kiri dan ke kanan.
“Adduuuhhh… Maasss… aaahhh.. ssshhh.. aaahhh..!”
Kuangkat kedua kakinya, kutumpangkan ke pundakku, sehingga liang kewanitaannya semakin membuka. Kupandangi belahan kewanitaannya. Betapa indah liangnya. Hangat dan berkedut-kedut.
“Saarr.., memekmu bagus betul.. Wangi lagi…”
Kembali kuhisap-hisap. Dia semakin keras mendesah.
Kira-kira 5 menit kemudian, pahanya menjepit leherku keras sekali. Lubang keperawanannya berdenyut-denyut cepat sekali.
Dan, “Syurrr… syurrr…” menyemburlah cairan kenikmatannya.
Kuhirup semuanya. Manis, asin, gurih menjadi satu. Aaasshhh… segarnya. Kakinya sudah melemas.Kuturunkan kakinya, kukangkangkan pahanya. Kuarahkan batang keperkasaanku ke liangnya sambil kupandangi wajahnya.
“Boleh Sarr..?” tanyaku memohon persetujuannya.
Matanya memandangku sayu, tidak bertenaga. Dia hanya mengangguk.
“Pelan-pelan yaa Mass..!”
Kuoles-oleskan kepala kemaluanku dengan cairan pelumas yang keluar dari liang senggamanya. Lalu kugesek-gesekkan kepala kejantananku ke bibir kenikmatannya. Kuputar-putar sambil menekan perlahan.
“Aaahhh.. Maasss… Ooohhh..!” dia mendesah.
Lalu kutekan dengan amat perlahan. Kepalanya mulai masuk. Kuperhatikan kemaluannya menggembung karena menelan kepala keperkasaanku. Ketekan sedikit lagi. Kulihat dia menggigit bibir bawahnya. Kuangkat pantatku sedikit dengan amat perlahan. Lalu kudorong lagi. Begitu berulang-ulang sampai dia tidak meringis.
“Ayooo… Masss.. aaahhh.. ooohhh.., ssshhhshshhh..!”
Lalu kudorong lagi. Masuk sepertiganya. Dia meringis lagi. Kutahan sebentar, kutarik perlahan, lalu kudorong lagi. Terasa kepala batang kejantananku mengenai selaput tipis. Nah ini dia selaputnya.
“Kok enggak dalam..? Belum masuk setengahnya udah kena..!” batinku dalam hati.
“Sar.., tahan sedikit yaa..!”
Lalu kucium bibirnya. Kami berciuman, saling mengulum. Dan dengan tiba-tiba kutekan batang keperkasaanku dengan keras.
“Pret..!” kemaluanku menabrak sesuatu yang langsung sobek.
Dia mau menjerit, tetapi karena mulutnya kusumpal, maka tidak ada suara yang keluar. Kudiamkan sebentar kejantananku agar liang keperawanannya mau menerima benda tumpul asing. Lalu kutarik ulur perlahan-lahan. Setelah terlihat dia tidak merasa kesakitan, kutekan lebih dalam lagi. Kutahan lagi. Kuangkat perlahan, kutekan sedikit lagi. Begitu berulang-ulang sampai senjataku masuk semuanya. Dia tetap tidak bisa bicara karena mulutnya kulumat. Kutahan kemaluanku di dalam, kulepaskan ciumanku. Liang senggamanya menjepit seluruh batangku di semua sisi. Rasanya bukan main nikmatnya.
“Gimana Sar..?”
“Sakiittt Masss… Periiihhh… Mmmm..!”
“Tahan aja dulu, sebentar lagi ilang kok…” sambil kucabut sangat perlahan.
Kutekan lagi sampai menyentuk ujung rahimnya. Begitu berulang-ulang. Ketika kutarik, kulihat kemaluan Sari agak tertarik sampai kelihatan agak menggembung, dan kalau kutekan, agak mblesek menggelembung. Setelah 5 atau 6 kali aku turun naik, terasa agak mulai licin. Dan Sari pun tidak terlihat kesakitan lagi.
“Sar.., memekmu sempit banget. Ooohhh enak sekali Sar..!” bisikku sambil mempercepat gerakanku.
Dia sepertinya sudah merasa nikmat.
“Aaahhh… eennnaaakkk… Masss… aaahhh.. shshshshsh…” desahnya. Kupercepat terus.
“Ah.. ah.. ahh.. ooo.. shshsh.. aaaddduuuhhh… ooohhh..!” pantatnya mulai bergerak mengimbangi gerakanku. Kira-kira 5 menit, dia mulai tidak terkendali. Pantatnya bergerak liar. Tiba-tiba dia menekuk, kedua kakinya menjepit pantatku sambil mengangkat pantatnya. Bibir kemaluannya berkedut-kedut.
Dan, “Sysurrr.. syuurrr..” dua kali kepala kejantananku disembur oleh cairan hangatnya.
Karena aku dari tadi sudah mau keluar dan kutahan-tahan, maka kupercepat gerakanku.
“Masss… Uuudddaaahhh.. Mmasss.. Aaaddduuhhh.. Gellii.. Maass..!” teriaknya.
Aku tidak peduli. Keringatnya sudah seperti orang mandi. Kupercepat terus gerakanku, akhirnya, “Crooot… cruuuttt..” tiga kali aku menembakan cairanku di liang kenikmatannya.
Lalu aku ambruk di sebelahnya.
Tiba-tiba, “Plok.. plok.. plok..” terdengar suara tepukan.
Rupanya Rina sudah dari tadi memperhatikan kami berdua.
“Mas hebat… Sari.. selamat yaa..!” katanya sambil mencium pipi Sari.
Sari hanya bisa tersenyum di sela-sela nafasnya yang masih ngos-ngosan.
“Enak Sar..?” tanyanya lagi.
Sari hanya bisa mengangguk lemah. Lalu aku memeluk Sari.
“Sari. Terima kasih yaa..!” kataku sambil mengecup pipinya.
“Sari juga terima kasih Mas.. Enaakkk banget ya Mass..!”
Aku bangun mengambil baju-bajuku yang berserakan. Kulihat di selangkangan Sari ada bercak-bercak lendir kemerahan.
“Aaaahhh… Aku dapet perawan lagi..!” batinku.
Lalu aku ke kamar mandi. Selesai kumandi, gantian Sari yang mandi. Setelah semua selesai, kami hanya mengobrol saja sambil minum teh hangat yang dibuatkan Rina. Menceritakan pengalaman yang dirasakan oleh masing. Aku lemas karena dalam 2 jam sampai 3 kali main.
Sejak saat itu, Sari selalu datang jam 3 sore. Dan sebelum belajar, kami selalu mengawalinya dengan pelajaran biologis. Dan Rina sepertinya mengetahui dan menyadari kalau punyanya Sari lebih oke, jadi dia mengalah selalu dapat giliran kedua. Dan mereka pun saling berbagi. Saling mencoba dan mengajari. Aku yang dijadikan alat eksperimen mereka menurut saja. Abis enak sih.
Setelah pembagian raport, ternyata yang nilainya naik banyak hanya Sari. Tetapi keduanya naik kelas dengan nilai di atas rata-rata. Begitulah pengalamanku dengan gadis-gadis SMP

Pemerkosaan Rita

Malam itu Rita pulang agak terlambat dari tempat kerjanya. Sekitar jam 8 malam Rita menunggu bis sendirian di halte seberang kantornya. Tanpa diketahuinya, sebuah mobil van berkaca gelap telah mengamati dirinya dari jauh. Tiba-tiba sebuah van tersebut berhenti di depan halte tersebut dan Rita langsung diseret masuk ke dalam dan van kembali dijalankan. Di dalam van tersebut sudah ada enam orang pria dan Rita dipaksa untuk menuruti kemauan mereka. Rita duduk kursi bagian tengah dimana ia diapit oleh dua orang, dan tanpa basa-basi lagi dua orang tersebut langsung menggerayangi Rita dengan brutal.
Diperjalanan Rita dipaksa duduk dalam posisi mengangkang dan kedua orang tersebut mulai bergantian memasukkan tangannya dibalik rok span Rita sambil meremas-remas paha dan selangkangan Rita, hingga akhirnya kedua orang tersebut sudah tidak tahan lagi dan memaksa Rita mengocok batang kejantanan mereka bergantian. Rita dipaksa melingkarkan tangannya di batang kejantanan mereka kiri dan kanan dan dipaksa mengocoknya. Belum lagi selesai dikocok mobil sudah sampai di tujuan dan Rita langsung dipaksa masuk ke dalam rumah mereka, dan betapa kagetnya Rita ketika masuk ke dalam rumah tersebut, karena di sana sudah menunggu 30 orang lagi untuk mengantri Rita. Total 36 orang akan mengerjai Rita.

Rita didudukkan di kursi diantara mereka duduk dan mulailah mereka mengerjai Rita. Rita dipaksa membuka kancing bajunya sendiri hingga akhirnya blous Rita dilepaskan dari badannya, sementara yang lainnya mengobok-ngobok selangkangan Rita sambil menaikkan rok span Rita ke atas hingga celana dalamnya terlihat jelas. Sekarang Rita hanya memakai BH dan celana dalam saja serta sepatu hak tinggi yang dikenakannya. Mulailah Rita diobok-obok oleh mereka. Rita dipaksa duduk mengangkang dan dengan brutal mereka bergantian memaksa Rita untuk mengulum batang kejantanan mereka bergantian. Mulut Rita sibuk maju mundur mengulum batang kejantanan mereka, sementara kedua tangannya mengocok batang kejantanan kiri dan kanan. Cup BH Rita dibetot ke bawah hingga payudaranya tersembul keluar, lalu mereka bergantian menjepitkan batang kejantanan mereka di belahan payudara Rita dan mengocoknya turun naik. Bosan dengan gaya duduk, Rita dipaksa nungging, bagian selangkangan celana dalam Rita dikesampingkan dan langsung saja salah seorang dari mereka menyetubuhi Rita dari belakang, sementara 10 orang yang lainnya antri di belakang orang tersebut untuk mendapat giliran mengocok batang kejantanannya di liang kemaluan Rita.
Tiba-tiba dari arah depan, salah seorang memegang rambut dan kepala Rita hingga tidak dapat bergerak, ia mengeluarkan batang kejantanannya dan menampar-namparkannya di wajah Rita hingga ngaceng keras, kemudian memaksa Rita untuk segera mengulumnya. Lelaki tadi mulai mendorong dan menarik kepala Rita. Kepala Rita digerakkan maju mundur tanpa henti, terus menerus. Sepuluh orang antri di depan Rita untuk disepong oleh Rita. Mereka bergantian memasukkan kejantanan mereka ke mulut Rita sambil menampar-nampar wajah Rita dengan batang kejantanan mereka.
Setelah dua jam memperkosa Rita. Rita diistirahatkan selama setengah jam. Salah seorang mengambil minuman dan sepotong puding dari kulkas. Ternyata minuman tersebut adalah satu gelas air mani kental hasil pengocokan penis dari beberapa orang. Beberapa orang bergantian menyuapi Rita dengan puding yang kuahnya diambil dari gelas tersebut. Puding sperma dicekoki ke mulut Rita hingga tandas, dan Rita dipaksa minum air mani dingin tersebut hingga tak bersisa. Rita langsung mual-mual dan ingin muntah, namun oleh mereka Rita langsung diberi minum air putih.
Salah seorang mengambil 3 buah gelas berkaki yang agak besar dan mulailah mereka mengocok ramai-ramai di depan wajah Rita. Rita kembali dipaksa mengulum batang kejantanan dan disetubuhi beramai-ramai. Wajah Rita bergantian ditekan-tekan ke arah selangkangan mereka hingga batang kejantanan mereka terjepit diantara selangkangan dan wajah Rita. Ketika air mani mereka ingin muncrat keluar mereka mengumpulkannya di gelas tersebut. Tiga puluh enam porsi air mani terkumpul di dalam tiga gelas penuh, lalu disimpan sebentar dalam lemari es, agar lebih nikmat.
Setelah istirahat satu jam Rita kembali dikerjain. Seperti biasa, mereka hobi memuncratkan air mani di wajah wanita yang mereka perkosa. Rita dipaksa duduk di kursi dengan rileks, cup BH Rita di turunkan ke bawah hingga payudaranya tersembul keluar. Beberapa orang mengambil celana dalam mereka masing-masing, kemudian duduk di samping kiri dan kanan Rita. Dari bawah kursi mereka menarik sebuah baskom berukuran sedang yang ternyata isinya air mani yang dicampur dengan air sagu kurang lebih setengah liter yang sudah mereka kumpulkan berhari-hari sebelumnya. Salah seorang mencelupkan celana dalamnya ke baskom berisi air mani basi tersebut lalu Rita dipaksa membuka mulutnya dan langsung saja celana dalam yang sudah bermandikan air mani disumpalkan ke dalam mulut Rita hingga melesak semua ke dalam sambil ditekan-tekan supaya air mani tersebut meresap ke tenggorokan Rita. Secara bergantian mereka berbuat hal yang sama hingga air mani di dalam baskom habis, bahkan salah seorang memaksa Rita memasukkan sendiri celana dalam yang berlumuran mani tersebut ke dalam mulutnya.
Setelah puas menyumpalkan celana dalam di mulut Rita, kini mereka berdiri mengelilingi Rita sambil mengocok kemaluannya masing-masing. Rita tidak bisa berbuat apa-apa lagi kecuali menuruti kemauan mereka. Satu persatu dari mereka mulai memuncratkan air maninya di wajah Rita. Batang kejantanan mereka diarahkan ke wajah Rita, bahkan ada yang memukul-mukulkan kemaluannya di wajah Rita hingga air maninya berhamburan di wajah Rita. Ada yang menekan-nekan wajah Rita ke selangkangan mereka hingga mereka ejakulasi dan air maninya berantakan di wajah Rita. Sebagian dari mereka bergantian memaksa Rita mengisap kemaluan mereka dalam-dalam hingga mentok dan buah zakar mereka bergelantungan di depan bibir Rita dan mereka mengeluarkan air mani mereka di dalam mulut Rita dan kembali Rita dipaksa menelan semua air mani yang keluar, bahkan hingga menetes keluar dari sudut mulut Rita. Sebagian lagi menyuruh Rita membuka mulutnya dan mereka mengarahkan batang kejantanan mereka ke mulut Rita kemudian menyemprotkan air maninya ke mulut Rita hingga berantakan di depan bibir Rita. Beberapa orang dari mereka muncrat sangat banyak hingga membuat garis putih kental dari dahi hingga ke bibir Rita. Salah seorang mengambil sendok kecil lalu menyendoki air mani yang berantakan di wajah dan payudara Rita dan Rita dipaksa menelan air mani tersebut hingga bersih tak tersisa.
Selesai memuncratkan sperma di wajah Rita mereka mengambil tiga gelas air mani yang tadi disimpan di lemari es. Dalam keadaan masih berlepotan sperma, kembali Rita dipaksa meminum air mani dari gelas pertama hingga tandas, Rita pun sampai muntah-muntah, namun mereka tidak peduli. Gelas kedua dituangkan di wajah Rita hingga berhamburan di seluruh wajah dan rambutnya hingga menetes di pundak dan payudaranya. Dua orang menyendoki sperma yang berlepotan tersebut dan menyuapinya ke mulut Rita, hingga semua sperma yang berlepotan tersebut habis.
Selesai diperkosa dan mandi sperma, Rita kembali disuruh berpakaian dan diantar pulang dan diturunkan di daerah dekat rumahnya. Sebelum diturunkan di jalan, orang yang mengantar Rita meminta Rita untuk melepas celana dalam dan BH-nya sebagai kenang-kenangan. Tanpa basa-basi orang tersebut langsung merogohkan tangannya ke dalam rok Rita dan langsung menarik turun celana dalam Rita. Sementara itu Rita terpaksa membuka blousnya kembali untuk melepas BH-nya. Rita diturunkan dijalan tak jauh dari rumahnya tanpa mengenakan BH dan celana dalam.

Ngentot dengan Pacarku di Gedung Bioskop

Aku sebenarnya kurang begitu suka film seperti ini namun karena pacarku terus membujuk, akhirnya aku ikut saja. Lagipula aku merasa tidak rugi berada di dalam bioskop selama 3 jam lebih karena memang selama itulah durasi film tersebut.
Setelah duduk di dalam bioskop, kami membuka ‘perbekalan’ kami (berhubung selama 3 jam ke depan kami akan terpaku di depan layar). Aku mengeluarkan popcorn dan minuman yang telah kami beli di luar.
Michael duduk di sebelah kiriku. Dua bangku paling pojok di sebelah kananku masih kosong. Beberapa menit kemudian, trailer film-film sudah mulai diputar. Menjelang film Lord Of The Ring dimulai, seorang pria bersama pacarnya duduk di sebelah kananku. Aku hanya dapat melihatnya samar-samar karena suasana di dalam ruangan itu sangat gelap.
Pria itu duduk tepat di sebelah kananku dan pacarnya di sebelah kanan pria itu. Mereka pun mengeluarkan makanan dan minuman untuk disantap selama film diputar.
Sepuluh menit berlalu setelah film tersebut berjalan. Aku sekilas melihat pria di sebelahku menaruh tangan kirinya di alas lengan di antara kursi kami berdua. Sedangkan tangan kanannya menggenggam tangan pacarnya.
Ia mengenakan sebuah cincin dengan hiasan batu cincin besar yang sangat mencolok di jari tengah tangan kirinya. Dan di jari manisnya ia mengenakan sebuah cincin yang sangat sederhana. Menurut analisaku pria ini telah menikah. Selain dari cincin yang kuduga adalah cincin pernikahan, aku juga melihat sekilas wajah pria itu.
Kulitnya lebih hitam dari kulitku yang putih (aku dari keturunan chinese). Dari wajahnya aku memperkirakan umurnya sekitar 35-an. Akan tetapi aku tidak sempat melihat wanita yang datang bersamanya (istrinya?). Pikiranku menduga-duga apakah pria ini sedang berselingkuh dengan wanita lain. Namun segera aku tepis pikiran itu dan mengatakan pada diriku sendiri bahwa pria itu sedang bersama istrinya dan tidak perlu aku berprasangka buruk terhadap mereka.
+/- tutup/baca lebih jauh…
Aku kembali berkonsentrasi pada film di layar di hadapanku sambil menikmati kudapan. Sesekali Michael juga meraup popcorn yang kupegangi itu. Michael begitu serius menonton. Memang ia sangat menyukai film yang merupakan akhir dari 2 seri sebelumnya. Setengah jam kemudian, semua makanan dan minuman yang kami beli tadi sudah habis.

Boleh dikatakan film itu sangat tegang. Dengan adegan perang yang sangat seru, mataku mau tidak mau terpaku pada layar. Pada satu adegan yang mengejutkan, aku sampai terlonjak dan berteriak. Michael meraih tangan kiriku dan menggenggamnya dengan lembut. Aku pun semakin mendekatkan diri padanya karena memang pada dasarnya aku takut menonton adegan perang.
Dari ujung mataku, aku merasakan pria di sebelahku memandangi kami (atau aku?). Karena pria itu hanya sebentar saja memandangi kami, aku tak menggubrisnya. Akan tetapi makin lama, pria itu semakin sering dan semakin lama memandangi kami. Aku menyempatkan diri untuk melirik ke arahnya dan benar dugaanku bahwa pria itu memang memandangi kami, atau lebih tepatnya ia memandangi aku.
Walau merasa risih, aku memutuskan untuk mengacuhkan pria itu. Untunglah film itu terus menerus mengetengahkan adegan-adegan yang seru sehingga aku dapat dengan mudah melupakan pria itu.
Film telah berlangsung hampir setengahnya. Michael berkata bahwa ia ingin buang air kecil. Dalam gelap, ia meninggalkanku (kebetulan film bukan sedang adegan yang seru).
Setelah Michael hilang dari pandanganku, tiba-tiba pria itu menepuk lenganku dan berkata, “Sudah baca bukunya?”
Aku terlonjak karena kaget tiba-tiba diajak ngobrol seperti itu di tengah pemutaran film. Seingatku aku tidak pernah berbicara dengan orang asing di dalam bioskop (apalagi saat film sedang berlangsung).
Aku mengira-ngira apa yang dimaksud dengan pertanyaan pria itu. Aku rasa ia menanyakan tentang buku Lord Of The Ring 3. Aku menjawab singkat, “Belum.”
Entah mengapa jantungku jadi berdebar kencang. Ada perasaan aneh yang menyelimuti hatiku. Campuran antara kaget, curiga, penasaran dan… takut. Dari awal berbicara denganku, pria itu menatap mataku dalam-dalam seperti sedang membaca pikiran dalam benakku.
“Sayang sekali. Baca dulu deh, baru bisa lebih menikmati filmnya,” pria itu menyanggah dengan suara yang dalam namun pelan.
Setelah itu ia kembali menatap ke depan dan meneruskan menonton. Aku ditinggalkan dalam perasaan yang tidak menentu dan agak kosong. Anehnya aku merasa seperti ingin menangis. Pada saat itulah Michael kembali.
Aku tidak menceritakan kejadian aneh itu kepadanya. Mungkin karena aku tidak ingin mengganggu kenikmatannya menonton film itu. Tapi alasan yang lebih menonjol adalah timbulnya rasa takut untuk menceritakannya kepada pacarku saat itu.
Aku berusaha untuk menonton lagi walau pikiranku terus melayang ke sana kemari. Ketika pikiranku berputar-putar tak tentu arah, tiba-tiba aku merasakan ada yang menyentuh pundak kananku.
Awalnya aku mengira Michael yang menyentuhnya. Tetapi setelah kuperhatikan, ia sama sekali tidak bergerak (ia masih serius memperhatikan layar bioskop).
Aku melihat ke belakangku. Tidak ada apa-apa karena memang kami duduk di baris paling belakang. Aku melihat ke sebelah kananku dan mendapati pria itu sedang menonton dengan asik bersama istrinya.
Setelah lelah mencari-cari, aku kembali menonton. Dalam hati aku masih mencari-cari apa yang menyentuh pundakku itu. Tadi aku benar-benar merasakan sebuah tangan menyentuh pundakku. Aku yakin benar. Namun aku jadi bingung karena tidak melihat adanya orang lain di sekitarku yang mungkin melakukannya.
Kepalaku menjadi pusing dan berputar. Aku merasa mual dan tidak enak badan. Aku menutup mataku untuk menenangkan pikiranku. Beberapa detik kemudian, aku merasakan diriku seperti sedang mengapung di air yang sejuk dan tenang. Semua perasaan tak enak tadi sekonyong-konyong lenyap begitu saja dan digantikan dengan perasaan nyaman dan santai.
Mataku masih terpejam pada saat aku kembali merasakan sebuah tangan menjamah pundak kananku. Aku berusaha untuk tetap tenang. Aku melirik ke pria di kananku. Ia duduk berdempetan dengan istrinya. Pria itu sedang merangkul pundak istrinya.
Kecurigaanku padanya langsung hilang begitu mengetahui ia tidak sedang berada dekat dengan tubuhku. Aku menengok ke Michael dan juga mendapati ia sedang asyik menonton. Dengan adanya perasaan sebuah tangan sedang merangkul pundakku, aku meneruskan menonton sambil mencoba untuk tidak memikirkan hal itu. Usahaku sia-sia.
‘Tangan’ di pundak kananku bergerak-gerak ke atas dan ke bawah seperti sedang mengusap-usap lembut tubuhku. Kemudian aku merasakan ada angin hangat berhembus perlahan meniup bagian kiri leherku.
Aku langsung menengok ke arah datangnya angin itu. Tidak ada apa-apa. Michael sedang duduk melipat tangan di depan dadanya sambil bersilang kaki.
Belum sempat aku berpikir lebih jauh, aku merasakan leherku dijilat. Ya, aku benar-benar merasakan sebuah lidah yang hangat dan basah menyapu leherku itu. Bulu kudukku spontan meremang.
Langsung aku menengok lagi sambil mengusap leherku pada bekas jilatan itu. Kering. Tidak basah sama sekali. Dan tidak ada apa-apa di sampingku.
Michael rupanya agak terganggu dengan kegelisahanku. Dia menanyakan ada apa. Aku tidak memberitahukannya. Aku menyuruhnya untuk kembali menonton.
Michael kembali menonton. Ia menggenggam tangan kiriku dan mendekatkan tubuhnya sehingga lengan kanannya menempel dengan lengan kiriku. Aku masih merasakan pundak kananku dirangkul oleh ‘tangan’ yang tak nampak.
Dalam posisi yang lebih dekat dengan pacarku, aku bisa menjadi lebih tenang. Namun perasaan tenang itu hanya sebentar.
Kuping kiriku dikecup dengan lembut. Aku menengok ke kiri. Tetap saja tidak ada apa-apa selain Michael yang sedang menatap serius layar di depan.
Aku mulai panik. Jangan-jangan ada mahluk halus di dalam bioskop itu, pikirku. Aku merasakan kembali kecupan itu. Mulai dari telingaku lalu bergerak ke bagian belakangnya.
Pada saat kecupan itu menghampiri belakang telingaku, darahku mendesir dengan kuat. Jantungku berdebar. Hanya Michael (dan diriku tentunya) yang tahu bahwa belakang telinga merupakan titik erogenku (erogen = daerah pada tubuh yang sensitif terhadap rangsangan sexual).
Aku melepaskan nafas yang panjang melalui mulutku sambil mengubah posisi duduk. Michael melihat perubahan pada diriku. Tentu ia mengira aku bosan karena setelah itu ia mengusap-usap tanganku yang digenggamnya.
Entah apa yang sedang terjadi pada diriku. Hanya karena Michael mengusap-usapkan jari-jarinya di tanganku, aku menjadi terangsang. Hal seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya. Walau kami sudah berpacaran lebih dari setahun, aku tidak pernah berbuat jauh selama berpacaran dengan Michael. Tidak pernah melebihi ciuman di kening, pipi dan bibir. Aku tahu sebenarnya diriku tergolong gadis yang tidak tertarik akan hal-hal yang berbau sex, boleh dibilang: frigid.
Baru akhir-akhir ini saja aku mulai melayani Michael dengan tanganku. Pertama kali memegang penisnya, aku merasa risih dan agak jijik. Namun setelah melakukannya dua atau tiga kali, aku dapat mengatasi perasaan tersebut.
Hal yang paling menarik dalam memberi Michael ‘hand-job’ adalah pada saat dirinya berejakulasi. Melihat dirinya mengejang-ngejang sangatlah menarik dan sexy. Juga sebelumnya aku tidak pernah membayangkan seorang pria dapat menyemprotkan cairan seperti itu.
Michael pernah memintaku untuk menghisap kemaluannya. Tentu saja aku tolak. Dan untunglah sampai saat ini ia tidak pernah memintanya lagi.
Michael juga tidak pernah menjamah tubuhku. Sentuhan-sentuhannya paling hanya berkisar pada lengan dan wajahku. Aku tidak akan mengijinkannya menjamah dadaku terlebih lagi kemaluanku, dan ia tahu itu. Aku takut kami tidak dapat mengendalikan diri sehingga akhirnya kami kebobolan. Aku ingin agar hubungan sex kami dilakukan pada malam pertama yang sakral. Singkat kata, kami menerapkan sistem berpacaran yang ketat dan konservatif. Sampai saat ini aku masih perawan dan begitu pula Michael (setidaknya ia mengaku demikian). Michael merupakan pacar pertamaku sedangkan Michael sebelumnya sudah pernah satu kali berpacaran. Jadi saat itu adalah pertama kalinya aku mendapatkan ‘kecupan’ di belakang kuping. Michael pernah menyentuhnya dengan ujung jarinya dan itu saja sudah membuatku berdebar.
Aku tidak dapat berpikir banyak. Biasanya aku dapat mengatasi dorongan sexualku namun saat itu aku seakan jatuh ke dalam aliran sungai birahi yang deras dan hanyut terbawa arusnya.
Jantungku serasa akan mau copot pada saat kecupan itu bergerak turun ke leherku. Aku mengerang sedikit karena saat sadar apa yang kuperbuat, aku segera menghentikan eranganku. Michael tidak mendengar eranganku tadi.
Aku menoleh ke kanan untuk melihat apakah pria itu mendengar eranganku tadi. Rupanya pria itu sedang mencumbu istrinya. Bagus, pikirku. Dengan demikian ia tidak akan melihat atau mendengarkan diriku.
Sebenarnya aku agak risih berada di samping pria yang sedang mencumbu istrinya itu. Walau demikian aku mencuri-curi pandang ke arah pria itu untuk melihat apa yang sedang dilakukannya. Lewat ujung mataku, diam-diam aku memperhatikan sepasang insan yang sedang bercumbu itu.
Pria itu sedang menciumi leher istrinya. Tangan kanannya dirangkulkannya ke pundak istrinya. Istrinya terlihat sangat menikmati.
Saat tangan kiri pria itu memegang lengan kiri istrinya, aku juga merasakan ada sebuah tangan menyentuh bagian atas lengan kiriku. Aku kaget memikirkan kemungkinan yang terjadi saat itu. Tangan kiri pria itu menggenggam erat lengan kanan istrinya. Genggaman pada lengan kananku juga bertambah. Kecurigaanku semakin kuat.
Entah bagaimana, semua perbuatan pria itu pada istrinya juga dirasakan oleh tubuhku. Aku sangat takut. Memikirkan kemungkinan yang dapat terjadi kemudian, jantungku seperti berhenti berdetak.
Perasaan pusing dan berputar itu kembali muncul seiring dengan usahaku untuk ‘membebaskan diri’. Semakin aku berusaha, kepalaku semakin sakit.
Akhirnya aku menyerah dan tidak memberikan perlawanan lagi. Aku membiarkan semua ‘perasaan’ yang muncul saat itu.
Pria itu menarik wajah istrinya mendekat lalu memagut bibirnya. Pagutan mulut pria itu pada istrinya terasa jelas pada bibir mulutku. Setiap sentuhan, tekanan serta usapan bibir dan lidah pria itu semua kurasakan pada bibir dan mulutku. Aku menutup mulutku rapat-rapat namun masih saja merasakan pagutan yang kian memanas.
Aku tahu lidah pria itu sedang bermain-main dengan lidah istrinya karena lidahku pun merasakan sensasi itu. Mendapati diriku menikmati semua itu membuat malu diriku. Aku belum pernah merasakan kenikmatan seperti ini pada saat berciuman dengan Michael.
Setelah pria itu melepaskan mulutnya dari bibir istrinya, wanita itu tampak terengah-engah. Sialnya, aku pun mengalami hal yang sama. Dadaku naik turun terengah-engah, seperti baru selesai berlari.
Untunglah sampai saat itu, baik pria itu maupun Michael tidak memperhatikan diriku. Lalu pemikiran itu muncul. Jangan-jangan pria di sebelahku itu memang sedang mengguna-gunai aku dengan pelet, hipnotis, guna-guna atau hal-hal lain yang sejenisnya. Jika benar demikian, berarti seharusnya ia tahu apa yang sedang terjadi pada diriku.
Aku teringat perkataan pendetaku di gereja, bahwa orang beriman tidak bisa kena guna-guna atau pelet. Hatiku mencelos. Sudah sekian lama aku tidak beribadah kepada Tuhan. Seharusnya dua minggu lalu, aku menerima ajakan temanku untuk ke gereja bersamanya. Namun aku malah pergi bersenang-senang ke mall.
Penyesalanku menguap dengan cepat pada saat aku merasakan payudaraku ‘dijamah’. Jamahan itu tidak terlalu terasa. Aku melirik ke kanan. Pria itu sedang menggerayangi dada istrinya.
Untungnya aku tidak terlalu merasakan apa-apa pada saat itu. Belum pernah aku disentuh oleh orang lain pada daerah dadaku. Boleh dikatakan saat itu merupakan pertama kalinya aku merasakan sentuhan (walau secara tak langsung) pada payudaraku. Dan rupanya tidak senikmat seperti yang kudengar dari omongan orang.
Akan tetapi aku harus segera meralat pendapatku itu. Pria itu memasukkan tangannya ke dalam kemeja istrinya. Tangannya hilang di balik kemeja tersebut sehingga aku tidak tahu apa yang sedang dilakukannya.
Detik berikutnya sungguh membuatku melambung tinggi. Aku merasakan dengan sangat jelas, jari-jari pria itu memuntir lembut puting susu istrinya. Aku memejamkan mataku sambil mengatur nafasku yang mulai tak teratur karena secara tak langsung aku pun merasakan jemari pria itu menari-nari pada payudara dan puting susuku.
Sejenak aku merasa jijik pada pria itu tetapi setelah beberapa saat perasaan yang tinggal hanyalah birahi semata. Selama ini aku mengira bahwa aku tidak akan pernah menikmati hal-hal sexual seperti ini. Sekarang aku merasakan yang sebaliknya.
Pilinan jari-jari pria itu membuat darahku lebih menggelegak dibanding sensasi dari ciuman di belakang telingaku. Aku tidak pernah menyadari bahwa payudaraku (terutama putingnya) sangat sensitif. Sejak saat itu aku baru tahu bahwa daerah payudara juga merupakan titik erogen pada tubuhku.
Belum sempat aku mengikuti pacu detak jantungku, aku merasakan pria itu menyentuh bagian dalam paha istrinya. Kemudian pria itu mengusap kemaluan istrinya. Usapannya terasa seperti terhalang sesuatu (yang akhirnya kutahu bahwa ia mengusap kemaluan istrinya yang masih tertutup celana dalam).
Aku membuka mataku dan menoleh sedikit ke arah pria itu untuk melihat apa yang sedang dilakukannya. Dengan tangan kanannya, ia memain-mainkan payudara istrinya dan tangan kirinya merogoh selangkangan istrinya. Saat itulah aku dapat dengan lebih jelas melihat istrinya.
Wanita itu sangat cantik (jauh lebih cantik dariku). Bila ia mengaku dirinya artis dengan mudah aku akan percaya. Kulitnya sedikit lebih putih dibanding suaminya namun masih lebih gelap dari kulitku. Rambutnya panjang agak ikal. Dari wajahnya ia terlihat begitu menikmati sentuhan-sentuhan suaminya (yang secara tak langsung juga kunikmati). Ia mengenakan kemeja yang sudah terbuka kancing-kancingnya dan memakai rok pendek.
Kemudian dari balik celana jeans yang kukenakan saat itu, aku merasakan sebuah jari (yang sangat panjang) mengusap sekujur bibir kemaluanku. Usapan itu terasa begitu panjang dan lama. Aku sempat menggigil karena terjangan sensasi yang menghambur dari selangkanganku menyebar dengan cepat ke seluruh tubuh.
Tanpa pikir panjang, aku langsung berdiri dan berlari meninggalkan bioskop itu. Aku tidak mengatakan apa-apa pada Michael. Lagipula ia sedang asik menonton (waktu itu sedang adegan perang yang terakhir).
Aku melompati dua anak tangga sekaligus untuk keluar dari ruangan itu. Aku bergegas menuju WC berharap semua sensasi pada tubuhku dapat hilang seiring dengan menjauhnya diriku dengan pria itu. Dugaanku salah.
Sepanjang jalan menuju WC, aku terus merasakan pria itu mengoles-oles jarinya di sepanjang bibir kemaluan istrinya. Sedikit demi sedikit jarinya semakin masuk lebih dalam. Cukup sudah, pikirku. Hentikan! Aku tak tahan lagi terhadap gemuruh birahi dalam tubuhku.
Aku merasa liang kewanitaanku menjadi agak basah. Aku hampir tidak pernah ‘basah’ di bawah sana bahkan pada saat sedang berciuman dengan Michael. Paling sesekali aku menjadi ‘basah’ pada saat sedang memberikan ‘hand-job’ pada Michael.
Pintu WC kubuka dan aku lega karena tidak ada orang di dalamnya. Aku masuk ke salah satu ruang toilet dan segera menguncinya. Pada saat itulah aku tersentak karena kaget dan sedikit sakit. Pria itu memasukkan jarinya ke dalam vagina istrinya. Aku merasa jari itu begitu besar dan panjang seakan menyentuh ujung rahimku. Untuk sesaat jari itu tidak bergerak di dalam vagina istrinya. Bukan hanya jari itu yang tidak bergerak, tubuhku juga tidak bergerak karena shock.
Aku merasakan jari pria itu jelas-jelas menembus liang kewanitaanku yang berarti selaput daraku sudah sobek. Setelah dapat menguasai diriku kembali, aku segera membuka celana jeansku untuk melihat apakah ada darah yang keluar dari kemaluanku. Tidak ada. Tidak ada bercak merah pada celana dalamku. Yang ada hanya cairan bening (agak putih) yang keluar dari kemaluanku sebagai pelumas.
Tak lama setelah itu, secara perlahan ia menggerak-gerakkan ujung jarinya seperti sedang mengorek-ngorek. Kakiku menjadi lemas seakan berubah menjadi agar-agar. Aku segera duduk di closet untuk menenangkan diri.
Nafasku semakin memburu. Desahan demi desahan keluar dari mulutku seiring dengan gerakan ujung jari itu. Seluruh tubuhku terasa panas dan gerah.
Gerakan jari pria itu sekarang berubah menjadi gerakan maju dan mundur. Gerakannya sangat pelan namun sensasi gesekan kulit jari pria yang besar itu terasa begitu jelas pada dinding vaginaku. Seakan jari pria itu benar-benar maju mundur dalam diriku.
Bersamaan dengan itu, aku mendengar pintu WC dibuka dan terdengar seseorang masuk. Aku menutup kuat-kuat mulutku sendiri dengan kedua tanganku. Aku tidak ingin orang lain mendengar aku mendesah-desah di dalam toilet.
Sulit sekali menghiraukan rangsangan yang begitu hebat yang melanda tubuhku saat itu. Aku berkali-kali harus menggigit bibir bawahku agar tidak bersuara.
Pria itu sedikit mempercepat gerakan jarinya namun semakin lama hujaman jarinya itu terasa semakin mendalam. Pintu WC kembali dibuka. Aku masih menekap mulutku dengan kedua tanganku sambil mendengar apakah benar orang yang tadi masuk sudah keluar (atau jangan-jangan ada orang lain lagi yang masuk ke WC).
Setelah memastikan tidak ada orang lain di dalam WC, aku melepaskan kedua tanganku dari atas mulutku dan kembali ‘bersuara’. Rupanya pria itu sudah tidak memain-mainkan payudara istrinya karena aku baru saja merasakan tangan yang satunya memilin klitoris istrinya. Saat itu pula aku mengerang keras (aku tak peduli lagi apakah ada yang mendengar).
Luar biasa! Benar-benar luar biasa! Aku bergetar karena terangsang dan juga malu karena menikmati semua itu. Jika aku tidak berkeinginan kuat untuk memegang komitmen menjaga keperawananku sampai menikah, aku benar-benar ingin mencoba berhubungan sex dengan Michael setelah ini.
Pria itu menghujamkan jarinya dalam-dalam dan diam tidak bergerak. Lalu ujung jarinya bergetar-getar kecil. Wow, aku benar-benar dibawa melambung semakin tinggi. Lalu seperti tiba-tiba, pria itu mengeluarkan jarinya. Dalam hatiku berkecamuk perasaan antara lega dan kesal karena semua itu kelihatannya sudah berakhir.
Aku terdiam. Dorongan sexual masih berkobar dalam diriku. Namun aku terus berusaha untuk menurunkan tekanan dalam diriku itu. Lima menit aku seperti terkulai lemas tak berdaya duduk di closet sambil mengejap-ngejapkan mataku dan mengatur nafasku yang menderu-deru.
Pada saat aku masuk ke bioskop kembali ke tempat dudukku, aku hampir tak berani menatap pria itu. Dari ujung mataku aku merasa ia memandangi aku dengan senyum penuh kemenangan. Segera aku duduk dan memeluk lengan pacarku.
Dua puluh menit kemudian film berakhir. Aku mengajak Michael untuk segera meninggalkan ruangan itu sehingga tidak perlu bertatapan dengan pria di sebelahku. Michael menurut saja.
Akhirnya kami bergabung dengan gerombolan orang-orang yang berdesakan ingin segera keluar dari bioskop. Pria itu dan istrinya tidak beranjak dari tempat duduknya. Betapa leganya aku mengetahui semuanya itu sudah berakhir.
Namun sekali lagi aku salah. Setelah keluar dari ruangan itu, kami tidak langsung pulang (walau sudah malam). Kami berjalan-jalan di mall. Kebetulan aku hendak membeli kemeja untuk kerja (maklum aku baru kerja satu bulan).
Sekitar satu jam setelah keluar dari bioskop, selagi kami berjalan-jalan di R*** (departemen store), tiba-tiba aku mulai merasakan sensasi seperti tadi di dalam bioskop. Payudaraku terasa seperti diremas-remas. Kali ini remasan itu terasa pada kedua payudaraku.
Hatiku mencelos dan berpikir jangan-jangan pria itu kembali bercumbu dengan istrinya. Namun kali ini ia melakukannya tanpa ‘foreplay’ terlebih dahulu.
Hanya selang beberapa menit aku kembali dikuasai oleh birahiku yang meletup-letup. Michael yang kugandeng sedari tadi belum menyadari perubahan pada diriku.
Namun pada saat aku merasakan jari pria itu menyentuh kemaluan istrinya, aku terdiam dan berdiri tegang. Michael tersentak karena aku berhenti secara tiba-tiba. Ia menanyakan ada apa. Aku belum bisa menjawabnya. Mulutku kelu dan hatiku berdebar keras. Aku hanya dapat berharap ia tidak mendengar dentum jantungku.
Sepuluh detik kemudian aku memberi alasan bahwa aku teringat akan suatu hal namun sudah lupa lagi saat itu. Michael tampaknya mempercayainya.
Jari pria itu secara perlahan membuka mulut bibir vagina istrinya, aku dapat merasakan tiap sentuhannya. Dengan sangat amat perlahan jari itu menembus masuk ke dalam liang kewanitaannya. Aku harus berpegangan erat pada rak (tempat digelarnya baju-baju obral) agar tidak jatuh. Michael masih tidak memperhatikanku.
Jari itu terasa begitu besar bahkan terasa lebih sakit dari saat jarinya pertama kali menembus vaginanya tadi di bioskop. Tiba-tiba aku baru menyadari bahwa yang masuk ke dalam liang kewanitaannya itu bukanlah jari melainkan penis.
Memikirkan hal itu membuat jantungku seperti dihempas dari atas gedung lantai 10. Seperti inikah rasanya bila penis seorang pria menerobos masuk ke dalam diriku. Sakit. Otot-otot vaginaku terasa seperti akan robek.
Detik-detik berikutnya sama sekali tidak dapat kuduga bahwa ada sensasi yang begitu nikmat dalam hidup. Pria itu menggerak-gerakkan penisnya maju mundur. Bersamaan dengan itu, ia memain-mainkan klitoris istrinya.
Serta merta lututku langsung terasa hampa dan aku terpuruk jatuh ke lantai seperti boneka tali yang diputuskan tali penyangganya. Michael panik melihat diriku yang terjatuh itu, namun tidak sepanik diriku. Beberapa orang di sekitar kami, memandangi aku dengan pandangan bingung.
Aku berusaha bangun tapi sensasi kenikmatan itu terus menghantam diriku bertubi-tubi sehingga semua usahaku sia-sia. Rasa takut dan malu mulai menyelimuti hatiku. Jangan sampai orang-orang itu tahu apa yang sedang terjadi. Oh Tuhan, apa yang sedang terjadi pada diriku, aku membatin.
Tiba-tiba aku teringat sesuatu. Aku mulai berdoa, meminta ampun pada Tuhan dan mohon pertolonganNya. Sekejap mata semua sensasi itu lenyap musnah.
Michael sudah berhasil memapah aku untuk berdiri. Aku juga sudah dapat menguasai diri lagi. Sebelum sempat ia bertanya, aku memberi alasan bahwa aku kurang enak badan dan minta segera diantar pulang.
Sesampai di rumah Michael kusuruh segera pulang (karena sudah larut malam). Aku segera masuk ke dalam kamar dan bersiap tidur. Aku kembali memikirkan apa yang terjadi tadi. Malam itu aku mendapat pengalaman yang benar-benar tak dapat kulupakan.
Aku tahu aku masih perawan (secara fisik) namun secara batiniah aku merasa keperawananku telah direnggut oleh pria itu. Walaupun begitu aku bersyukur tidak terjadi hal-hal yang lebih buruk tadi. Aku juga berjanji untuk lebih mempertebal imanku sehingga tidak mudah diguna-guna oleh orang lain.
Anehnya terlintas sekelebat di benakku agar dapat merasakan kembali apa yang telah aku rasakan di mall tadi. Apa ruginya, pikirku. Selaput daraku masih utuh namun aku dapat merasakan nikmatnya berhubungan sex dengan pria. Namun mengingat janjiku kepada Tuhan barusan, aku membuang jauh-jauh pikiran itu.
Sekarang aku tidak lagi menilai diriku sebagai wanita frigid. Aku merasa nyaman dengan sexualitas diriku dan kini aku lebih terbuka akan hal-hal yang berbau sex. Tetapi aku tetap saja menerapkan sistem berpacaran yang ketat dan konvensional pada Michael, pacarku