"Belajar Seks Di kamar Kos" - Ini dia pengalaman terindahku ketika aku
bercinta dengan seorang gadis seksi bernama MINI. Berikut ini Cerita
Dewasa tersebut:
Malam yang gelap,tidak ada aktivitas lage yang
aku kerjakan setelah semua tugas-tugas kul kelar. Nonton Tv juga monoton
saja,acara itu-itu aja ah bete,ngapain enaknya”Hp berdering si
beb’,teman kampusku tlp.apalagi kalau bukan nanyain tugas dari Dosen A
udah aku selesaikan belom,dasar gelo sering nyontek aku pekerjaannya
tapi gak apa-apa demi teman.
Karena kesibukannya sendiri paling
lali mengerjakan materi kul. Setelah trima tlp.usai utak-utik atau
browsing di internet cari sohip-sohip dunia maya enak kali,mesti hanya
memandang monitor tapi rasanya persahabatan tetep terjalin indah sampai
aku berkenalan dengan wanita yang akan aku temui sebagai wujud kalau
pertemanan ini tidak maya, Berawal dari email lalu SMS, aku berkenalan
dengan Mini, panggilanku pada Dominique.
Kami sepakat untuk
saling bertemu di sebuah kafe, daerah atas kota Bandung. Dari penampilan
awalnya aku cukup tertarik, meskipun bodinya tergolong biasa-biasa saja
tapi wajahnya yang sangat cute membuatku terdiam untuk sesaat.
Perawakan
Mini kurang lebih tinggi 165 cm, 50 kg dengan kulit putih, rambut hitam
lurus sebahu, sama-sama keturunan cina sepertiku juga dan berumur 20
tahun merupakan mahasiswa di sebuah universitas swasta di Bandung,
ukuran payudaranya 34B dibalut dengan kaos ketat sungguh ideal.
Kami
pun mulai mengobrol panjang di kafe tersebut dan pendek kata kami pun
mulai serius tentang hubungan kami yang mungkin lain dari biasanya,
yaitu kegiatan BDSM. Kuketahui juga Mini sudah tidak perawan karena
pernah ML dengan cowonya yang sekarang tidak tahu ada dimana.
Mini
terlihat sedikit nakal dan sesuai harapanku yang sedang mendalami
bidang ini. Mini menganjurkan di tempat kosnya, karena katanya dalam 2-3
hari ke depan tidak ada orang lain karena pada mudik liburan. Aku pun
setuju dan berjanji besok aku akan langsung datang ke tempat kosnya.
Hari
yang telah ditentukan telah datang, aku pergi menuju 711, swalayan
dekat kampusku, di sana aku membeli beberapa gulung tali pramuka,
jepitan jemuran 1 pack, lilin merah besar yang biasa ada di kuil-kuil 2
buah, dan beberapa minuman. Siaplah aku menuju cafe yang telah
ditentukan, aku dengan perlengkapan aku di tas sudah lengkap plus
belanjaan tadi.
Meluncurlah aku dengan menggunakan motor bebekku
ke tempat kos Mini. Aku mulai memperlahan laju motorku dan melihat
alamat yang tertera di HP-ku, setelah beberapa lama kutemukan sebuah
rumah tinggal yang dijadikan tempat kos.
“Biasa saja, lebih bagus kos gue”, pikirku.
Aku langsung menelepon Mini agar keluar dari tempat kosnya.
“It’s show time” dalam benakku.
Lalu aku melihat Mini keluar dengan pakaian senam yang masih basah keringat hingga membuatnya makin aduhai.
“Sori gue baru beres joging nih, masuk.., masuk”, kata Mini sambil membukakan gerbang.
Akupun mulai masuk dan celengak-celinguk melihat kos-an yang berisi 4 kamar layaknya rumah tinggal biasa.
“Beneran kaga ada sapa-sapa neh?”, tanyaku.
“Kaga ada, pembokat dah pulang dari tadi, now cuma ada lo ama gue, kapan neh mulainya?”, Jawab Mini.
Aku langsung mengeluarkan tasku dan Mini langsung ikut melihat barang yang kubawa.
“Hehe.. kok gituan aja seh, disini juga ada kaga usah repot-repot”, kata Mini sambil mengeluarkan kotak di kamarnya.
“Pake semua yang lu mau ke gue” jawabnya sambil memberikan kotak tersebut padaku.
“Wahh..,
gila lo dapat dari mana semua alat ini?”, tanyaku karena baru kali ini
aku melihat alat-alat penyiksaan yang biasanya hanya aku liat di
internet.
“Jangan rewel, cepetan donk gue dah ga sabar lu bisa apa aja”, jawabnya.
Tanpa menjawab karena aku masih keasyikan melihat “barang-barang” yang sebagian masih tidak kuketahui fungsinya.
“OK., siplah ayo kita mulai”, jawabku.
Permainan dimulai, Mini hanya duduk melihatku meninjau tempat yang ingin aku gunakan.
“Sini
lo, gue dapat tempat yang enak buat nyiksa lo”, kataku sambil tersenyum
melihat lapangan basket dengan 1 tiang dengan luas 4×5 meter di ruangan
tertutup belakang kos.
Aku mulai mengambil bambu bulat berukuran
1 1/2 meter dengan diameter 10 cm dan mengikat tangan Mini bersama
bambu tersebut. Hasilnya tangan Mini terentang ke arah berlawanan
seperti orang yang disalib. Belum puas dengan itu aku mengikat
“shibari”, sehingga payudaranya tampak menonjol.
Mini merasa
kesakitan terlihat dari wajahnya yang mulai merah, tapi saat kutanyakan
Mini menjawab “Lanjutin aja gue nikmatin kok, jangan sungkan-sungkan gue
kaga marah gue hepi kok” sambil tersenyum.
Akupun tidak
tanggung-tanggung lagi langsung mengambil sepatu hak tinggi merahnya
sekitar 10 cm, penjepit yang telah kubeli, ball gag di kotak Mini, dan
sun block untuk kuoleskan pada kulit Mini karena rencanaku akan kujemur
Mini di lapangan tersebut dalam waktu cukup lama, matahari masih cukup
terik meskipun jam sudah menunjukan pukul 4 sore. Setelah kuoleskan pada
sekujur tubuhnya, aku memasangkan ball gag ke mulutnya.
Aku
yakin Mini tidak akan bisa bersuara lagi. Kemudian sepatu tingginya
untuk memberikan efek pegal dan kejang, aku mulai membuat simpul di
bambu yang menempel di punggung Mini untuk digantung di tiang ring.
Akhirnya Mini hanya menapak pada hak sepatu yang kecil dengan badan
tergantung tanpa daya. Terakhir aku memasangkan penjepit di kedua belah
puting, di ketiak, di paha, di perut, di bagian kemaluannya.
“Erghh. Hh.. Hh..”, kudengar erangan Mini tapi tidak kuhiraukan.
“Ok
gue tinggal dulu, gue laper mo makan”, kataku dengan senyuman sambil
memasangkan 2 jepitan tersisa di daun telinganya, langsung terlihat Mini
berusaha melepasnya dengan menggeleng-gelengkan kepalanya tapi percuma
karena jepitannya cukup kuat.
Maka tinggalah Mini sendirian,
karena aku sudah pergi untuk melihat-lihat “lokasi” berikutnya, lalu aku
benar-benar pergi membeli makan tak jauh dari situ ada tempat makan
nasi campur yang sudah jadi langgananku meskipun aku tidak kuliah di
daerah tersebut.
Tak terasa aku sudah makan dan nonton TV, serasa
pemilik rumah tersebut hingga sudah 1 jam lebih aku meninggalkan Mini.
Sebenarnya aku bisa saja berbuat jahat, tapi jika aku hanya ingin
kesenangan materi, aku sudah berkecukupan .
Kutengok Mini yang sudah bersimbah keringat semua baju senamnya sudah basah. Pertama kulepaas jepitan-jepitan yang terpasang.
“Aarrgg.. Hh..”, desah Mini karena aliran darahnya berjalan lagi.
Mini
terlihat pucat, lemah sekali kehabisan tenaga karena “upacara” tadi.
Kulepaskan juga ikatan pada bambu tapi tali shibari yang mengelilingi
tubuhnya tak kulepas malah kutekukkan pergelangan tangan Mini ke bagian
belakang dan kuikat, dadanya makin menonjol.
Sebenarnya aku cukup prihatin karena walau tak kuikatpun Mini sudah pasrah dan tidak akan kabur.
Aku tanya padanya, “Lo masih kuat gak?”, sambil kulepas ball gag yang menyisakan garis merah di pipinya.
“Gak papa kok gue cuma cape aja”, jawabnya sambil tersenyum kecil.
Kemudian kupapah dirinya ke kamarnya lalu kusuapi makan dan minum dengan kondisi tangan masih terikat.
“Sudah
siap untuk selanjutnya?”, tanyaku setelah memberinya waktu istirahat
setengah jam yang Mini lewatkan untuk rebahan di tempat tidurnya.
“Ok”, jawabnya lemah.
Lalu
akupun mulai membuka semua ikatan yang ada di tubuh Mini. Meskipun aku
sudah tidak tahan ingin ML dengan Mini aku masih kasihan melihat
keadannya. Akupun memandikannya sambil meraba-raba sekujur tubuhnya dan
membincangkan apa yang diinginkan Mini untuk permainan berikutnya.
Jam
telah menunjukkan pukul 7 malam saat aku mengajak Mini makan keluar,
minipun menyetujuinya dan Mini tidak kuperbolehkan memakai pakaian dalam
baik bra ataupun CD, sebelum Mini menjawab, aku sudah memainkan lidahku
di puting susunya yang mulai menegak dan terdengar desahan Mini.
“Lo
boleh ikut tapi kukenakan ini ya”, kataku sambil mengambil rantai kecil
dengan jepitan berskrup di kotak peralatan BDSM Mini.
Kukenakan
di sebelah putingnya yang telah menonjol lama, lalu kukencangkan
skrupnya sehingga aku yakin tidak akan lepas, tidak hanya itu, aku juga
mulai foreplay di selangkangan Mini dengan lidah hingga cukup membuat
Mini terangsang dan hampir orgasme karena kumainkan jemariku juga di
kemaluannya. Aku berhenti tapi Mini merengek dan kukatakan agar
bersabar, sambil tersenyum dan mengambil dildo berbentuk kapsul yang
biasa ada di film jepang dengan kekuatan 2 batere kecil.
“Gue pakein ini juga OK”, ujarku sambil memasukkan dildo itu dalam vaginanya yang sudah basah sehingga mudah dimasuki.
Terakhir
kuambil tali dan merapatkan Mini dan mengikat paha atasnya sehingga
mainanku akan tetap berada di dalam kemaluan Mini. Aku lalu mengambil
rok hitam ketat sebatas lutut untuk menutupi badan bawah Mini, aku
tertawa kecil ketika aku menyuruh Mini berjalan bak artis melenggok di
cat walk, karena Mini harus menyilangkan kakinya akibat ikatan tadi.
“Sip.. Deh OK kita pergi”, ajakku sambil kukenakan jaket bulu untuk menutupi badan Mini yang hanya dihiasi rantai.
Kami
keluar dengan motorku. Sebelum berjalan, aku menyalakan switch on pada
mainan yang “tertanam” tadi sehingga bergetar dan membuat Mini
kehilangan tenaga. Di sepanjang jalan Mini memelukku dengan tangan yang
tidak berhenti meremas-remas jaket aku.
“Dah mulai basah ya? Ga tahan ya?”, godaku. Mini tidak menjawab.
Tak
lama kemudian kami berhenti di tukang jagung bakar di daerah Dago dan
memesan makanan dan minuman. Kulihat Mini agak salah tingkah dan seperti
maling takut ketahuan polisi, banyak gerakannya yang tidak lazim dan
aku mengingatkannya sambil memeluknya.
“Anter gue beli pulsa ya di BEC”, suatu tempat elektronik di Bandung, pintaku.
Mini
hanya mengiyakan dan aku sengaja membawa jalan-jalan karena aku tahu
bahwa semakin banyak gerakan maka Mini makin terangsang jadinya. Mini
berusaha bertindak sebiasa mungkin. Perlu diketahui pacarku masih pulang
kampung dan aku sudah biasa jalan dengan cewe-cewe sehingga tidak takut
kalau kepergok teman. Minipun karena baru masuk kuliah dia belum punya
banyak teman dan dia bukan asli orang Bandung.
Pendek cerita kami
berdua sudah sampai di tempat kos Mini lagi dan aku segera membuka
jepitan di putingnya dan mengeluarkan dildo yang sudah basah. Kami
berdua tidak tahan lagi hingga langsung saja kami melakukan ML dan
setelah setengah jam aku mengeluarkan sperma di kondom, Kemudian
dilepasnya kondom tersebut dan kusuruh Mini yang sudah terkulai lemas
mengisap-isap kemaluanku.
“Aarrgg.. ngghh”, erangku keenakan karena baru pertama kali mengalaminya, biasanya hanya “ngocok” di kamar .
Aku menggapai tasku dan kuambil lilin yang tadi kubeli, dan menanyakan..
“Pake ini kuat gak?”
“Boleh dicoba tuch”, jawabnya dengan nada menantang hingga cukup membuatku bersemangat kembali.
Tanpa
ragu aku kembali dengan membawa tambang berwarna merah, dan mulai
dengan mengikat kedua tangan Mini di belakang punggungnya hingga ke
siku, terus ke depan tubuh hingga membentuk “breast-bondage” yang ketat.
Lalu kurebahkan Mini menungging di lantai, dan siksaan dimulai dengan
mencambuki Mini dengan cambuk kulit, tapi tidak terlalu keras dan hanya
bertujuan merangsangnya. Kemudian tubuhnya kubalik telentang.
Pergelangan kaki kirinya diikat menyatu dengan pangkal paha, yang
kemudian ditambatkan ke pinggir ruangan, sedangkan ikatan pada
pergelangan kaki kanan ditambatkan ke atas, sehingga bagai sedang
memamerkan vaginanya.
Kembali kucambuki tubuhnya dalam posisi
begini. Mini mengerang keras dan meronta-ronta tapi ikatanku cukup kuat
untuk dilawan seorang cewe hingga akhirnya Mini hanya bisa pasrah.
Selanjutnya tubuh Mini kuikat dengan model “shibari”, di atas
bondage-bra, sehingga payudaranya tampak menonjol. Dengan kedua
tangannya yang terikat ke belakang, dia hanya bisa pasrah menerima
cambukan bertubi-tubi pada kedua payudaranya. Begitu juga ketika kedua
tonjolan itu masing-masing kujepit dengan penjepit jemuran berukuran
besar. Kembali ujung-ujung cambuk mendarat ke arah perut dan
payudaranya. Mini menjerit-jerit kesakitan, namun aku tetap tidak peduli
dan terus mengayunkan cambuk, karena aku yakin dia juga menikmatinya
walau sulit dijelaskan dari wajahnya di balik rasa sakitnya.
Kini
pada ronde berikutnya aku membaringkan Mini di tengah ruangan, lalu aku
berjalan mengitarinya dan mengambil semacam minyak untuk dioleskan ke
sepasang payudaranya. Kemudian tetesan-tetesan lilin panas jatuh menimpa
puting dan seluruh daerah payudaranya. Tubuhnya meronta-ronta
berkelojotan menahan panas dan rasa nyeri. Setelah itu lapisan lilin itu
kukelupas sehingga menghasilkan bentuk gundukan menyerupai payudaranya.
Tak
tahan mendengar rintihan dan erangan Mini ditambah melihat gerakan
Mini, “adik”-ku bangkit kembali dan kulepaskan ikatan tangan dan kaki
Mini lalu kuambil dildo berbentuk kemaluan pria berukuran sedang dan
kembali kusuruh Mini untuk menghisap penis (blow-job) aku.
Sebelumnya
aku sudah memasangkan dildo ke anusnya dan kemudian meneteskan lilin
panas ke pinggulnya. Rangsangan dildo dan panasnya lilin membuat Mini
kian agresif melakukan blow-job nya.
Akhirnya aku mengeluarkan
“lahar panas”-ku untuk kedua kalinya. Aku merebahkan Mini di ranjangnya
dan tak terasa kami tertidur pulas karena kecapean, untung saja pada
saat pulang dari BEC tadi kami sudah mengunci rapat semua pintu dan
jendela.
Jam telah menunjukan pukul 5 dini hari. Mini masih
tertidur pulas. Aku mengingat kejadian semalam sambil menyiapkan mie
instant untuk sarapan pagi lalu setelah siap kubangunkan Mini, lalu kami
makan sambil mengobrol di ruang makan.
“Gimana semalem?”, tanyaku.
“Gila lo puting gue masih sakit gara-gara lilin, tanggung jawab lo”, jawabnya sambil tersenyum.
Dari
air mukanya aku tahu bahwa Mini menikmatinya. Tak terasa jam sudah
menunjukkan pukul 7 pagi, lalu aku mengajak Mini mandi bersama tapi
tentu saja tak lepas dari aktifitas BDSM kesukaan kami berdua.
Mini
mulai kuikat bersujud di kamar mandi dan lalu kusuntikkan cairan ke
dalam anusnya dengan menggunakan suntikan besar. Tidak puas dengan
suntikan, aku memasukkannya dengan menggunakan selang infus.
Setelah
1 liter air di tabung habis, tabung kembali kuisi penuh dan terus
dialirkan memasuki anusnya. Mini menggeliat tanpa daya menahan rasa mual
akibat air yang menyesakkan tersebut.
Setelah berliter-liter air
memasuki tubuhnya, selang kulepas. Karena sudah penuh, maka air itu
memancur kembali keluar dari anusnya. Demikian kulakukan terus
berulang-ulang, hingga akhirnya yang keluar bukan lagi hanya air bening,
namun sudah bercampur dengan kotorannya. Aku sedikit merasa jijik tapi
segera kubersihkan dan kutaruh badan Mini yang masih terikat di dalam
bath-tub dan mulai merendamnya. Selama itu aku mandi dan menyiapkan
diriku sendiri untuk acara selanjutnya. Setelah selesai, Mini kulepaskan
ikatannya dan kusuruh untuk bersiap-siap juga.
Mini keluar dari
kamar mandi dengan handuknya dan akan menuju kamarnya untuk berpakaian,
tapi aku melarangnya dan langsung berkata bahwa aku akan pergi dan aku
ingin memajang dirinya dalam posisi bondage yang lain. Mini bertanya aku
akan pergi kemana, karena dia takut kalau aku kabur, tapi aku memberi
jaminan dan janji bahwa aku akan balik lagi, maka Mini pun pasrah mau
menerima siksaan berikutnya.
Kini Mini terbaring di lantai. Kedua
tangannya kuikat terpisah masing-masing ke arah bawah, sedangkan kedua
kakinya juga kuikat terpisah, namun masing-masing ke atas kepala,
sehingga tubuhnya tertekuk sedemikian rupa dengan pinggul di udara, dan
kedua lutut mengapit kepalanya. Dalam posisi seperti ini, dia bagaikan
sedang memamerkan lubang duburnya yang menengadah ke udara. Tentu saja
kondisi ini menimbulkan rasa pegal yang luar biasa.
Tak lupa aku
memasangkan ball gag di mulutnya dan kutaruh mangkuk untuk menampung air
liur yang keluar dari mulutnya. Pergilah aku dan kukunci pintu kamarnya
dan rumah kos itu untuk beberapa saat. Aku cukup khawatir meninggalkan
Mini sendirian dengan posisi tersebut, untung saja teman yang berjanji
akan menemuiku membatalkan dan aku langsung meluncur ke tempat kos Mini
kembali dan itu juga sudah hampir 1 jam sejak kutinggalkan Mini.
Aku
langsung membuka ikatan yang menyebabkan tubuhnya sudah mulai membiru
dan air liurnya sudah sebanyak setengah mangkuk lebih. Mini menangis dan
tidak mau ditinggal olehku lagi. Aku tidak bisa berbicara lagi selain
memeluknya. Kami mengamati garis-garis yang tampak jelas di badan Mini
dan kami pun terbaring di ranjang kos sambil berbincang-bincang seputar
BDSM yang telah dan akan kami lakukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar