Cerita ini diawali di atas Kereta
Api Senja Utama II tujuan Yogya-Jakarta saat di Stasiun Purwokerto, di
mana kereta berhenti sebentar aku turun untuk membeli rokok. Namun
karena terlalu lama aku turun keluar, aku hampir ketinggalan kereta,
begitu kereta mulai berjalan perlahan aku naik lewat gerbong paling
belakang.
Saat aku berjalan menuju ke tempat dudukku, aku melihat seorang gadis
yang rasanya pernah kukenal, namun aku ragu untuk menegurnya karena aku
hanya melihat dari belakang. Namun saat lewat di sampingnya aku
memberanikan diri untuk menatap wajahnya, dan kebetulan dia juga
melihatku. Begitu aku yakin kalau dia adalah kekasihku yang hilang 5
tahun yang lalu, karena setelah lulus SMA kami berpisah, aku kuliah di
Yogya dan dia mencari kerja di Jakarta, tanpa ada alamat yang jelas.
Maka aku memberanikan diri untuk menyapanya.
"Yan!" tegurku, namun dia sepertinya tidak mengenali diriku karena
brewok di wajahku dan rambutku yang panjang sebahu. Lalu kembali aku
menyapanya,
"Yan! masa kamu tidak kenal sama aku?", tanyaku padanya.
Diapun balik bertanya kepadaku, "Mas siapa ya?", tanya dia.
"Aku Riady", jawabku, kulihat dia tersentak kaget begitu mendengar
namaku. Tampak di wajahnya, air matanya menetes jatuh, aku tidak tahu
dia sedih atau gembira saat itu.
Kemudian aku mengajak dia untuk pindah ke gerbong tempatku, kebetulan
aku duduk sendirian, tanpa menunggu jawaban aku mengambil tas yang di
bawanya, dan dia mengikutiku sambil terus menggandeng tanganku seolah
tak ingin berpisah lagi. Lalu kami bercerita saling melepas rindu,
bahkan dia mengira aku bakal meninggalkan dia sehingga dia menerima
laki-laki lain untuk menggantikanku. Namun aku sadar akan hal itu aku
tidak mau memaksanya untuk kembali padaku.
Lama kami cerita lalu dia minta aku untuk mengantarnya ke kamar kecil.
Sambil menyalakan sebatang rokok aku mengantarnya dan menunggunya di
pintu WC kereta. Sambil menikmati rokok aku menunggunya, tiba-tiba dia
memintaku mengambilkan handuk kecil di tasnya, saat aku berikan handuk
tersebut dia langsung menarik tanganku masuk ke dalam WC kereta
tersebut dan langsung mengunci pintunya. Dia mendekap diriku erat
sekali sehingga payudaranya terhimpit dengan dadaku, aku menundukkan
kepala untuk mengecup bibirnya, dan lidah kami bermain dalam mulutnya.
Begitu nikmat rasanya saat itu hingga penisku menjadi membengkak karena
rangsangan. Ingin sekali aku mengelus payudaranya tapi tidak bisa
karena himpitannya. Namun dia menggesekkan vaginanya begitu merasakan
penisku membengkak.
Aku sangat menikmati hal itu, kemudian aku pun menurunkan tanganku
untuk meremas pantatnya. Dia hanya semakin keras menggesekkan vaginanya
sampai dia mengerang merasakan kenikmatan. Aku selipkan tanganku ke
balik celana jeans yang dipakainya menyusuri belahan pantatnya. Dia
kembali mengerang seraya mengendurkan dekapannya.
"Ooocchh Maasss", erangnya menahan nikmat.
"Aahh, Masss... ayooooo", ajaknya sambil merintih.
Kemudian kutarik kembali tanganku dan membuka ruitsliting celananya.
"Cepetan Masss!" pintanya, sambil menurunkan celananya hingga hanya mengenakan CD saja.
Kulihat CD-nya sudah basah oleh lendir yang keluar dari liang
vaginanya. Kemudian kuelus sambil kutekan vaginanya yang masih tertutup
oleh CD itu sehingga terlihat bentuknya yang sungguh menggiurkan.
"Ayo doong Masss! aku nggak tahan nich, oochh!", erangnya memohon.
Aku merasa kasihan padanya, kemudian kuturunkan CD-nya dan kumainkan klitorisnya yang menonjol dan keras.
"Yang cepet Mass! Ooo... aacchh, Masss", erangnya.
"Enaakk! Aahh, cepeeet, Maasss!" teriaknya keenakan.
Langsung aku berjongkok dan menjilati vaginanya yang basah dan tertutup oleh lebatnya bulu kemaluannya.
"Auchh! Diapakan memekku Masss", tanya dia,
"Ooohh, Masss! Enaak! Oohh, terruuss!" pintanya.
Namun tiba-tiba dia berkata,
"Masss, akuu pingin pipis niiich."
Tapi aku tidak mempedulikan teriakannya, isapanku terhadap kelentitnya
semakin kuat hingga beberapa detik kemudian tampak pahanya merapat dan
menghimpit kepalaku. Dia mengejang dan dari mulutnya terdengar
teriakannya,
"Ouuucchh... Masss! Heeeggh, akhh... akhuu udaah nggak kuaats, heegh,
ookh", cairan deras keluar dengan deras mengalir di sela pahanya yang
jenjang itu, diiringi denyutan-denyutan vaginanya. Setelah mengejang
beberapa saat dia tampaknya menjadi lemas karena orgasme yang baru saja
dia alami.
Karena takut ketahuan penumpang lain maka kami tidak melanjutkan
permainan. Dia merapikan pakaiannya, kemudian aku menggandengnya ke
tempat duduk agar tidak terjatuh karena badannya masih lemas. Tanpa
terasa kereta sudah memasuki stasiun Jatinegara, dan dia harus turun di
sini karena rumah kontrakannya di Bekasi, sedang aku turun di Gambir,
namun sebelum berpisah aku mengecup keningnya dan tak lupa meminta
alamatnya.
Setelah memberikan alamat
kontrakannya Yani kemudian turun di Stasiun Jatinegara, dan aku terus
melanjutkan perjalananku sampai di stasiun gambir. Aku terus
membayangkan apa yang barusan kami lakukan di WC kereta. Aku terbayang
akan keindahan tubuh Yani yang diperlihatkannya padaku barusan. Setelah
kereta memasuki stasiun Gambir lamunanku buyar, dan aku mengambil tasku
lalu kemudian mencari penginapan. Namun niatku untuk mencari penginapan
kubatalkan, kemudian aku membeli tiket kereta Pakuan bisnis tujuan
Bekasi. Dan tanpa menunggu lama kereta tiba, aku langsung naik kereta
tersebut. Setibanya di stasiun Bekasi aku mencari alamat yang dia
berikan kepadaku, 30 menit kemudian aku sampai di Tambun dimana dia
mengontrak. Aku naik ojek menuju ke alamatnya. Dia terkejut saat dia
melihatku sampai di depan rumahnya, karena dia tidak menyangka aku akan
datang secepat itu.
"Mas, kok nggak jadi nginap di hotel?", tanya Yani keheranan.
"Nggak ah, enakkan di tempat kamu", jawabku sekenanya.
"Ok deh, masuk dulu Mas!", Yani mempersilakan aku masuk. Kami duduk di ruang tengah dan sambil menyalakan televisi.
Yani bertanya, "Rencananya berapa lama Mas nginap di Jakarta?".
"Rencananya sih cuma tiga hari", jawabku.
"Kamu tinggal di sini sama siapa?", tanyaku padanya.
"Cuma sendirian aja, apa Mas mau menemani?", tanya dia kembali.
"Kalau kamu ijinkan nggak masalah", jawabku.
"Kalo gitu Mas nginap aja di sini, gratis kok", katanya sambil menatap wajahku penuh harap.
"Kan bisa menghemat uang Mas", katanya lagi.
"Oke deh kalo gitu", kataku mengiyakan, dan tanpa minta ijin dariku
lebih dulu Yani langsung mengambil tasku dan memasukkan ke kamar tengah
yang kosong dan bersebelahan dengan kamarnya.
Setelah dia keluar kamar langsung aku bertanya kembali kepadanya, "Apa cowok kamu sering nginap di sini?", tanyaku.
"Nggak pernah, bahkan dia nggak pernah tahu alamatku", jawab Yani.
"Masa sih?", tanyaku tidak percaya.
"Nggak percaya ya udah", jawabnya.
"Sebenarnya aku belum bisa mencintai Doni (nama cowoknya), Mas", katanya.
"Karena aku sendiri memang belum bisa melupakan Mas", jelasnya padaku.
"Kalau aku nginap di sini nanti ada masalah dengan tetangga", kataku.
"Nggak usah khawatir Mas, nanti sore kita lapor Pak RT, kalau Mas nginap di sini", katanya.
"Dan nanti kita ajak Mas Kamto rumah sebelah, biar dia yang menjelaskan bahwa kita masih saudara sepupu", katanya lagi.
"Mas... kalo mau mandi dulu silakan aja", katanya sambil beranjak dari tempat duduknya.
"Baiklah, tapi kamar mandinya di mana?", tanyaku.
"Ada di dalam kamar kok Mas, aku juga belum mandi, mau mandi dulu", jawabnya sambil berjalan menuju kamarnya.
Belum lama aku di dalam kamar mandi, aku mendengar suara panggilan dari luar.
"Maasss...", panggilnya.
"Maaf Mas ini sabunnya", katanya.
Lalu aku langsung membuka pintu kamar mandi, dan aku kaget ketika
melihat pemandangan di luar. Yani berdiri di depanku hanya dengan
handuk yang dililitkan di tubuhnya, dan dengan sekali sentakan dari
tangannya handuknya pun terlepas dari tubuhnya. Sungguh indah sekali
tubuh Yani yang telanjang bulat. Begitu putih terawat dan payudaranya
yang masih kencang dengan puting warna coklat muda menghiasi
payudaranya, perutnya kecil dengan pinggul yang indah dan di antara
kedua pahanya terlihat bulu kemaluannya yang rimbun menutupi vaginanya
yang kecil itu. Melihatku terpana dan kagum pada keindahan tubuhnya,
dia langsung menyerobot masuk ke kamar mandiku.
"Mass aku mandi di sini saja ya", pintanya.
"Kita mandi sama-sama saja", katanya lagi sambil menutup pintu kamar
mandi. Aku tidak bisa melarangnya ataupun menolaknya. Kemudian Yani
langsung membuka satu persatu pakaianku, hingga aku juga telanjang
bulat di depannya.
"Mass burung Mas kok lebih besar dari pada tadi pagi sih?", tanya Yani
sambil menggenggam batang penisku dan tangannya yang satu lagi
memainkan buah zakarku. Sambil meringis menahan nikmat kujawab saja
sekenanya, "Tadikan masih di dalam celana Dek (panggilanku terhadap
Yani), sekarang udah nggak terkurung lagi alias bebas berdiri", kataku
menjelaskan.
"Mas... tadikan Mas mainin memek Dhedek, sekarang Dhedek mau mainin burung Mas ya", pintanya.
Tanpa menunggu jawaban dariku Yani langsung mengurut batang penisku
yang sudah maksimal berdiri dan terus mengusap kepala penisku dengan
lembutnya.
"Ooouuuch Dheee..."
"Eenaak..."
"Teruuss Dheee...", erangku.
Sambil berjongkok lalu dia menghisap penisku, dan itu pun tidak bisa
masuk semua, (panjangnya 22 cm, diameter 5 cm), hingga hanya bisa masuk
separuhnya saja. Yani terus menghisap penisku sambil tangannya mengusap
vaginanya yang juga telah banjir karena terangsang menyaksikan penisku
yang besar bagi dia. Hampir 20 menit dia menghisap penisku dan tak lama
terasa sekali sesuatu di dalamnya ingin meloncat ke luar.
"Dedeee... oohhk... ennnaakhgh... teruuusss", teriakku. Dia mengerti
kalau aku mau keluar maka dia memperkuat hisapannya dan sambil menekan
vaginanya aku lihat dia mengejang dan matanya terpejam, dan creet...,
suuurrrr..., ssuurrr..., ternyata Yani sudah orgasme terlebih dahulu.
"Ooghs... Maass", erangnya tertahan karena mulutnya tersumpal oleh
penisku. Dan karena hisapannya terlalu kuat akhirnya aku juga tidak
kuat menahan ledakan dan sambil kutahan kepalanya kusemburkan maniku ke
dalam mulutnya croot..., croot... croot. Banyak sekali hingga tak
sanggup Yani menelan semuanya dan mengalir di belahan bibirnya yang
sensual itu. Lalu kucabut penisku yang masih berdenyut-denyut.
"aahhkgh... ooohhgh"
"Heeeemm enaak Mass", katanya.
"Gurih dan asin sekali mani punya Mass", ujarnya merasakan puas.
"Mass...", panggilnya.
"Gimana sih rasanya kalo di entot itu?", Yani bertanya padaku.
"Aku sendiri belum pernah ngerasain kok Dhe", jawabku.
"Mas mau nggak masukin burung Mas ke dalam memek Dhede?", tanya Yani seraya memohon.
Aku merasa ragu, namun karena penisku masih berdiri dengan kerasnya dan
didorong oleh nafsu maka aku hanya menganggukkan kepalaku. Melihat
anggukan kepalaku Yani kemudian duduk di tepian bath up
sambil mengangkangkan kedua kakinya, hingga vaginanya yang tertutup
oleh bulu kemaluan itu tampak terbuka dan terlihat sisa lendir yang
mengalir di pahanya yang putih itu, dan klitorisnya pun terlihat sudah
membengkak.
Lalu sambil berdiri aku mengarahkan penisku tepat di atas lubang
vaginanya dan kugesek perlahan kepala penisku di atas klitorisnya.
"Aauugh Masss... geeelii", rintih Yani menikmati gesekan di klitorisnya itu.
"Masukin aja Masss",
"Cepetan.... ooohh", erangnya sambil menggenggam penisku.
Dengan perlahan dan penuh perasaan kutekan penisku hingga kepala
penisku membelah bibir vaginanya, tapi tampak mata Yani melotot dan
wajahnya memerah sambil menahan laju penisku.
"Tahaan dulu Masss... sakit", erangnya.
Kuturuti permintaannya, selang beberapa detik kembali dia memintaku
untuk menekannya. Kutekan kembali hingga kepala penisku berhasil masuk
ke lubang vaginanya. Namun dia berteriak kesakitan,
"Aduuhh Maass",
"Sakit sekalii"
Karena teriakannya itu maka aku menghentikan gerakanku dan membiarkan
kepala penisku terbenam di belahan vaginanya. Aku merasakan denyutan
vaginanya di kepala penisku, dan membuat rasa nikmat yang tak pernah
kubayangkan.
Kemudian tangan Yani melepaskan genggamannya dan memegang pantatku lalu
berusaha menekannya. Akupun mengikutinya hingga penisku masuk sampai
1/4 batangnya. Yani tampak meringis menahan sakit, tapi tangannya terus
menekan pantatku hingga secara perlahan penisku masuk separuh. Penisku
terasa sekali di pijat oleh vaginanya dan menimbulkan rasa nikmat yang
teramat sangat. Aku diam sambil menikmati denyutan vaginanya sekitar 5
menit, dan tampaknya sakit yang dirasakan Yani sudah hilang.
"Gimana Dhek...?", tanyaku padanya.
"Masih sakit sedikit Mass... rasanya mau pipis lagi nih... ooohh",
katanya. Belum selesai ucapannya, tiba-tiba badan Yani mengejang dan
tangannya menekan pantatku hingga masuk lebih dalam (kira-kira 17 cm),
dan aku merasakan menabrak sesuatu di bagian dalam vaginanya.
"Aakh... heeegh.... heeeghk... oouughkss... Maass... enaakhss", Yani
berteriak menahan nikmat, seerrr..., seerrr..., cairan hangat dari
lubang rahimnya menerpa kepala penisku dan terus mengalir keluar dengan
deras hingga membuat lubang vaginanya semakin licin. Kira-kira sekitar
10 detik Yani mengejang dan kemudian dia lemas kembali.
Aku tetap membiarkan penisku di dalam vaginanya dan kukulum bibirnya
dan lidah kami pun bertarung saling membelit di dalam bibirnya sekitar
5 menit, dan kemudian perlahan-lahan aku menggerakkan pantatku maju
mundur, hingga tampak vagina Yani kempot ke dalam saat kutekan
pantatku, dan kelihatan menonjol begitu kutarik penisku.
"Heeegh... aahgs", Yani mendesah dan merintih, tampaknya Yani sudah
kembali menerima rangsangan. Karena vaginanya yang sangat licin maka
dengan lancar penisku keluar masuk di dalam vaginanya.
"Ooohh... uuuhh.... enaakhs Dhedeee... aahh", erangku.
"Iyaa Mas... ooohhss... teeeruuuss Maass... ooohh aakhss", rintih Yani
menerima kenikmatan tiada tara, sambil menggoyangkan pantatnya ke kiri
dan ke kanan. Aku pun semakin mempercepat gerakan maju mundur penisku,
sehingga Yani menggelengkan kepalanya ke kiri dan ke kanan sambil
matanya terpejam, hanya erangan dan rintihan yang mendesah yang keluar
dari mulutnya.
"Ooohh Maasss... ennaakss Maass... uuughs.. ooooo Masss... lebih cepeet
lagii Masss... oohg Maass... teruus oohh... tekan teruss Maasss",
rintihannya semakin menjadi.
Dan Yani semakin cepat sekali menggoyangkan pantatnya maju mundur,
hingga beberapa saat kemudian aku merasakan tangannya mencengkeram
pantatku dengan kencangnya. Aku mengerti kalau Yani mau orgasme lagi,
maka aku menghentikan gerakanku dan membiarkan Yani menggerakkan
pantatnya maju mundur agar dia memperoleh kenikmatan yang tiada
taranya, lalu dengan penuh perasaan dan pelan kutekan penisku. Saat
kurasakan kepala penisku menabrak mulut rahimnya Yani menghentikan
gerakkannya dan kembali badannya mengejang sambil kedua kakinya di
tekuk di belakang pantatku. "Akuu nggaak kuuuaat Maass", teriaknya.
"Aakuuu keeluuaar laaghiii Masss..." erangnya.
"Ooopss... aakhsss.... aakhsss... uuuhh... heghss... heeeghss",
teriaknya diiringi cairan hangat yang membanjiri vaginanya seerr...
seeerrr. Belum lagi kejangnya hilang aku yang tadi diam kembali
menggerakkan pantatku maju mundur dengan cepat.
"Oookhh Maass... stoops Maass!", pintanya namun aku tidak
mempedulikannya, aku tetap menggerakkan pantatku maju mundur tapi tidak
secepat yang pertama, kali ini aku gerakkan dengan perlahan untuk
membangkitkan kembali gairahnya. Lalu kuangkat pantatnya dan kugendong
Yani sehingga penis semakin dalam masuknya menekan mulut rahimnya waktu
kugendong dia tampaknya Yani mendapatkan rangsangan baru, dia semakin
erat memelukku.
Kemudian kugendong Yani keluar kamar mandi dan kurebahkan di atas
ranjang tanpa mencabut penisku dari vaginanya. Kamipun bergelut di atas
ranjang, dan Yani pindah posisi berbalik ke atas dan terus duduk di
atas penisku yang terbenam di vaginanya hingga membuka mulut rahimnya.
Baru beberapa menit dia kembali mengejang, namun kali ini aku nggak
diam sambil menikmati semburan hangatnya, aku membalikkan badannya dan
mendorong penisku maju mundur. Entah berapa kali dia orgasme selama
hampir 1 jam 30 menit aku bersenggama dengan Yani, baru aku merasakan
sesuatu tekanan dari dalam dan akupun ingin mengakhirinya secepat
mungkin, karena aku merasa kasihan melihat Yani yang sudah lemas karena
orgasme yang berulang kali.
Hingga akhirnya aku menekan dalam-dalam penisku dan, "Oookhh Dheeeks...
akuuu keluaarr... aakkhss... akhhss...", teriakku sambil mendekap erat
tubuh telanjang Yani, dan Yani pun demikian juga, "Yaniiii juughaa
keeluuuaarr Maasss... ookksss... oouugghhss... aakhsss... oohh", dan
crooot..., crot..., seerrrr..., serr..., akhirnya kami berdua menjadi
terkulai lemas dan memutar posisi dan membiarkan Yani tetap menindihku
dengan penisku tetap di dalam vaginanya. Kami tidak jadi mandi, dan
hanya mandi keringat.
"Mass nikmat sekali, Mas hebat", puji dia terhadapku.
"Apakah kamu capek Dhe?", tanyaku.
"Iya Mas, aku lemas sekali, jadi besok aja yah nemeni Mas ngedaftar kerja", katanya sambil mengecupku.
"Oke deh kalo gitu".
Lalu Yani tertidur di atasku dengan pulas kecapaian karena perjalanan
jauh juga dengan apa yang baru kami lakukan. Sepintas aku melihat
bercak merah bercampur lendir di atas sprei. Ternyata Yani masih
perawan, aku pun memeluknya erat hingga tertidur juga dengan penisku
yang masih berada di dalam vagina Yani.
Entah berapa lama kami tertidur
saat itu, aku tidak tahu, namun saat Yani terbangun dari tidurnya, aku
juga ikut bangun. Aku melihat jam dinding menunjukkan pukul 12.45.
Melihatku terbangun Yani mengecup keningku dengan penuh rasa kasih yang
dalam, dan akupun membalas kecupan di keningnya. Lalu Yani berusaha
untuk turun dari atas tubuhku. "Ooppss", desahnya begitu turun dari
atas tubuhku, hal ini disebabkan karena selama kami tertidur penisku
masih menancap di dalam vaginanya. Kemudian sambil memeluk diriku Yani
merebahkan tubuh telanjangnya di sebelahku.
"Dhe..." aku memanggilnya.
"Apakah Dhede nggak menyesal?", tanyaku pada Yani.
"Menyesal kenapa Mas", Yani balik bertanya kepadaku.
"Dhede kan masih perawan", ujarku.
"Sekarang udah nggak lagi kok", jawabnya sambil meletakkan kepala di dadaku.
"Iya sih", jawabku.
"Tapi kan sebelum kita lakukan ini Dhede masih perawan", jelasku.
"Yani rela kok Mas", jawab Yani.
"Yani sadar kalau kita nggak bisa bersatu selamanya", kata Yani sedih.
"Yani juga sadar kalau kita masih saudara", katanya sambil menitikkan air mata.
"Tapi Yani tetap selalu mencintai Mas", ucapnya.
"Makanya sebelum Yani serahkan sama orang lain, Yani serahkan apa yang paling berharga Yani miliki pada Mas", katanya.
"Karena Yani mencintai Mas", ucapnya sambil mencium keningku.
"Yani hanya serahkan pada orang yang Yani cintai, seperti yang pernah
Yani ucapkan sewaktu kita SMA dan Mas masih tinggal di rumah orang
tuaku", Yani mengingatkan akan kata-kata yang pernah dia ucapkan waktu
kami tinggal serumah dulu.
Memang sewaktu SMA aku menumpang di tempat Pak De-ku (orang tua Yani),
karena rumahku sendiri di Prabumulih, dan aku melanjutkan SMA di Jawa.
Karena terlalu akrab maka timbul perasaan sayang dan saling mencintai.
Dan sebelum kami berpisah 5 tahun lalu dia berjanji dan bersumpah tidak
akan menyerahkan keperawanannya kepada orang lain bahkan tak ingin
menikah.
"Tapi apakah kamu tetap tak ingin menjalin kehidupan berumah tangga, mempunyai suami, dan anak?", tanyaku.
"Yani kan sudah menyerahkan pada Mas, jadi Yani bisa nikah dong", ujarnya manja.
"Apa kamu tidak takut kalau suami kamu kecewa saat malam pertama nanti?", tanyaku.
"Apa kita nikah aja di sini", ajakku padanya.
"Tapi Yani takut Mas", ucapnya.
"Yani nggak ingin pernikahan kita tanpa restu orang tua yang telah melahirkan dan merawat kita dari kecil Mas", ujarnya.
"Namun Mas nggak usah khawatir deh, Yani tetap selalu mencintai Mas Kok", jelasnya padaku.
"Sebelum menikah Yani akan mencari laki-laki yang betul-betul menerima Yani walau sudah nggak perawan lagi", katanya.
"Yani juga tetap akan menemui Mas walau Yani sudah menikah nanti", ucapnya.
"Mas...", panggilnya manja.
"Apa Mas masih mencintai Yani?", tanya dia sambil mengusap bulu di dadaku.
"Iya..", jawabku.
"Ada apa?", tanyaku.
"Nggak aku cuma takut Mas nggak mau menemuiku lagi", jelasnya.
"Soalnya aku begitu mudah bahkan mengajak Mas untuk melakukan ini", katanya.
"Aku cuma ingin Mas sering-sering datang ke Bekasi menemui aku", pintanya sambil mengecup dadaku.
"Nanti masalah transport aku yang membiayai", katanya lagi.
"Aku juga nggak ingin sendirian terus di rumah", katanya.
"Kan kalo sendirian sepi, jadi kangen terus sama Mas", ujarnya manja.
"Kangen sama Mas atau sama ini?", tanyaku sambil menunjuk penisku yang masih lemas.
"Dua-duanya", jawabnya manja sambil menurunkan tangannya ke penisku.
"Mas, kok lemas gitu sih penisnya?", tanya dia sambil menggeggam penisku.
Karena sentuhan halus tangannya maka gairahku menjadi bangkit lagi.
"Kecapekan kali, kan habis kerja keras ngebor vagina Dhedek", jawabku.
"Berarti bisa keras lagi dong Mas", katanya.
"Iya", sambil menjawab aku mengulum bibirnya, dan dia pun membalasnya sambil menjulurkan lidahnya ke mulutku.
"Eemmfffhh", desahnya ketika lidah kami bertarung. Kuusap payudaranya
dengan lembut dan kulepas kecupan di bibirku, kuturunkan kepalaku dan
kuhisap putingnya yang telah menjadi keras karena rangsangan.
"Auhhcchh mass, geelliii", rintihnya.
"Mass... ooohh... sudaahh Masss", erangnya sambil menjauh dariku.
Aku pikir dia mau menghentikan permainan, ternyata dugaanku salah. Yani berbalik dan mengelus penisku yang sudah setengah tegang.
"Mass... sudah besar lagi nih, oouufs", katanya sambil memasukkan
penisku ke dalam mulutnya, Yani terus menghisap penisku hingga
benar-benar keras.
"Heeemm... terus Dhek", pintaku sambil menyibak jembutnya dan menjilati kelentitnya.
"Oookhh.... mm....", Yani mendesah ketika kelentitnya kuhisap. Cairan
bening dan kental mengalir membasahi vaginanya, lalu dengan jari
telunjuk kumainkan bagian dalam vaginanya. Kami 'bermain' dalam posisi
69.
"Oouuuhhkks Massss... enaakkkss.. mm...", rintihnya sambil menghisap penisku.
Selang beberapa menit kemudian Yani menggerakkan pantatnya dan menjepit
kepalaku dengan kedua pahanya, aku mengerti kalau dia mau sampai
klimaksnya, lalu kuhisap clitorisnya dengan kuat agar dia cepat orgasme.
"Ooouukkkhhss... Maasss.... teerusss", erangnya setengah teriak. Yani
pun tidak mau kalah, dia menghisap juga penisku dengan kuat sambil di
kocoknya.
"Oookkkksss... Deeekkksss... keluaariiin baarrreengggss", pintaku.
"mmff", dia tak bisa menjawab karena mulutnya penuh oleh penisku, dan badan kami mengejang bersamaan.
"Ookkhhsss Maasss... aakksss... aaksss..."
"Deekksss ooohh...", erang kami berbarengan, "Crreetsss..., ccreet....,
crreett..., seerrrr..., kami mencapai orgasme bersamaan. Dia menelan
semua maniku dan akupun menelan semua cairan yang dikeluarkannya.
Setelah itu Yani berbalik dan memintaku untuk tetap pada posisi semula,
lalu dia bangkit dan mengangkangiku sambil mengarahkan penisku ke
lubang vaginanya, terus dia turun pelan-pelan sambil menekan agar
penisku dapat masuk ke lubang vaginanya.
"aakhhs...", erangnya begitu kepala penisku membelah bibir vaginanya
Dia menghentikan sejenak, lalu diteruskan kembali hingga penisku masuk
separuhnya.
"aauuuhh Maasss enaak oooh", rintihnya sambil terus menggerakkan
badannya sehingga penisku terus masuk semakin dalam. Aku meremas
susunya sambil menggerakkan pantatku naik turun, tapi dia memintaku
untuk tidak bergerak, jadi aku diminta untuk menikmati saja. Dengan
buas dia menggerakkan badannya tanpa arah sehingga penisku semakin
dipijit oleh vaginanya.
Sepuluh menit berlangsung Yani di atasku, tiba-tiba badannya mengejang
dan dia menghentikan gerakannya dan merangkulku dengan kuat sekali
sambil berteriak-teriak, "Maas... akuu.... nggaak... kuuaat...
oookhss... aakhsss... aakh... heeeeghh", dengan diiringi cairan hangat
membasahi penisku dan terus mengalir keluar karena banyaknya.
"mm... niikmaat", erangnya tanpa memberi kesempatan istirahat kami pun
berganti posisi. Dia buka kakinya lebar-lebar sehingga vaginanya
menjadi terbuka, dan aku dengan mudah memasukkan penisku ke dalam
vaginanya.
Sepuluh menit berlangsung Yani di atasku, tiba-tiba badannya mengejang
dan dia menghentikan gerakannya dan merangkulku dengan kuat sekali
sambil berteriak-teriak.
"Maas..., akuu..., nggaak..., kuuaat..., oookhss..., aakhsss...,
aakh..., heeeghh", dengan diiringi cairan hangat membasahi penisku dan
terus mengalir keluar karena banyaknya.
"mm..., niikmaat", erangnya tanpa memberi kesempatan istirahat, kami pun berganti posisi.
Dia buka kakinya lebar-lebar sehingga vaginanya menjadi terbuka, dan
aku dengan mudah memasukkan penisku ke dalam vaginanya. Dalam keadaan
Yani yang terkangkang aku menggerakan pantatku maju mundur dengan
cepat, sehingga teriakkan Yani yang baru saja orgasme terdengar keras.
"Ammpuun maass..., oookkss..., masss", teriak Yani memohon.
Mendengar teriakannya tersebut akhirnya aku pun tak tega sehingga aku
menghentikan gerakkanku. Yani dengan nafas yang tersenggal-senggal
berbisik kepadaku.
"Mass..., keluarin lagi mass...", bisiknya manja.
Setelah berbisik padaku dia mulai menggerakan pinggulnya ke kiri dan
kanan sehingga penisku yang terjepit erat di vaginanya terasa sekali
dipijit-pijit,
"Ooohh Dhedek..., enaaks", erangku di telinganya.
"Ayoo..., Masss gerakan lagi doong", pintanya padaku.
Lalu dengan perlahan kugerakan kembali pantatku maju mundur.
"Ooohhkks..., Teeruuus Mass...", teriaknya lirih.
"Enaaks..., ooohh..., heeemm...", erang Yani keenakan.
Entah berapa menit aku menyetubuhinya dan terasa sekali kalau ada
sesuatu yang berusaha untuk keluar dari penisku. Dan aku pun
mempercepat gerakanku,
"Ooh Yaann..., akuu nggak kuats.., aakuu maauuu keeluaar..., oohh..."
Begitu mendengar eranganku Yani mempererat dekapan tangannya di leherku dan menyilangkan kedua kakinya di pinggangku.
"Ayooo Mass..., geraakiin yang ceepeeet Mass..."
"Jangaan di cabuut...", pintanya.
Begitu Yani menyentakkan kakinya sehingga menekan pantatku dan membuat
penisku masuk semakin dalam ke vaginanya, aku pun tidak kuat menahan
klimaks yang kucapai.
"Oooks Dhedeee...!".
Crooots..... croots.... Kusemprot lubang rahimnya dengan spermaku.
Matanya terpejam menerima semprotan dariku, dan belum habis rasa nikmat
yang kudapatkan tiba-tiba badannya mengejang.
"Masss..., Akuu Jugaa keluaar...., ahks..., ooghs..., ops..., Mass...", erangnya.
Cretts...., seerrr..., serrr..., cairan hangat membasahi kepala penisku
dengan derasnya dan mengalir keluar di pahanya. Kami mencapai klimaks
bersamaan dan sambil kukecup keningnya aku berdiri dari atas tubuhnya.
"Ooohh..., Mass", rintihnya begitu kucabut penisku dari vaginanya.
Setelah itu aku tiduran di sampingnya, dan dia pun mendekapku dengan
penuh kasih sayang. Lima menit istirahat lalu kami pergi mandi
membersihkan diri dari keringat yang membasahi tubuh kami. Sejak
kejadian itulah saya makin sayang pada yani, dan hubungan ini berlanjut
hingga kini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar