Vina adalah rekan kampusku yang
berasal dari Makasar, anaknya bertubuh kurus dengan tinggi sekitar 168
dan kutaksir BHnya berukuran 32 B. Aku tidak terlalu akrab dengan Vina
karena sejak awal kuliah kami tidak pernah sekelas. Tapi karena dia
aktif di Koran kampus, maka kami cukup sering berinteraksi. Pada akhir
tahun 2003, kampus kami mengadakan lomba penulisan ilmiah, ketua jurusan
meminta aku dan Vina mewakili jurusan kami dalam
kegiatan itu. Karena batas waktu pengumpulan tulisan sudah dekat,
sedangkan kami belum punya bahan tulisan, maka kami sepakat untuk
memanfaatkan waktu diluar jam kuliah menyelesaikan tugas ini. “trus
enaknya mau ketemu dimana donk?” tanyaku pada Vina siang itu di kantin
kampus. “terserah kamu aja lah. Di kostmu juga gapapa, soalnya kalau di
kostku kamu cuma bisa sampai teras, ga boleh masuk. Ntar malah brisik, ga bisa konsen” jawabnya Akhirnya aku memberikan alamat kost ku kepadanya.
Sore
harinya SMS masuk dari Vina “aku d dpan rumah cat hijau. Kostmu
disebelah mananya?” maka aku pun segera turun, rumah cat hijau itu ada
persis di sebelah kostku, sedangkan kamar kost di tempatku ada di lantai
2. Dibawah ditinggali pemilik kost dan keluarganya. Setelah sampai
dikamarku, Vina memandang berkeliling, “kok sepi? Pada kemana?”
tanyanya. “Ibu kost sekeluarga lg pada pulang ke Wns, teman kostku cuma
tinggal 2, yang lain juga pada pulkam (pulang kampung)” jawabku. Sore
itu Vina mengenakan kaos ketat berwarna putih dan ditutup cardigan hijau
muda dengan rok bermotif bunga sedikit lebih
tinggi diatas lututnya, Nampak lebih cantik dibanding penampilannya ke
kampus. Kami pun mulai fokus mengerjakan tugas kami, aku mencoba
mengumpulkan data dan merangkai kata, kemudian Vina mengetiknya di
komputer. Setelah sekitar satu setengah jam, aku mendengar ada orang
yang memanggil-manggil ibu kostku di bawah, “bentar ya Vin, aku liat ke
bawah dulu” kataku pada Vina. Dia mengangguk sambil terus mengetik.
Ternyata dibawah ada ibu RT sedang meminta biodata penghuni kost, karena
ibu kostku tidak ada, maka bu RT memintaku mengisi formulir yang sudah
ia siapkan.
Setelah sekitar 20 menit, aku kembali ke kamarku tanpa
berpikir macam-macam dan sengaja melangkah perlahan mendekati pintu
kamarku yang agak sedikit tertutup, niatku ingin mengejutkan Vina. Namun
yang aku lihat di dalam kamarku cukup membuatku terkejut, dari sela
pintu kamar tampak Vina justru sedang setengah berbaring dengan
meluruskan kakinya, tangan kanannya bergerak-gerak dalam roknya,
sementara cardigan dan kaos nya agak tersingkap naik. Di komputerku yang
memang menghadap kearah pintu, tampak Vina sedang memutar salah satu
dari koleksi film BFku yang tersimpan di file, aku menduga Vina iseng
membuka-buka fileku, menemukan koleksi film BF itu, menontonnya dan
menjadi terangsang lantas memutuskan masturbasi dan tidak menyangka aku akan melihat aksinya itu. Aku sengaja menahan diri dan hanya melihat dia menggerak-gerakkan tangannya dalam rok. Ketika
dia mulai terlihat sangat terangsang, aku sengaja mendehem dan langsung
membuka pintu kamar. Vina tampak sangat terkejut dan salah tingkah, dia
segera menarik tangannya dan membetulkan pakaiannya. Tapi tentu saja
layar komputerku masih memutar film BF itu. Aku berdiri di pintu kamar
sambil tersenyum, “ngapain, Vin?” dia tampak gugup dan salah tingkah.
Tiba-tiba saja dia langsung mengambil buku-bukunya, memasukkan ke tasnya
dan segera berdiri “aku mau pulang” katanya dengan ketus.
Aku
mencekal tangannya, dia mengibaskan tanganku, mungkin karena malu aku
memergokinya dia jadi emosi. Kembali kucekal kedua tangannya, dia
berusaha melawan, tapi tenagaku lebih kuat, posisi kami saling
berhadapan dan aku memegang kedua tangannya. Sadar tidak mungkin
melepaskan diri dari peganganku, dia membuang muka, aku berbisik ke
telinganya “maaf kalau aku buat kamu malu. Kita sudah sama-sama dewasa,
gapapa kok. Kalau kamu memang mau lanjutkan juga gapapa, aku bisa tunggu
diluar” dia masih tak mau menatapku. Entah kenapa, kata-kata yang
keluar berikutnya dari mulutku juga tanpa berpikir panjang “atau kamu
justru mau aku liat dan bantu kamu?” dia memandangku dengan tatapan
marah, kembali ia berusaha melepaskan pegangan tanganku sambil setengah
berteriak “kamu anggap aku cewek apa?” sadar kesalahanku, aku berusaha
menenangkannya. Sambil tetap memegangi kedua tangannya, aku merapatkan
badanku, kemudian tangan kiriku merangkul bahunya dan menyandarkan
kepalanya didadaku. “maaf,…. Maaf, aku ga bermaksud merendahkan kamu.
Maaf bgt, aku Cuma bingung mesti gimana” kataku sambil membelai
rambutnya sambil sedikit mencium bagian atas keningnya.
Hal ini
sedikit meluluhkannya, tangannya yg semula mencoba berontak kemudian
hanya diam saja, bahkan perlahan dia malah memeluk tubuhku. Aku pun
membalas memeluknya, aku mengajaknya kembali duduk di kamarku, aku
melirik ke arah komputer yang masih menayangkan BF Thailand. Sambil
duduk, aku sengaja tetap memeluk pundak Vina sambil sesekali membelai
rambutnya, Vina yang berada di sebelah kiriku dan awalnya membelakangi
komputer tiba-tiba membalik badannya. Dia menyandarkan tubuhnya padaku
sambil matanya kembali menatap komputer. “aku ga tau td kenapa, mendadak
td aku ngrasa mekiku gatel, tapi pas aku usap kok rasanya enak bgt.”
Katanya sambil tetap memandang ke arah monitor. Aku diam saja, karena
merasakan kontolku perlahan mulai menggeliat. Selain karena adegan
vulgar di layar monitor komputer, aroma harum dari rambut Vina turut
membuatku makin merasa terangsang. “kamu sering ML juga ya ama pacarmu ?
tadi aku sempat liat koleksi BFmu banyak bgt,” katanya. “aku malah
belum pernah ML ama W*** (Vina mungkin mengira aku masih berpacaran
dengan adik tingkatku di kampus yang memang dia kenal) tapi sama cewek
lain pernah sekali” jawabku setengah jujur. Dia menengadahkan wajahnya
ke arahku. “bener?” tanyanya sambil bangkit dan duduk mengahadapku.
“bener kamu juga pernah ML? aku kira seorang tokoh mahasiswa idealis
kaya kamu itu bener-bener lurus, ga kenal ama hal-hal kaya gitu.
Ternyata sama aja” katanya sambil tersenyum.
Aku tersenyum sambil
memegang tangannya, “aktivis khan juga manusia, emangnya kalau aktifis
ga boleh nafsu?” tanyaku. Dia tersenyum, kemudian matanya melirik ke
arah selangkanganku. “trus sekarang nafsu ga ?” pertanyaan yang cukup
menggoda buatku. “dikit” jawabku. Dia tertawa dan kemudian kembali
bersandar padaku sambil kembali menatap monitor komputer. “aku belum
pernah ML, tp menjelang kelulusan SMA dulu pernah petting aja sama
pacarku, dia polisi” ceritanya. Aku diam saja, kami sama-sama memandangi
layar monitor yang menayangkan adegan sepasang kekasih Thailand
bercinta dengan ganas di sebuah sofa. “kalau lama-lama liat gini nafsuku
jadi tambah nich” candaku. Dia tertawa sambil menatapku, “ya udah kalau
gitu matiin aja” katanya. “yakin mau dimatiin aja? Ga nunggu ampe
habis?” tanyaku sambil memandang genit padanya. “Terserah kamu dech”
katanya sambil berdiri. “mau kemana” tanyaku. “numpang ke kamar mandi,
nglanjutin yang tadi” katanya sambil tertawa. “yeee, ngapain di kamar
mandi? Disini aja gapapa kok” jawabku. Dia menjulurkan lidahnya sambil
tersenyum ke arahku dan langsung menuju kamar mandi kostku.
Tinggalah
aku sendiri d kamar sambil menonton BF yang memang belum sempat
kutonton itu. Melihat adegan yang semakin memancing itu, tanganku tanpa
sadar masuk ke dalam celana, membelai kontolku yang sudah semakin
tegang, aku sempat membayangkan Vina yang sedang masturbasi di kamar
mandi kostku. Tiba-tiba Vina muncul di depanku sambil setengah berteriak
“haaayyyoooo, ngapain… dasar cowok, baru ditinggal bentar aja udah ga
bisa nahan nafsu. Hahaha….” Wajahnya tampak sangat ceria bisa membalas
perlakuanku tadi. Aku yang salah tingkah lantas segera menarik tanganku
dari dalam celana. “eh, dasar. Ngagetin aja. Kok cepet banget, katanya
mau nglanjutin yang tadi” kataku salah tingkah. Dia tertawa, “aku cuma
pipis aja kok” jawabnya. Kemudian dia kembali duduk di sampingku. Dia
melihat ke arah selangkanganku, kemudian memandang wajahku sambil
tertawa melihat kontolku bergerak-gerak menahan nafsu.
Dia kembali
memandang ke monitor, lalu bergumam “tapi emang hot banget sich” dia
kembali memandangku. “Ri, aku ga mau munafik, aku nafsu. Tapi aku takut
ML. Boleh ga aku nyelesaiin yang tadi? Kamu boleh liat dech. Tapi ga
boleh nyentuh aku” katanya. Aku tersenyum, “iya, aku ga akan nyentuh
kamu, tapi kalau misalnya aku juga ga tahan, boleh ga aku juga ngocok?
Kasian nich dedeknya” kataku sambil menunjuk ke arah kontolku. Dia
tersenyum, lantas mengangguk. “Pintunya ditutup aja yah” pintanya. Aku
pun bangkit dan menutup pintu kamarku, sandal Vina sengaja kumasukkan
supaya kalau ada yang datang mengira tidak ada orang lain di kamarku.
Setelah aku menutup pintu, aku liat Vina sudah berbaring di tempat
tidurku, cardigannya diletakkan di samping komputer dan hanya memakai t
shirt putihnya. Di kamarku tidak ada dipan, kasur sengaja kuletakkan di
bawah dan semua memang kulakukan dengan lesehan. Vina memandangku
kemudian bertanya, “kamu punya selimut ga?” aku memberinya selimut tipis
belang yang biasa digunakan di Rumah Sakit. Dia menutupi kakinya sampai
batas perut, kemudian melorotkan rok dan celana dalamnya. Aku menelan
ludah, membayangkan dibalik selimut itu Vina tidak mengenakan apa-apa
lagi. Vina memandangku sekilas, tersenyum “gapapa khan?” aku mengangguk.
“santai aja” jawabku.
Vina memasukkan tangan kanannya ke balik
selimut, sementara tangan kirinya menahan ujung selimut agar tidak
tersingkap. Matanya kembali menatap monitor komputer, tak lama kemudian
terdengar nafasnya mulai memburu, matanya sayu menatap komputer, lantas
melirikku. “mau bantu aku ga?” “ngapain?” jawabku sambil mendekatinya
Dalam hati aku berharap dia berubah pikiran dan akan memintaku *******
dengannya. “remesin toketku donk. Aku horny bgt nich” jawabnya. Aku
mengangguk dan langsung melakukan yang ia minta. Ga kurang akal, aku
mulai merayunya “ga kerasa banget kali Vin, BHmu buka aja. Biar lebih
kerasa” Dia mengangguk dan berhenti sejenak, dia duduk dan membuka
sendiri pengait BHnya, lantas menariknya dari bagian depan kaosnya.
Kontolku makin mengeras melihatnya. Dia kembali menggerakkan tangannya
dibalik selimut, menggesek jari di memeknya. Sementara aku meremas-remas
toketnya dari luar kaosnya. “mau yang lebih enak, Vin?” rayuku lagi. Ia
mengangguk. Tanganku bergerak masuk dalam kaosnya, kuremas-remas dan
kupilin putingnya dari dalam. “aaacccchhhhh…… uuuughhhh” dia melenguh.
Saat itu adegan film memperlihatkan sang cewek mengoral ****** cowoknya.
Itu membuatku makin terangsang. Kucoba menaikkan kaos Vina, dia diam
tidak menolak, matanya terpejam menikmati yang ia lakukan. Setelah
toketnya terbuka, tanpa minta persetujuannya aku langsung menghisap
toketnya.Dia membuka mata dan tampak terkejut, tapi segera kuhisap lagi
toketnya dan kumainkan putingnya dengan lidahku. Ia meringis, lalu
tersenyum. “ennaaakk….”katanya. Aku pun makin ganas memainkan toketnya,
kuhisap dan kadang kugigit pelan. Dia nampak sangat menikmati itu.
Aku
mencoba jalan terakhirku. Sengaja aku berbaring di sebelahnya, dia
melirikku “pegel nich, sambil baring gapapa ya?” alasanku. Dia
mengangguk. Sambil tetap menghisap dan menggigit toketnya, aku coba
kembali merayunya. “Kaosmu buka aja sekalian ya? Biar gampang” dan dia
mengangguk sambil tangannya tetap memainkan memeknya sendiri. Nafasnya
masih terdengar memburu. Aku pun sengaja bangkit, duduk dan segera
membuka kaosnya. Kulipat kaosnya, dan kuletakkan disamping kasurku,
kemudian aku kembali berbaring sambil menghisap-hisap toketnya. Kini
Vina sudah telanjang bulat tanpa sehelai pakaian, hanya menutupi
tubuhnya dengan selimutku. Target pertama sukses, pikirku
Tanpa Vina
sadari, sementara sambil menghisap dan tangan kananku meremas-remas
toketnya, tangan kiriku melorotkan celana yang kukenakan. Kontolku sudah
sangat tegang, dan pikiranku sekarang hanya satu tujuan. Aku harus
merasakan keperawanan Vina. “Peduli setan pacarnya Polisi” pikirku. Vina
masih memejamkan matanya, “aaacchhh…aaacchh..aaacchh..” desahnya pelan.
Aku bergerak naik, tidak hanya putingnya, hisapan dan gigitanku mulai
naik ke dadanya, lantas pelan menuju lehernya. Dia tetap memejamkan
mata, dari leher, hisapan dan gigitanku mulai kupadukan dengan jilatan
pelan menyusuri dagunya, akhirnya kucium bibirnya. Dia membuka mata,
namun tidak menolak ciumanku. Kami berpagutan, lidahku kumasukkan
melewati bibirnya, sesekali kuhisap lidahnya. “hhmmmppph…” desahnya
pelan. Kulepaskan ciumanku, menuju pipinya, kemudian telinganya, “heegh…
geli” katanya sambil menggeliat, itu membuat selimut yang menutupinya
tersingkap, dan memperlihatkan pahanya yang putih bersih. Tapi dia diam
saja, antara tidak sadar atau memang sengaja. Sambil tetap menjilati
menjilati leher dan telinganya, aku berbisik “enak, Vin?” dia mengangguk
lemah. “bantuin aku juga donk say” kataku. Dia menatapku sayu,
kumasukkan tanganku ke balik selimut, kutarik tangannya yang sedang
menggesek memeknya, dan kuarahkan ke kontolku. Dia mendelik kaget,
kemudian bertanya “kapan kamu buka celana?” aku tersenyum. “kamu pegang
kontolku aja say, biar aku yang nggesek memekmu” jaawabku, lantas mulai
menggesek klitorisnya dengan jari telunjukku. Vina tersenyum lantas
mengangguk. Tangannya mengocok pelan kontolku. “besar juga yah” katanya
sambil tersenyum. Aku tertawa, kemudian sengaja mencubit klitorisnya.
“aaaccchhhh….” Dia mendesah. Kami kembali berciuman, aku sambil
berbaring di sebelah kanannya.
Sekitar 5 menit dalam posisi itu, aku
mulai mencari kesempatan melakukan yg lebih jauh lagi. Kembali kuciumi
pipinya, kemudian kuarahkan bibirku ke telinganya. Kemudian aku bangkit,
dan terus menciumi telinga Vina. Dia makin terangsang, “aacchhhh….geli
sayang… geli banget” katanya. Sambil berpura-pura mencoba untuk
berpindah ke telinga kiri, aku mengangkangi tubuhnya. Aku terus
menggigit dan menjilati telinga Vina, nampaknya itu adalah daerah
sensitifnya. Tangan kananku meremas dan memainkan toket kirinya,
sedangkan tangan kiriku perlahan menarik selimut yang masih menghalangi
tubuh kami. Vina yang makin terangsang tidak menyadari bahwa pembatas
antara tubuh kami mulai tersingkap. “aacchhhh… geli say…geli banget…
ouuuffffhhh…” dia terus mengerang, sementara selimut pembatas itu terus
kutarik pelan-pelan.
Ketika akhirnya selimut itu benar-benar
tersingkap, posisiku sudah berada diatas tubuh Vina, kedua kakiku berada
diantara kedua kakinya, sehingga dia tidak dapat berkutik. Vina
menyadari itu, dia sempat berusaha berontak, tapi hisapan dan gigitanku
di telinganya, gesekan tangan kananku di memeknya, dan remasan-remasan
tangan kiriku di toketnya membuatnya kembali mendesah. “aacchhh… kamu
mau ngapain? Aaacchhhh…. Jangan dimasukin yaaah, aku belum pernah
ngentot” ujarnya. Aku mengangguk, sambil tetap menghisap telinganya. Itu
membuat dia lebih tenang dan kembali mengocok kontolku. Tapi itu memang
bagian dari strategiku, pelan kuturunkan pantatku hingga kepala
kontolku makin mendekati memeknya. Sambil terus merangsangnya, aku
perlahan menempatkan kepala kontolku di depan memeknya. Ketika kurasakan
memeknya makin basah, dan dia makin terangsang, kucoba melancarkan
serangan akhirku. “Vin,….” Bisikku di telinganya. “hhmmmmmpppp….” dia
hanya mendesah. “Enak sayang?” dia mengangguk, kocokan tangannya d
kontolku melemah, kemudian berhenti. Dia menarik tangannya lantas
meremas-remas sendiri toket kanannya. Sementara memeknya terasa makin
basah.
Kesempatanku makin terbuka, mulai kutempelkan kepala kontolku
di permukaan memeknya. Film di monitor komputer mulai habis, berganti
dengan gambar screen saver foto-fotoku. Jariku yang mengocok klitorisnya
mulai kugantikan dengan kepala kontolku. Kugesek-gesekkan di permukaan
memeknya, sementara dia masih menikmati semua rangsangan yang kuberikan.
Memeknya yang makin basah terasa menggodaku untuk memasukkan ******
yang sudah tegang, tapi memang harus sabar untuk mendapatkan hasil
terbaik J. Masih kugesek-gesekkan kontolku di permukaan memeknya yang
mulai banjir, suara desahannya makin kencang saat kuhisap daun
telinganya, dan kujilat bagian dalam telinganya dengan lidahku. Ketika
kepala kontolku sudah benar-benar tepat di depan lubang memeknya,
kuhentikan hisapanku di telinganya. Sengaja kuangkat dadaku sambil
bertumpu dengan tangan kanan. Kutatap wajahnya yang tampak sangat
terangsang, matanya terpejam, mulutnya terus mengeluarkan suara desahan.
“Vin,….” Dia membuka matanya. “enak sayang?” tanyaku. Dia mengangguk.
“eeemmmmmmpphhh…enak banget, aku suka” katanya. “tanggung sayang, biar
lebih enak lagi, aku masukin kontolku yah?” dia membuka matanya,
tangannya langsung meraba memeknya, menyentuh kepala kontolku yang
memang masih diluar. Matanya sayu menatapku. “belum kok, aku tidak akan
melakukannya tanpa persetujuanmu. Aku ga ingin melukai perasaanmu”
rayuku. Dia masih menatapku, matanya tetap sayu…. Akhirnya, tanpa kuduga
dia menganggukan kepalanya. “aku juga pengen banget” sahutnya. “puasin
aku, Ri…” katanya lagi, dia memegang kontolku dan mengarahkannya ke
memeknya. Target tercapai J
Perlahan kuturunkan pinggulku. Karena
belum pernah merasakan perawan sebelumnya, aku agak nervous juga, tapi
melihat wajah Vina yang sudah sangat terangsang, aku pun berusaha
santai.Kudorong pelan kontolku. Wajah Vina mengernyit, “pelan sayaang,
sakiiit” katanya. Aku tersenyum, sambil kucium bibirnya, tanganku
membantu mendorong kontolku. Sesekali kuarahkan bibirku ke telinga dan
lehernya, kuhisap, kujilat dan kugigit pelan. “aacchhh..aacchh…” dia
mendesah, terus kudorong pelan kontolku, kepala kontolku mulai masuk,
memeknya yang merekah merah perlahan menelan batang kontolku.
“aaacchhhh…sayang, saaakkkiiittt….” Katanya, aku terus menjilati bagian
dalam telinganya sambil terus mendorong kontolku pelan. Kucium bibirnya,
dia membalas dengan ganas, digigitnya lidahku. “tahan ya sayang, bentar
lagi enak kok” jawabku berbisik di telinganya. Dia mengangguk,
tangannya mencengkram erat lenganku. Akhirnya semua batang kontolku
masuk, aku dapat merasakan dinding rahimnya di ujung kepala kontolku.
Mulai kutarik pelan kontolku, lantas kudorong masuk lagi. Dia mulai
menikmati, “aaaccchhh…aaaccchhh…. Enak sayang, enak…..” dia mendesah.
Terus kumainkan pinggulku dan perlahan menaikkan ritme, semakin cepat
dan semakin cepat. Kurasakan memeknya seperti meremas-remas batang
kontolku. Desahannya pun makin keras dan makin cepat, mengikuti tusukan
kontolku dalam memeknya.
“aacchhh..acchh..aaacchhh… enak sayang.
Enak…” bisiknya di telingaku, pinggulnya mulai bergerak alami
mengimbangi tusukan-tusukanku. Kulingkarkan kakinya ke pinggangku, dia
makin keras mendesah, matanya menatapku sayu dan bibirnya sedikit
terbuka. Kucium bibir itu, dia kembali menggigit lidahku. Kurubah lagi
posisi dengan menaikkan kakinya ke pundakku. Ketika kudorong kontolku
dalam posisi ini, dia seperti tersihir. Matanya membelalak menatapku dan
bibirnya sedikit terbuka. “ri,… enak banget sayang…. Sumpah, enak
banget…. Kontolmu enak banget…” mendengar itu aku pun makin terangsang,
kunaikkan ritme tusukan-tusukanku, sementara tangan kiriku bertumpu pada
kasur, tangan kananku meremas kedua toketnya berganti-ganti. Kutatap
wajahnya yang terlihat seksi dengan butir-butir keringat di kening dan
lehernya. Tak berapa lama kemudian desahan-desahannya makin menggila,
begitu pula gerakan pinggulnya makin liar. “ ari..ari..terus
sayang,…terus…. Masukin kontolmu terus sayang…masukin lagi…Enak banget
sayang….aaacchhh….enak sayaaannggg…..” desahnya sambil menggerakkan
pinggulnya ke segala arah. Dan kemudian, badannya mengejang, lantas
tubuhnya kaku sesaat, kurasakan remasan memeknya di batang kontolku
makin kuat, lantas terasa hangat. Dia mendapatkan orgasme pertamanya.
Sengaja
kubiarkan kontolku dalam memeknya, memberikan dia kesempatan untuk
merasakan saat-saat itu. Aku tersenyum, lantas mencium bibir dan
keningnya. “enak khan sayang?” tanyaku. Dia tersenyum, matanya sayu
menatapku. “enak banget, kamu pasti udah sering banget ******* ya? Jago
banget…” ujarnya. Aku tersenyum, kucium lagi bibirnya, “kamu yang kedua
sayang” rayuan gombalku. Dengan ****** masih menancap dalam memeknya,
kuremas-remas toketnya kembali. Kedua kakinya yang ada di pundakku
kuturunkan. “aku belum puas lho, Vina ku sayang” bisikku di telinganya.
Dia tersenyum, “iya, aku tahu. Aku juga masih mau lagi kok” ujarnya.
Kami saling tersenyum, “beeerrrattt” ucapnya manja, ketika separuh berat
badanku kusandarkan padanya. “oh ya, sorry” jawabku. Aku pun
memiringkan badan, berbaring disampingnya. Secara otomatis kontolku
tercabut dari memeknya. “kok dicabut sich?” protesnya. “katanya berat”
jawabku sambil tersenyum. “Badannya yang berat, kalau kontolnya enakkan
didalam” sahutnya manja. Aku tersenyum.
“Filmnya habis ya?” tanyanya.
“puterin lagi yang lain donk, biar aku bisa belajar” katanya lagi
sambil tersenyum. Aku bangkit, membuka file dan menayangkan film BF di
monitor komputerku lantas kembali berbaring disampingnya. Ketika adegan
memperlihatkan seorang wanita yang mengoral pasangannya, Vina bangkit,
dia duduk disampingku lantas langsung memegang kontolku. Menatapku
sebentar, lalu tersenyum. Kemudian dimasukkannya batang kontolku dalam
mulutnya, dia merubah posisinya sehingga bisa tetap memandang monitor
komputer. Apa yang ditayangkan di layar komputer, langsung dilakukannya
kepada kontolku, dia menjilati lubang kencingku, menghisap bola pelerku
dan sesekali mengocok kontolku dengan tangan. Tak lama kemudian, aku
merasakan cairan lahar akan keluar dari kontolku. Aku berbisik padanya,
“Vin, aku mau keluar sayang…” dia menolehku sesaat, kemudian kembali
memasukkan kontolku dalam mulutnya, disedot-sedotnya kontolku sampai
akhirnya aku tak kuasa menahan muntahan pejuh itu. Dia tampak agak
terkejut, namun sambil menatapku, dia tetap menahan kontolku dalam
mulutnya. Ditelannya habis semua cairan yang keluar dari kontolku.
Setelah itu dia menjilati kontolku lantas kembali merebahkan tubuhnya
disampingku. “enak ga?” tanyanya. Aku mengangguk sambil tersenyum,
kupeluk tubuhnya dan kubiarkan dia meletakkan kepalanya di dadaku.
“makasih ya sayang”kataku sambil mencium keningnya.
Ternyata malam
tahun baru itu, kedua teman kostku memutuskan untuk tidak kembali ke
kost. Mereka meng SMSku dan minta maaf karena aku jadi sendirian di
kost. Ketika Vina tahu, dia tersenyum, “kalau gitu, aku boleh donk
nemenin kamu malam ini?” “siapa yang bisa menolak?” jawabku sambil
mencubit putting toketnya. Aku langsung mengenakan celanaku, dan meminta
Vina untuk menunggu. Aku membeli makanan, kondom, dan minuman suplemen.
Sengaja aku menutup pintu gerbang kost untuk mengesankan bahwa rumah
dalam keadaan kosong, lampu luar pun sudah kunyalakan. Malam tahun baru
itu, aku dan Vina benar-benar memuaskan nafsu kami. Kami melihat
beberapa film BF dan langsung mempraktekkan beberapa gaya bercinta yang
ditampilkan dalam film itu. Sejak saat itu mesti masing-masing kami
mempunyai pacar, Vina beberapa kali chek in di berbagai hotel bersamaku.
Sampai ketika kami sama-sama lulus tahun 2005, dia kembali ke Makasar.
Saat ini dia telah menikah dengan seorang polisi, pacarnya sejak SMU
dulu dan memiliki 2 anak. Kami masih berhubungan lewat email maupun FB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar