Namaku Ratih, umurku 21 tahun. Aku tinggal di sebuah kawasan
perumahan di Yogyakarta. Aku sekarang sedang kuliah di sebuah
universitas negeri terkenal. Asalku sendiri sebenarnya dari Surabaya.
Orang tuaku cukup kaya sehingga semua kebutuhanku terpenuhi di sini.
Adikku juga di sekolahkan di sini, di sebuah SMU Negeri terkenal di
Yogyakarta. Jadi kami berdua mengontrak sebuah rumah, tidak terlalu
besar tetapi cukup lengkap. Ada TV, mesin cuci, kulkas, motor untuk
masing-masing, komputer dan sambungan internet, dan fasilitas lain yang
cukup membuat hidupku tidak kekurangan suatu apapun. Adikku bernama
Dody, kelas dua SMU. Anaknya besar, cenderung bongsor tapi nggak gemuk.
Tingginya sekarang saja sudah hampir 175 cm. Tubuhnya tegap dan atletis.
Sedang aku sendiri sekitar 165-167 cm, wajahku termasuk cantik
(buktinya banyak sekali yang mengejar-ngejar aku), tubuhku agak kurus
sedikit, tapi payudaraku tumbuh sempurna.
Sebenarnya aku hanya punya satu adik laki-laki dan satu kakak
perempuan. Jadi kami sekeluarga ada 3 orang. Dody adalah anak pamanku
yang meninggal sekeluarga dalam kecelakaan tragis, kecuali Dody ini yang
saat itu masih berumur kurang dari dua bulan. Papa mengambilnya dan
memeliharanya sejak kecil. Hanya aku dan kakakku yang tahu kalau dia ini
sebenarnya adik angkat. Bahkan Dody sendiri sampai sekarang belum tahu
bahwa dia ini adalah anak angkat. Keharuan kami sekeluarga atas nasibnya
membuat nyaris tak pernah ada diskusi tentang masalah itu dan
menganggapnya sebagai si bungsu.
Dody adalah saudara yang paling akrab denganku. Kadang-kadang kami
bercandanya kelewatan, kalau dulu mama sering marah, karena dia sering
mengunci pintu kamar mandi kalau aku sedang mandi, atau kami berduel
seperti layaknya dua orang anak laki-laki. Berguling-guling di karpet
sampai papa membentak keras karena acara nonton bolanya terganggu, dan
kami digiring untuk tidur segera. Kamarku satu kamar dengannya, ketika
itu Dody masih kecil. Ketika aku ke Yogyakarta untuk kuliah, Dody masih
kelas tiga SMP. Ketika itu aku masih kost, dan mengontrak rumah, setahun
kemudian Dody dikirim ke sini untuk sekolah SMA di sini. Karena dia
pandai dan punya NEM tinggi, dia diterima di sebuah sekolah Negeri
ternama di Yogyakarta. Papa menghadiahkan sebuah motor kepadanya.
Seiring dengan masa sekolahku di sini, aku kena juga yang namanya
panah asmara. Yang kuincar adalah seorang cowok kakak angkatanku.
Namanya panggilannya Pin-pin, agak lucu kedengarannya, tapi orangnya
benar-benar sempurna. Tinggi (mungkin lebih tinggi dari Dody), badannya
bagus banget, pintar sepertinya, dan dari cerita-cerita yang pernah
kudengar, dia bukanlah seorang mata keranjang.
Singkat kata, aku berpacaran dengannya. Tapi seperti yang digariskan
papa, aku tidak boleh begini tidak boleh begitu. Semuanya aku turuti.
Untungnya Pin-pin ternyata memang benar-benar cowok yang sempurna, dia
hanya berani mencium, meskipun di bibir, tapi tak pernah terus gerilya.
Sampai setahun, aku dan Pin-pin terus langgeng saja, dan selama itu
tidak ada yang berubah di dalam pengetahuan tentang seks-ku. Artinya aku
betul-betul seorang cewek lugu dan polos. Nasihat papa ternyata baru
aku tahu dikemudian hari, ternyata tidak mempan ke Dody. Bayangkan saja,
dikemudian hari ada peristiwa yang membuatku memandang lain padanya.
Pacarnya banyak sekali, dan ganti-ganti pula. Sering dia mencuri-curi
waktu mengajak pacar-pacarnya ke rumah saat aku sedang kuliah. Padahal
dia baru kelas 2 SMA.
Kejadiannya begini. Sore itu sekitar pukul 14.00 aku berangkat ke
kampus untuk mengikuti tutorial, kali ini aku tidak memakai motorku
sendiri tapi dijemput oleh Pin-pin, pakai Honda Tiger-nya. Dody baru
bangun tidur, dan seperti biasa aku cium pipinya terus acak-acak
rambutnya dan pamit.
“Berangkat dulu ya!”
“Hmm”, wajahnya yang kusut baru bangun, menggeletak lemas di atas
meja makan, matanya menatap layar TV, menetap Sarah sedang siaran.
“Mbak, bawa oleh-oleh ya!”
“Ya nanti tak bawain kucing! Ha.. ha.. ha”, sambil berlari aku keluar rumah.
“Makan tuh kucing..”
Pin-pin sudah siap dengan motornya dan segera kami berangkat.
Berhubung jarak antara rumah dan sekolah cukup jauh, maka aku berangkat
setengah jam sebelum jam tutorial dimulai. Saat mau masuk ke halaman
kampus, baru ingat aku lupa tidak membawa diktat temanku. Padahal besok
mau dipakai ujian. Tanya sana-sini, kebetulan tutorialnya diundur satu
jam lagi, padahal pula Pin-pin harus segera pulang. Akhirnya aku minta
dianterin sampai rumah saja terus nanti ke sininya berangkat sendiri.
Sampai depan rumah, pintu tertutup, garasi pun demikian. Aku berusaha
membukanya tetapi dikunci. Akhirnya aku buka pintu depan dengan kunciku
sendiri. Aku bertanya-tanya apakah Dody keluar kok rumah dikunci
begini. Aku segera masuk ke kamar. Aku heran kok pintu kamarku terbuka
sedikit. Tanpa berpikir apa-apa aku segera membukanya dan mengambil buku
dilaci meja. Ketika aku bergerak tanganku menyentuh monitor komputerku.
Lagi-lagi aku heran, kok panas. Tapi sekali lagi karena buru-buru aku
memasukkan diktat itu ke dalam tas dan ketika berbalik aku tertegun
menyaksikan pemandangan di depanku.
Dody, bercelana pendek tanpa baju berjongkok di bawah cantolan
jaketku, sementara di sebelahnya berjongkok meringkuk pula seorang
cewek, yang sepertinya masih SMU atau malah SMP. Bahunya terbuka,
dadanya ditutupinya dengan kaos biru milik di Dody, pahanya terbuka, dan
karena posisi jongkoknya, aku melihat segaris lipatan selangkangannya
yang masih belum ditumbuhi bulu terlihat berkilat basah membeliak
terkena himpitan pahanya. Terlihat jelas, bahwa tanpa kaos biru itu dia
telanjang bulat. Dody sendiri meskipun pakai celana pendek, tak sanggup
menutupi tonjolan yang tampak mengeras di balik celana pendeknya itu, di
ujungnya tampak noktah bening di kain celananya.
Keduanya berwajah panik karena tidak menyangka aku datang secepat
itu. Aku terdiam beberapa saat seakan tak percaya adik kesayanganku bisa
berlaku seperti itu. Aku saat itu pun tak tahu harus bagaimana
bertindak, keduanya benar-benar seperti tikus di pojok ruangan dikepung
oleh kucing. Aku melihat lagi ranjangku, baru sadar ada yang tidak
beres. Biasanya aku selalu meninggalkan ranjang dalam keadaan rapi, tapi
kali ini di permukaannya tampak kusut-kusut yang tampak sedikit lembab.
Kali ini aku benar-benar marah.
“Kalian ngapain di kamarku?” aku berkata nyaris membentak.
Sepertinya kalimatku ini untuk Dody. Dody berdiri, dan menunduk.
Sekilas aku melirik selangkangannya. Sepertinya dia masih belum reda,
terlihat dari bentuk permukaan celananya yang tampak mencuat oleh
sesuatu dari dalam. Sementara pacarnya seperti mau menangis, dia
menangkupkan kedua tangannya ke wajahnya dan menempelkan lututnya.
“Belum.. ngapa-ngapain kok!”
Aku memegang telinganya dan menarik keluar keduanya dari dalam kamarku.
“Kamu bisa pulang sendiri tho, Dik!” aku berkata setengah membentak
pada teman ceweknya itu. Dia sesenggukan berdiri dan setengah berlari
masuk ke kamar Dody seperti sudah biasa saja dan sebentar kemudian
keluar dengan memakai pakaian sekolah. Benar dia masih SMP, Dody akan
bergerak menolong tapi melihat pandanganku dia berhenti dan menunduk.
Ceweknya itu (di kemudian hari aku ketahui namanya adalah Chintya, murid
sebuah SMP swasta), keluar dari pintu depan dan berlari di jalan depan
rumah.
“Duduk!”
“Sudah berapa kali kamu melakukan itu?”
“Kamu udah begituan beneran?” dan berondongan pertanyaan lain yang
seperti senapan mesin tak sanggup membuatnya menjawab. Dody, masih
bertelanjang dada, duduk di depanku, menunduk dan beberapa saat kemudian
tangisnya meledak. Saat itu aku tiba-tiba jatuh kasihan padanya.
Meskipun bongsor, kalau pas begini ya keluar bungsu-nya.
Tiba-tiba yang teringat olehku, paman, tante, sepupu-sepupuku yang
telah tiada. Ini cukup membuatku bangkit dari dudukku dan duduk di
sebelah kirinya dan memeluknya erat. Semakin dipeluk, semakin keras
tangisnya, aku mengelus-elus rambut dan bahunya. Dody sendiri memelukku
sambil terasa di dadaku sesenggukannya tepat di tengah-tengah di antara
payudaraku. Kaki kanannya terangkat diletakkan di atas pahaku, sehingga
aku bisa merasakan batang kemaluannya. Agak lama dia sesenggukan itu,
aku sesekali memberikan apa yang papa berikan padaku, dan yang tak
kurasakan bahwa batangannya itu mengeras tepat segaris dengan pahaku.
Dia masih berada di antara kedua payudaraku.
Lama baru aku sadari, apa yang terjadi. Anak ini, sama kakaknya
sendiri berani begitu. Aku mendorongnya perlahan, supaya dia tidak
tersinggung. Dan segera masuk kamar. Aku tidak berani ke atas ranjang,
jangan-jangan di atasnya sudah ada noda-noda itu. Dan hanya duduk di
atas kursi di depan komputer dan menyalakannya. Ketika sudah menyala,
ketika sudah keluar windowsnya. Eh, tiba-tiba ada tampilan Mpeg, aku
curiga dan sedikit iseng menggerakkan mouse-ku untuk mengklik tanda
play.
Gambar pertama yang tampil sangat membuatku syok. Terlihat seorang
bule sedang memegang batang kemaluannya. Dari ujungnya itu keluar
sesuatu seperti cairan berwarna putih, jatuh ke lidah seorang cewek di
depannya yang sedang menjulur-julurkan lidahnya. Dalam pikiranku
pertama, bahwa itu adalah air pipis, dan seketika aku mual dan berlari
masuk kamar mandi dan muntah. Selesai membersihkan diri aku kembali
masuk kamar dan baru ingat aku belum mematikan komputer dan program itu,
kali ini adegannya seorang pria bule sedang memasuk-masukkan batang
kemaluannya ke liang kemaluan seorang cewek. Batang kemaluannya besar
sekali. Ceweknya kelihatan kesakitan dalam pandanganku. Aku segera
mematikan komputer dan menekan tombol eject CD ROM serta mengambil
isinya keluar.
“Dody, ini VCD-mu!” aku melemparkan VCD itu sehingga jatuh di lantai.
Dody masih sesenggukan di sofa ruang tengah.
Jadilah sore hari itu aku tidak masuk tutorial, dan mencuci spreiku
yang lembab dan basah itu. Peristiwa pertama itu sebulan dua bulan
pertama memang masih membekas dengan kuat di ingatanku. Aku jadi jarang
bermanja-manja sama adikku ini. Biasanya sambil nonton TV aku biasa
tidur-tiduran di atas pahanya atau kalau dia nontonnya sambil tiduran
tengkurap di karpet, aku menungganginya dan berpura-pura sedang naik
perahu di atas punggungnya. Atau kadang-kadang dia dengan lembut
tertidur di pangkuanku. Dody pun, jadi canggung mau berkata-kata
kepadaku, biasanya kalau ada apa-apa selalu saja diceritakannya
kepadaku.
Seiring dengan berlalunya waktu, aku mulai menganggap bahwa Dody
sudah berubah dan aku mulai kembali seperti semula bersikap kepadanya.
Demikian pula dia. Entah karena apa, aku mulai memasuki ruangan yang
dinamakan seks itu. Ketika dicium Pin-pin kalau dulu biasa-biasa aja,
sekarang mulai terasa perasaan lain seperti ingin dipeluk erat setiap
kali dicium di bibir. Atau setiap kali membonceng naik motor, kalau dulu
aku menempelkan dadaku ke punggungnya dengan cuek tanpa rasa apapun,
sekarang sentuhan lembut saja dari jaketnya terasa ada rasa enak yang
aneh. Apalagi ketika mandi, kalau dulu membersihkan dan menyabun area
selangkanganku terasa biasa saja seperti halnya menyabun siku atau
telapak tangan, sekarang sentuhan-sentuhan itu menimbulkan rasa lain
bagiku.
Sebenarnya secara fisik dan seksual baru aku sadari adikku ini memang
seksi. Kami mulai biasa berbincang-bincang terus terang seperti dulu
lagi. Suatu ketika aku memergokinya sedang onani tapi dia tidak tahu
kalau aku tahu. Dia melakukannya di kamar mandi belakang yang sebenarnya
bukan kamar mandi tapi tempat cuci. Saat itu minggu pagi, aku jogging
bersama teman-teman, saat balik suasana rumah kosong lagi. Bayangkanku
Dody masih tidur, aku terus ke belakang untuk menjemur sepatu, saat
lewat dekat tempat cuci aku melihat kepala Dody, wajahnya tampak serius
sekali, sesekali menengadah.
Perlahan-lahan aku mendekatinya dan melihatnya dari balik rooster
beton. Ketika tampak seluruh badannya, aku kembali tertegun, tapi kali
ini bukan dengan amarah, tetapi dengan rasa ingin tahu yang semakin
tinggi. Dari balik lubang roster beton aku melihat adegan yang tak
terlupakan seumur hidupku, dan begitu terekam secara kuat dalam
ingatanku sampai sekarang. Dody dalam posisi berdiri, pantatnya
bersandar sebagian ke pinggiran bibir sumur.
Dia memakai kaos oblong dalam warna putih, bagian bawahnya terlipat
ke atas sebagian sehingga menampakkan perutnya. Yang mencekamku tapi
justru membuatku terpaku adalah pemandangan di bawahnya. Celana
pendeknya merosot sampai dekat lutut, sebagian celana dalamnya masih
menutupi pantatnya, tapi bagian depannya tertarik ke bawah sehingga
menekan sebagian buah zakarnya ke atas. Tangan kirinya memegangi botol
lotion (kalau nggak salah Sari Ayu, dan itu milikku!) dan menempel di
paha kirinya. Sedangkan sebagai fokus adalah tangan kanannya membentuk
genggaman seperti sedang memegang raket dan bergerak-gerak teratur
mengurut-urut batang kemaluannya yang tampak berkilat. Tubuhnya sedikit
membungkuk ke depan dan tampak dari tangan dan sebagian anggota tubuhnya
yang lain yang tidak tertutupi oleh pakaian, seperti mengeras dan
mengejang. Aku belum pernah membayangkan ada peristiwa seperti itu.
Sebenarnya dari membaca aku sudah memiliki pengetahuan tentang seks
umumnya dan organ-organ vital laki-laki khususnya. Tetapi menyaksikan
sendiri semuanya memberi perasaan yang sulit terungkapkan.
Aku terdiam di balik roster itu dan menyaksikan adikku sendiri sedang
melakukan itu. Lagi pula tak pernah terbayangkan kemaluannya itu yang
dulu waktu masih kecil begitu lucu sekarang bisa sebesar itu. Pokoknya
perasaanku saat itu betul-betul campur aduk tak karuan. Kali ini
tiba-tiba aku melihatnya sebagai laki-laki dewasa yang tampak sedang
terengah-engah. Gerakan mengurutnya tampak semakin cepat, kulit penisnya
yang tampak coklat tua bersemu merah ikut tertarik-tarik seiring
gerakan mengurutnya. Kepala penisnya yang tampak seperti jamur merang
tampak mengkilat lucu. Sesekali dia menambahkan lotion-ku ke tangan
kanannya dan meratakannya di tangan dan terus bergerak mengurut (di
kemudian hari baru aku ketahui kalau gerakan itu diistilahkan mengocok,
padahal kan sebenarnya itu gerakan mengurut).
Wajah Dody tampak tidak seperti Dody yang kukenal, yang masih tampak
imut-imut meskipun secara fisik dia bener-benar sudah dewasa. Tubuhnya
berkeringat sebagian terlihat di leher, dahi dan tangannya. Sesekali dia
menengadahkan kepalanya. Nafasnya tertahan-tahan terdengar sampai di
tempatku berdiri. Semakin cepat dan semakin cepat.
Tak berapa lama kemudian gerakannya melambat beberapa saat dibarengi
oleh suaranya yang terdengar seperti mengerang atau mendesah. Tubuhnya
menekuk ke depan sehingga nyaris mendekatkan pusarnya ke ujung penisnya.
Gerakan tangan kanannya kemudian tiba-tiba bergerak dengan cepat sekali
dan sekian detik kemudian aku menyaksikan dari ujung penisnya keluar
cairan berwarna putih atau sedikit kekuningan yang menyemprot-nyemprot
seperti orang meludah tapi banyak sekali dan berjatuhan kelantai cuci.
Otot di tangannya tampak mengeras, begitu juga pantat di balik celana
dalamnya tampak mengejang sehingga terlihat dari samping seperti
memanpat ke dalam. Aku sendiri tiba-tiba merasakan getaran-getaran aneh
di tengkuk, perut maupun area selangkanganku setelah menyaksikan adikku
sedang meregang di sana. Itu cukup membuatku terdiam dan baru tersadar
ketika Dody bergerak dan sepertinya akan masuk rumah. Aku tiba-tiba
panik dan tiba-tiba saja bergerak ke dalam rumah dan masuk kamar,
menutup pintu perlahan terus rebahan di ranjang, tengkurap.
Beberapa saat masih terngiang tentang kejadian tadi. Adikku yang
tersayang telah aku saksikan dalam kondisi paling privat. Tiba-tiba
secara fisik aku merasa Dody seperti bukan adik kecilku yang dulu selalu
bergulat berguling-guling di lantai denganku yang sampai kemarin masih
suka bermanja-manja di pangkuanku. Masih terngiang bentuk batang
kemaluannya yang menurutku besar. Dalam hal ini aku betul-betul buta
tentang ukuran-ukuran itu, bayanganku dulu batang kemaluan paling besar
dan panjang adalah sebesar kemasan Redoxon saja. Tetapi di kemudian hari
kuketahui bahwa memang ada batang kemaluan yang segitu bahkan lebih
kecil, tetapi ada juga yang sebesar botol Aqua ukuran sedang itu.
Aku membandingkannya dengan bentuk kemaluanku sendiri yang kecil, jika
ada benda yang jauh lebih besar dari lingkarannya bagaimana bisa masuk,
tapi kemudian terpikir olehku jika bayi saja bisa keluar mengapa benda
yang lebih kecil darinya tidak bisa masuk. Aku tidak bisa membayangkan
kalau dulu aku sering melihat Dody telanjang dan burungnya itu
paling-paling cuma sebesar jempol tanganku, tapi sekarang sungguh
berbeda, melihatnya batang kemaluan Dody yang sebesar dan sepanjang itu
benar-benar membuat shok. Apalagi dalam keadaan sedang berfungsi seperti
itu.
Tiba-tiba aku dikagetkan oleh pintu kamarku yang terbuka dan melihat
Dody sedang memegang botol Sari Ayu-ku dan terpaku di pintu.
"Eh.. Mbak.. udah pulang ya?" tangannya berusaha menutupi botol lotion itu tapi tak berhasil.
"Itu Sari Ayu-ku khan? Buat apa hayo?" Didikan papaku tiba-tiba saja
keluar, tegas dan tanpa basa-basi. Dody berdiri di pintu dan
memandangku. Aku masih duduk di tepi ranjang, aku melihatnya berkeringat
deras sekali.
"Ke sini!" aku sedikit menguatkan suaraku, dan dia bergerak mendekatiku
terus duduk di sampingku. Aku memeluknya dan terdiam beberapa saat. Aku
tidak sanggup memilih kata-kata, aku menyadari apa yang dilakukannya
barusan jauh lebih baik daripada dia melakukannya benaran untuk
melampiaskan nafsunya.
"Sudah sana mandi dulu, Mbak udah tahu semua!" dia pun bangkit dan
bergerak keluar kamarku. Sempat-sempat aku melirik pantatnya yang bagus
bulat dan tampak kokoh, tercetak di balik celana pendeknya.
Kejadian ketiga inilah inti dari keseluruhan ceritaku. Saat itu Dody
sudah naik kelas tiga dan aku sendiri sudah berani raba-rabaan sama
Pin-pin. Meski jarang yang sampai telanjang bulat, kadang-kadang apa
yang dilakukan Pin-pin bisa membuatku melayang, aku tidak tahu apakah
itu yang disebut orgasme atau tidak. Cuma setelahnya memang membuatku
sayang banget sama Pin-pin. Kadang-kadang aku melakukan masturbasi juga.
Sebaliknya Dody dalam pengamatanku sekarang jadi anak yang serius dan
cenderung jadi pendiam.
Sesekali Pin-pin mengajakku nonton film blue, kadang-kadang di rumahnya
yang besar kadang-kadang juga di kamarku, untuk menambah pengetahuan
alasannya. Meskipun tidak sering, sesekali setelah nonton film itu, kami
bercumbu. Pertama sih cuma cium-ciuman saja, lama kelamaan aku jadi
semakin berani dilucuti. Kalau dulu diraba saja sudah gemetaran,
sekarang kalau cuma dicium rasanya seperti ada yang kurang.
Kadang-kadang rabaannya membuatku melayang dan membuatkan membiarkannya
melepaskan pakaianku. Sering cumbuannya begitu merangsangku sehingga
kadang ketika tersadar Pin-pin sudah berada di antara pahaku yang
terbentang dan aku merasakan batang kemaluannya sudah menempel di pintu
lubang kemaluanku dan kurasakan seperti sedang menekan-nekan masuk.
Kadang kepalanya sudah hampir masuk semua. Sampai tahap itu biasanya aku
tersadar, bangkit dan mendorongnya perlahan-lahan, memeluknya sambil
berbisik.
"Kamu kan janji, nggak sampai begini khan?"
Biasanya Pin-pin tersadar dan tidak marah. Kadang sebagai tanda terima
kasihku, aku membaringkannya dan sambil duduk di atas lututnya
bertelanjang bulat, aku menyelesaikan nafsunya itu. Aku urut batang
kemaluannya perlahan-lahan, dan mengadopsi dari ilmunya si Dody, aku
mengoleskan Sari Ayu untuk bahan pelicin. Ejakulasinya kadang-kadang
kuat sekali menerpa dada dan perutku. Begitu kuat sampai lututnya
kurasakan gemetar dan kejang kurasakan di selangkanganku yang
mendudukinya. Secara umum aku masih perawan sampai saat ini (jika
ukurannya sudah penetrasi atau belum).
Kejadiannya dengan Dody terjadi di suatu sore hari. Hari itu hari libur
dan di kampus ada acara hiking pada hari sebelumnya dan baru selesai
pada sekitar jam 3 sore. Pokoknya super lelah deh. Saat itu hujan deras
sekali, dan sekalian berbasah-basah aku boncengan sama Pin-pin pulang.
Pin-pin hanya mengantarku sampai depan rumah dan langsung pulang. Aku
sambil berbasah-basah, aku membuka kunci pintu rumah, langsung ke kamar
mandi belakang untuk melepas bajuku yang basah kuyup. Aku lihat Dody
sedang tertidur nyenyak di atas karpet di ruang tengah. Sementara itu
hujan di luar tampak semakin deras saja.
Aku segera melepas kaosku yang basah kuyup, bra, celana jeans dan celana
dalamku. Aku merasakan kulit pinggulku seperti berkerut-kerut
kedinginan terkena air hujan, terutama di bagian karet celana dalamku
yang membentuk tekstur akibat tergencet dua hari berturut-turut. Perutku
rasanya dingin sekali, payudaraku mengeras dan terutama putingnya yang
tegak mengacung akibat kedingingan. Aku memakai piyama warna pink muda
yang tadi aku sambar dari jemuran dan tanpa mengenakan apa-apa di
baliknya aku mengenakannya setelah membilas diri di shower. Guyuran
airnya rasanya hangat dibandingkan terpaan air hujan tadi.
Aku keluar dari kamar mandi berpiyama dan memasukkan pakaian kotor tadi
di tempat cucian dan bergegas masuk rumah. Dody masih tertidur dengan
nyenyak di karpet, TV masih menyala, sementara itu hujan terdengar
semakin keras saja disertai angin dan petir. Perutku tiba-tiba terasa
begitu lapar, sementara itu badanku rasanya pegal-pegal. Aku ambil roti
di atas meja dan memakannya dengan rakus sambil rebahan di sofa. Dody
bercelana pendek dan berkaos oblong sedang tertidur nyenyak terdengar
dari suara dengkurannya perlahan-lahan. Di celana pendeknya terlihat
bongkahan besar buah zakarnya dan samar-samar tercetak sebentuk batang
seukuran lem UHU stick ukuran kecil tampak mengarah ke atas agak miring
ke kiri. Kaosnya agak terangkat sedikit ke atas sehingga perutnya
terlihat samar-samar ditumbuhi bulu-bulu halus.
Aku habiskan setangkup sandwich dan mulai memakan setangkup berikutnya
sambil rebahan di sofa panjang di ujung karpet di mana Dody sedang
tertidur. TV sedang menayangkan MTV most wanted, VJ-nya Sarah, kemudian
ada lagu dari Westlife. Boleh juga boys-band sekarang, mereka
keren-keren. Karena lelahnya, aku rebahan di sofa sambil merasakan
secara perlahan-lahan tubuhku mulai menghangat meskipun hanya diselimuti
piyama tipis itu tanpa apa-apa di baliknya. Aku ambil bantal kecil dan
menyelipkannya di antara pahaku dan merasakan hangatnya meresap ke dalam
tubuku bagian bawah. Dody membalikkan badannya dan tengkurap dan terus
tidur nyenyak.
Maksudku saat itu rebahan sebentar kemudian aku masuk kamar ganti baju
dan terus tidur di kamar, eh nggak tahunya tanpa terasa aku benar-benar
tertidur di sofa saat itu. Biasa saja sebenarnya aku tertidur di sofa
dan bukan kali itu saja. Tapi kali itu karena lelahnya aku tidak sempat
berganti piyama, atau setidaknya memakai sesuatu di baliknya. Sehingga
aku tidak menyadari saat aku tertidur, sesosok mata sedang menyaksikanku
dari jarak yang begitu dekat. Begitu lelahnya aku sehingga tanpa
kusadari kain piyamaku tersingkap dan ketika kaki kananku terangkat dan
menyandar di sandaran sofa, selangkanganku yang penuh rambut betul-betul
terbuka lebar hanya sekian meter saja dari seorang anak muda yang
sedang dalam puncak-puncaknya mencari pengetahuan tentang seks.
Sementara aku sendiri sedang bermimpi. Dalam mimpiku aku merasa sedang
dituntun Pin-pin sedang menuruni bukit. Tapi saat itu aku merasakan
hanya kami berdua saja dan merasakan tiba di suatu padang yang luas dan
penuh dengan rumput-rumput yang tinggi dan hijau muda, dengan
bunga-bunganya yang indah. Pin-pin mengajakku beristirahat dan kami
rebahan sambil memandangi dataran di bawah yang tampak kotak-kotak
seperti puzzle. Pin-pin memelukku dan aku merasakan dadanya yang luas
dan kuat sedang merengkuhku dengan hangat mengalahkan dinginnya hembusan
angin gunung itu.
Kemudian aku merasakan nikmatnya ketika jemari-jemarinya mulai
meremas-remas payudaraku, putingku dijepitnya dengan jari tengah dan
telunjuk. Aku mulai merengkuh pinggulnya dan menggerakkan tanganku ke
selangkangannya dan menemukan bahwa batang kemaluannya itu telah terbuka
sehingga aku bisa merasakan tekstur kulit yang seperti berulir oleh
urat-urat yang menonjol. Sementara itu aku merasakan tangannya bergerak
menyusup di antara pahaku dan tiba-tiba aku merasakan telah telanjang
bulat. Jemarinya membelai-belai selangkanganku dan mengucek klitorisku
dengan cepat. Aku merasakan gairah yang semakin naik, dan tiba-tiba aku
merasakan ada anak-anak kecil berlarian di antara kami. Aku melihat
senyuman Pin-pin dan ketika aku meraih wajahnya aku merasakan sesuatu
yang hangat mulai masuk perlahan-lahan ke dalam tubuhku melalui
selangkanganku.
Gairahku semakin naik seiring dengan masuknya batang kemaluannya itu.
Dody meletakkan kedua sikunya di antara dadaku sehingga dadanya
menghimpit payudaraku dan tiba-tiba kurasakan sesuatu yang keras
menghentak masuk luabang kemaluanku dan aku merasakan sedikit rasa perih
tepat ketika sesuatu menggelitik klitorisku. Tampaknya seluruh
batangnya telah masuk. Dia mengangkat pahaku dan membukanya lebar-lebar
sebelum dia menarik pinggulnya sehingga batangnya tertarik keluar
perlahan-lahan. Rasanya mulai terasa nikmat. Aku merangkulkan tanganku
ke lehernya dan tiba-tiba dia menghentakkan pinggulnya dengan kuat.
Ketika aku membuka mata aku akan menjerit tapi segera tertutupi sepasang
bibir hangat. Tubuhku tergeletak sebagian di sofa, posisiku sedikit
miring sehingga pinggulku berada di pinggiran sofa. Piyamaku terbuka
lebar sehingga perut dan dadaku terbuka. Sepasang tangan merangkul
punggungku dengan kuat di antara piyamaku yang terbuka. Paha kananku
terbentang ke sandaran sofa, tertindih pinggul dan perutnya sementara
paha kiriku berjuntai ke lantai tertahan sebentuk paha kokoh. Tapi bukan
itu yang membuatku menjerit. Sesuatu yang keras dan hangat terasa
mengganjal di dalam kemaluanku yang terasa seperti tertusuk-tusuk jarum
tapi ada sedikit rasa enak ketika ditarik dan ditusukkan lagi
perlahan-lahan.
Kesadaranku masih sedikit melayang antara mimpi dan kenyataan dan ketika
mulai sadar penuh aku meronta. Dody menindihku dan sedang
bergerak-gerak perlahan menusuk-nusukkan batang kemaluannya ke dalam
liang kenikmatanku. Kedua tangannya merengkuh punggungku di antara
piyamaku yang terbuka sehingga membuat kedua tanganku berada di antara
lehernya. Dadaku terhimpit kuat di bawah dadanya yang telanjang.
Pinggulnya terus bergerak-gerak dengan kuat. Aku meronta-ronta sambil
menjerit tapi kembali bibirnya menutupi bibirku sehingga jeritanku
seperti tertelan suara hujan yang masih saja deras.
Aku menjambak rambutnya dan meronta-rontakan kedua pahaku tapi
himpitannya benar-benar kuat. Kedua tangannya mengelus-elus punggungku.
Tapi tampaknya tenagaku tak cukup kuat melawan kehendaknya, apalagi
kondisiku saat itu begitu lelahnya. Sehingga akhirnya yang terjadi aku
menyerah, dan merasakan tubuhnya memompaku dengan cepat dan kuat.
Gesekan-gesekan batang kemaluannya betul-betul mengkanvaskanku. Antara
rasa nikmat yang kadang-kadang sempat muncul dan rasa perih yang juga
bersamaan terasa, membuatku benar-benar di bawah kungkungan nafsunya.
Rasanya lama sekali dia melakukan itu, cukup lama untuk merubah rasa
perih yang ada menjadi rasa nikmat yang aneh. Sampai suatu saat Dody
melepaskan rangkulannya dan mulai bergerak cepat sekali
menggesek-gesekkan batang kemaluannya. Meskipun tubuhku lepas dari
kungkungan itu, tapi tubuhku sudah tidak sanggup lagi bereaksi terhadap
perbuatannya dan membiarkannya menyelesaikannya.
Beberapa saat kemudian Dody seperti mengejang dan tiba-tiba aku
merasakan sesuatu yang hangat di dalam liang kenikmatanku, sesuatu yang
tiba-tiba mengalirkan rasa nyaman yang teramat sangat di tubuhku sebelum
aku sadar apa yang terjadi dan bangkit sambil berteriak dan mendorong
tubuhnya sehingga menekuk batang kemaluannya yang sedang menusuk-nusuk
sangat cepat ke dalam tubuhku.
"Dod.. jangan di dalam..!" Tapi aku terlambat, Dody telah menyuntikkan
sejumlah besar sperma ke dalam lubang kemaluanku. Dody berkeringat deras
dan masih bergerak-gerak cepat ketika aku meronta dan menyebabkan
batang kemaluannya terlepas dari dalam lubang kemaluanku. Aku melihatnya
tampak berkilat, kokoh dan mendongak ke atas, kepala pelernya tampak
penuh dan berkilat merah tua, ujung masih sempat menyemprotkan cairan
spermanya dan jatuh bergerai-gerai di atas rambut kemaluanku, tampak
setitik cairan putihnya menetes jatuh ke karpet.
Dengan lemah aku bangkit dan menamparnya keras sekali, dan dengan
sisa-sisa tenaga aku berlari masuk ke kamar dan membanting pintunya
dengan kuat. Aku menangis sejadi-jadinya di atas ranjang. Kejadian di
sore hari itu membuatku tak bisa berpikir sampai berhari-hari. Bayangkan
adikku sendiri memperkosaku justru di saat aku mulai menganggapnya
berubah. Meskipun aku sendiri tidak menganggapnya sepenuhnya salah. Aku
merasa salah juga saat itu mengapa memberikannya peluang, di saat aku
betul-betul lengah.]
Setidaknya aku berpikir masih untung dia bukanlah adik kandungku
sendiri. Aku bahkan tidak bisa bercerita kepada siapa pun. Tidak kepada
Papa dan Mama, apalagi kepada Pin-pin. Salah satu pikiran terberatku,
bagaimana kalau aku hamil mengingat begitu banyak spermanya yang masuk
ke dalam liang kenikmatanku. Justru bukan di persenggamaannya aku
terbebani, malahan kadang-kadang aku masih sering memimpikan apa yang
dilakukannya padaku itu. Juga aku bertanya-tanya kenapa tidak ada darah
yang keluar, bukankah aku sendiri merasa belum pernah melakukan itu.
Kelegaan aku alami ketika sampai sekian bulan aku tidak pernah telat
mendapatkan haid. Tapi sampai berbulan-bulan kemudian aku jarang
bertegur sapa dengan Dody, kami seperti dua orang di dua dunia yang
berbeda. Dody sibuk dengan urusannya sendiri begitu juga aku. Juga
hubunganku dengan Pin-pin jadi agak canggung, kami jadi jarang bercumbu.
Aku takut ketahuan Pin-pin bahwa seseorang telah merasakanku
sebelumnya. Sekarang Dody telah kuliah di Bandung dan kami jarang-jarang
sekali ketemu. Setiap ketemu selalu ada rasa tertentu yang muncul
setiap kali dia memandangku. Papa dan Mama selalu bangga pada kami
berdua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar